Pria itu menyebut dirinya sebagai Alexander yang agung, saat dia menyebutkan itu suasana agung menyelimuti dunia disekitar mereka. Weiss tentu saja tahu siapa itu Alexander yang agung.
Seorang penguasa legendaris Yunani, yang mengukuhkan namanya sebagai salah satu raja paling agung sepanjang masa. Seseorang yang benar-benar menguasai hampir setengah dari dunia dengan ribuan pasukannya yang terampil.
Raja Makedonia, yang menguasai Laut Ionia hingga ke pegunungan Himalaya, murid dari salah satu filsuf paling berpengaruh sepanjang kehidupan umat manusia, dan salah satu pejuang terbaik yang pernah dilahirkan umat manusia, itulah Aleksander yang agung, Alexander III.
Dan kisah kisah epicnya masih tercatat dilembaran-lembaran sejarah dunia, seorang penguasa sejati!!! Bagaimana mungkin, Weiss tidak mengetahui legendanya.
Dia tahu, tapi Weiss tidak mungkin percaya begtu saja bahwa orang didepannya saat ini adalah Alexander " itu " yang ada dalam Legenda.
Lagipula, siapa yang percaya jika ada seorang raksasa dengan tinggi hampir 3 meter berkata bahwa ia adalah orang yang sama dengan seseorang raja yang menguasai sebagian dari dunia ribuan tahun yang lalu.
" Oi paman... apa kau seorang delusional? Apa kepalamu baik-baik saja...? "
Ucap Weiss dengan pandangan empati tapi itu seperti hinaan tersirat untuk Alexander, walaupun ia tidak menydarinha. Keringat mengalir didahi Alexander...
" Ah?... "
Suasana menjadi hening diantar keduanya, hingga akhirnya ia sadar bahwa bocah kecil didepannya sedang meragukan identitasnya.
" Oi, Apa kau bilang!? Tentu saja kepalaku baik-baik saja, apa kau pikir aku... Alexander ini tidak waras... Bah!? Dasar bocah kecil! "
Melihat tingkahnya itu, penilai Weiss terhadapnya semakin jatuh ke dasar, Weiss memasang wajah aneh dan berpikir.
' Dia ingin aku berpikir bahwa dia adalah salah satu raja paling agung yang pernah ada sedangkan dia sendiri berperilaku seperti anak kecil, apa apaan? '
" Jadi kau benar-benar Alexander yang ada dalam Legenda itu? " Tanya Weiss dengan wajah yang sangat meragukan.
" Itu Benar, akulah Alexander yang agung, apa kau percaya padaku sekarang setelah melihat keagungan ku!? . " Ucapnya dengan bangga, namun juga bodoh.
Weiss hanya memasang wajah aneh dan berteriak dalam pikirannya.
' Siapa yang percaya, hah! '
Tapi dengan kesadarannya yang peka, Alexander berkata.
" Oi, apa kau masih tidak dapat percaya bahwa akulah Alexander yang sebenarnya. "
Weiss merubah ekspresinya dan berkata dengan wajah datar dan nada yang tidak meyakinkan.
" Baik, baik, kau Alexander, lalu sekarang apa? Apa kau hanya ingin menyombongkan status dan legendamu kepadaku, atau ada alasan lain aku berada di tempat asing ini... ceritakan padaku. "
Mendengar itu, ekspresi Alexander berubah tabah dan ia mengambil posisi duduk bersila didepan Weiss.
Matanya memejam dan ia berkata kepada Weiss sambil melambaikan tangannya.
" Kemari Nak, duduk di depanku... "
Weiss tanpa ragu mengambil posisi duduk dan bersila diatas rumput tepat didepan Alexander.
Mata Alexander kemudian terbuka dan berbagai macam perasaan yang kontradiktif terpancar dari pupil emasnya, tapi yang paling jelas adalah perasaan ngeri dan teror.
Itu membuat Weiss terdiam patuh.
Kemudian, Alexander dengan ringan mengibaskan tangannya diudara, hal itu awalnya membuat Weiss memandang aneh, namun beberapa data kemudian.
Entah dari mana, muncul sebuah meja kecil diantara mereka, meja itu terbuat dari tanah liat, kelihatan tua dan usang, diatasnya adalah sebuah botol berisi anggur merah yang kelihatannya telah diawetkan bertahun tahun.
Sepasang gelas juga muncul dari udara kosong, dan Alexander membuka tutup botol dari anggur itu dan menuangkannya ke gelasnya sendiri.
Ia lalu menatap Weiss dan bertanya dengan polosnya.
" Apa kau ingin minum beberapa gelas? "
Weiss hanya memasang ekspresi datar dan berkata.
" Apa kau gila? "
Mendapat penolakan, Alexander kemudian kembali menaruh Botol Wine diatas meja dan meneguk segelas wine yang kelihatannya sangat berkualitas itu.
Sementara Weiss masih dengan sabar menunggu Alexander memulai ceritanya.
" Ah... ini bagus... "
"... "
Alexander lalu menatap langit kemasan dan mulai berbicara dengan nada nostalgia. Ia seperti memandang tempat yang sangat-sangat jauh.
" Kalau begitu aku akan mulai saja... ini adalah sebuah kisah dari seorang pria, yang bertemu dengan sebuah makhluk. Itu hanya pertemuan biasa, pertemuan yang seharusnya hanyalah pertemuan antara dua orang yang belum saling mengenal, pertemuan singkat yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaanmu. "
"... "
" Hari itu, ribuan tahun yang lalu... "
•••
Ombak besar menggulung di lautan, angin kencang menerpa dek kapal dengan sangat kencang sehingga membuat pra kru kewalahan.
Hal itu diperparah dengan hujan derasdan badai, langit gelap, matahari tidak terlihat karena ditutupi oleh awan mendung. Kapal besar yang kelihatan mewah itu terombang-ambing di lautan.
* Growl *
Langit bergema, dan kilatan-kilatan petir memperburuk keadaan.
Sementara itu, di ruang nahkoda, seorang lelaki kekar yang sepertinya adalah nahkoda kapal itu terlihat sedang berusaha menjaga kapal agar dapat tetap terkendali dengan sekuat tenaga.
Keringat dingin menetes di dahinya.
* Cough *
Ia meludahkan rokok yang ada di mulutnya, dan mengumpat dengan wajah kesal.
" Tck... sial! padahal itu rokok terakhirku hingga sampai di Baktriana, tapi saat ini... "
Pria kekar itu lalu menatap tajam kaca transparan didepannya yang membuatnya dapat melihat badai mengerikan yang menerjang kapalnya.
* Knock *
Gagang pintu berderit dan pintu terbuka, menyajikan seorang pria raksasa bermabut merah yang wajahnya kelihatan tabah dan tenang walaupun berada di tengah badai besar.
Nahkoda itu secara reflek menoleh kebelakang dan pandangannya berubah hormat saat ia melihat pria besar itu.
" Yang agung... "
Pria itu langsung masuk dan berdiri disebelah nahkoda.
" Tidak perlu memberi hormat, fokuslah dengan tugasmu untuk mengendalikan kapal saat ini. "
" Baik! "
Ucap Nahkoda itu tegas dan tanpa jeda.
Pria berambut merah adalah yang dunia kenal saat ini dengan nama Alexander III dari Makedonia.
Saat ini, ia dan puluhan anak buahnya sedang melakukan pelayaran menuju Kesatrapan Baktriana di Asia Tengah. Sebagai permulaan dalam misi penaklukan benua Asia.
Kapalnya berangkat dari Yunani beberapa bulan yang lalu, ia sebelumnya melewati jalur darat dan melakukan perjalanan ke Asia melewati Samudra Hindia.
Alexander kemudian melirik kompas yang bergerak tidak beraturan, itu adalah kompas sederhana, bukan kompas magenetik, Kompas yang masih ' cacat ' menurut gurunya, Aristoteles.
' Bintanv tidak dapat terlihat saat ini, Bahkan kompas yang diberikan guru sudah tidak dapat berfungsi, sehingga kami benar-benar kehilangan arah saat ini, kami tidak tahu kemana Ombak besar ini akan membawa kami nantinya, tapi untuk saat ini.... bertahan dari badai besar ini adalah suatu keharusan! '
Tatapannya tegas dan penuh kepercayaan diri. Walaupun berada di dalam situasi yang mendebarkan seperti ini, seseorang seperti Alexander yang telah masuk ke Medan perang sejak dia remaja, memiliki mental baja yang tidak akan mudah dihancurkan.
* Storm *
...
* Awckk *
* Awckk *
Beberapa hari telah berlalu, dan beberapa jam yang lalu badai akhirnya berhenti, langit kembali cerah diterangi oleh matahari yang bersinar sangat terik. Kontras dengan kondisi di laut yang dihadapi oleh Alexander dan para krunya.
Suara camar yang khas mengisi kesunyian dari para Kru dan awak kapal yang kelelahan setelah menghadapi badai beberapa jam non stop. Mereka berjuang sepenuh tenaga untuk mempertahankan kapal dari kehancuran karena tergilas ombak.
Tapi tetap saja wajah mereka kelihatan tidak bahagia saat ini, sementara itu Alexander yang ada di ruangannya, tengah berdiri di runagannya bersama Nahkoda dan seorang awak kapal.
Didepan mereka ada sebuah meja yang diatasnya terbentang sebuah peta yang ditulis diatas kulit binatang. Peta itu kelihatan tidak jelas, dan penuh kesalahan di berbagai tempat.
" Jadi kesimpulannya, kita sekarang berada di jauh ke selatan dari jalur yang seharusnya kita lewati. "
Ucap awak kapal itu, yang sepertinya adalah seorang navigator yang ahli dalam bidangnya.
Mendengar ucapan salah satu anak buahnya itu, Alexander berpikir sambil memegang dagunya.
" Hmmm... kalau begitu kita akan berlayar ke barat laut untuk saat ini hingga matahari terbenam dan bintang dapat menunjukkan arahnya kepada kita, untuk saat ini aku akan mempercayai deduksimu, Hedroion. "
" Itu suatu kehormatan untukku, yang agung. "
Ucap Navigator yang disebut Hedroion itu dengan sikap hormat.
Setelah itu Alexander menatap sang nahkoda, membalas tatapan rajanya itu, nahkoda itu kemudian mengangguk sebelum ia memberi busur hormat.
" Kalau begitu, hamba permisi. "
Namun, sebelum sang Nahkoda keluar dari ruangan, pintu terbuka dan menampakan seseorang awak kapal yang terengah-engah, sepertinya sedang buru-buru.
" * Pant * * Pant * Yang agung, sebuah pulau terlihat di dedepan * Pant * Apa kita harus bersandar??? "
Mendengar itu, Alexander langsung melirik kearah anak buahnya dan saling menatap...
...
* Bup *
Beberapa puluh meter dari pulau, Alexander memerintahkan awak kapalnya untuk menurunkan jangkar, mereka mencari ketinggian air yang pas sehingga kapal tidak terdampar.
Pulau itu kelihatan sebagai pulau pada umumnya, pasir pantai putih mengililinginya, dan pepohonan rindang yang sepertinya belum tersentuh manusia tumbuh disana, tidak ada yang aneh sedikitpun.
Setelah itu, masing-masing awak kapal turun dan berenang menuju pulau terpencil yang cukup luas itu.
Begitu juga dengan Alexander, alasan kenapa ia memutuskan untuk singgah di pulau ini adalah untuk mengisi persediaan sebanyak mungkin dan memperbaiki kerusakan di kapal sebisa mungkin.
Karena hal yang ditakutkan, mereka akan bertemu badai lagi, atau mereka akan kehabisan makanan sebelum mereka sampai di anak benua.
Beberapa jam telah berlalu, dan seluruh awak kapal dibagi kedalam beberapa regu untuk melaksanakan tugas mereka masing-masing, ada yang mengumpulkan makanan, ada juga yang memperbaiki kapal, semuanya dilakukan secepat dan seefisien mungkin.
" Bagaimana, apa ada tanda-tanda kehidupan di pesisir pantai. "
Tanya Alexander dan Hedroion hanya menggelengkan kepalanya.
" Hmm... yah sudah kuduga. "
Alexander kemudian menatap langit oranye, matahari akan segera menghilang, senja akan segera berganti malam, dan karena itu, Alexander tahu saat inilah yang tepat untuk kembali memulai perjalanan.
Seorang pemuda kemudian datang kearah Alexander dan berkata.
" Yang agung, kapal telah siap untuk kembali berlayar dan bahan makanan yang telah dikumpulkan juga telah di muat, apa perintahku slenajutnya. "
" Umu, kerja bagus kalian semua, kalau begitu perintahku selanjutnya, bereskan semua peralatan yang masih tertinggal, dan kita akan langsung kembali berlayar karena kita telah menyia-nyiakan banyak waktu terombang-ambing di lautan. "
" Baik, yang agung. "
Pemuda itu kemudian membuat pose hormat dan langsung melaksanakan perintah raja ya itu.
Tinggal Alexander dan Hedroion yang ada disitu.
" Hedroion, kau kembalilah ke kapal terlebih dahulu, aku sepertinya melupakan kalungku tadi saat aku membasuh bajuku di sungai di dalam hutan. "
Mendengar itu Hedroion seperti Mungin menolak perintah rajanya.
" Tidak yang agung, biarkan aku ikut denganmu. "
Merasakan tatapan di matanya, Alexander hanya menghela nafas.
" Yah, terserah kau saja. "
Setelah itu, Alexander dan Hedroion kembali masuk kedalam kegelapan hutan, tanpa mengetahui apa yang menunggu mereka didalam.
...
' Tck, aku ingat meletakkannya disini tadi. '
Alexander terus mencari di bebetuan di pinggir sungai, ia mencari di selipan dari bebatuan dengan teliti, walaupun di malam hari, ia dapat melihat dengan jelas dikarenakan matanya yang telah ia latih sejak kecil.
Demi dapat bertarung disegala Medan dan kondisi, seluruh tubuh Alexander adalah definisi sempurna dari Kesempurnaan. Seluruh tubuhnya telah berevolusi dari manusia biasa menjadi seorang manusia super.
Tidak ada keraguan bahwa Alexander adlaah salah satu manusia paling kuat sepanjang sejarah.
" Bagaimana Hedroion, apa kau menemukan kalungku. "
Tanya Alexander, namun ia tidak mendapat jawaban apapun dari Hedroion...
" Hedroion...? "
Alexander menghadap Hedroion yang ada dibelakangnya sedang berdiri tertegun dan menghadap keatas.
" Oi, ada apa denganmu? "
Alexander mencoba menggetarkan bahu Hedroion, dan barulah ia sadar dari lamunannya, ia kemudian dengan gemetar menunjuk keatas.
" Ya-yang agung, di-diatas kita, benda apa itu!? "
Ucpanya dengan panik, Alexander membuat wajah bingung.
" Diatas ? "
Ia lalu menghadap keatas dan matanya melebar....
Alexander melihat benda putih tengah melesat kearahnya dengan kecepatan yang sangat gila.
' Itu!? '
Secara reflek, Alexander langsung membawa Hedroion kedalam tangannya dan membuat pose bertahan.
* Wosshhh *
* Bump *
Suara dentuman terdengar saat benda putih itu menyentuh tangan Alexander, sementara itu, Alexander yang merasakan benda putih misterius itu menghantam tangannya merasa terkejut.
' Keras, aku belum pernah dihantam benda sekeras ini saat tubuhku telah mencapai kondisi puncak... ini menyakitkan. '
* Fwuosssh *
Dan tentu saja, Alexander langsung terpental beberapa meter, walaupun berada di udara dan menerima benturan yang sangat kuat, pikiran Alexander tetap tajam, ia langsung menapakkan kedua kaki besarnya untuk menghentikan momentum.
* Fwuosssh *
Alexander dengan cepat membenarkan sikapnya dan berdiri dengan tegap seolah tidak terjadi apa-apa.
Alexander dapat melihat dengan jelas sekarang, benda apa yang menabraknya, lebih tepatnya makhluk apa.
' Makhluk macam apa ini? Aku belum pernah melihat binatang yang seperti ini di dalam hidupku. '
Alexander mengobservasi makhluk itu dengan matanya, tubuh Makhluk itu cukup besar, tingginya sekitar 7-8 meter, seluruh tubuhnya tertutup rambut putih, hanya menyisakan dua mata merah yang bersinar di kegelapan malam.
Alexander sama sekali tidak dapat melihat rangka tubuh dari makhluk itu, bagaimana perawakan dan rupanya.
" Siapa kau!? "
Tanya Alexander, entah mengapa ia bertanya seperti itu ke makhluk yang seperti monster tak berakal, bahkan Alexander tidak berharap makhluk itu menjawabnya.
Tapi secara mengejutkan, sebuah suara yang sedalam lautan dan seberat gunung keluar dari mulut makhluk itu.
" Namaku adalah @#π#@$*@@. "
Mata Alexander melebar saat makhluk itu mengeluarkan suaranya, tapi ia langsung terkejut saat makhluk itu akan menyebutkan namanya, tiba-tiba saja digantikan dengan suara rusak yang tidak dapat dengan jelas didengar, seakan-akan alam melarang makhluk itu untuk menyebutkan namanya.
" Ini... "
Alexander tertegun, kalau makhluk itu kembali mengeluarkan suaranya.
" Sepertinya masih belum waktunya ya... tapi tidak apa-apa, kau tidak perlu mengetahui namaku sekarang, yang penting saat ini, kau harus menemui tuanku terlebih dahulu. "
" Ikuti aku! "
Ucap makhluk itu sambil berbalik yang membuat Alexander waspada.
" Tunggu!? "
Ucap Alexander yang langsung membuat makhluk itu berhenti, dan kembali berbalik.
" Ada apa? "
" Aku bahkan tidak mengetahui siapa kau, dan kenapa bisa ada makhluk sepertimu di planet ini. Jadi makhluk apa kau, dan siapa tuanmu itu, kau pikir aku akan terjebak di jebakan anak kecil seperti ini? Bah!? kau seharusnya menyiapkan yang lebih rumit dari ini untuk membunuhku. "
Mata makhluk itu hanya menatap Alexander lalu berkata.
" Kau manusia yang merepotkan, Jebakan kau bilang? Tidak ada hal seperti itu, lagipula tidak ada keuntungan yang aku dan tuanku perolah untuk menjebakmu, lagipula kau adalah calon ' Pembawa Pesan Tuanku. ', membunuhmu atau semacamnya malah akan menggagalkan rencana kami, dan untuk pertanyaanmu tentang makhluk macam aku ini, itu... tdiak dapat kujawab saat ini... "
Alexander hanya termenung dan berpikir, tangannya masih memegang Hedroion yang gemetaran dan berkeringat dingin.
' Apa aku harus mengikuti makhluk ini? Tck, ini aneh, normalnya aku tentu saja akan menolak tawaran bodoh untuk ikut ke ' rumah ' orang yang baru kutemui, apalagi yang mencoba membunuhku beberapa saat lalu. Tapi perasaan apa ini, seakan-akan, jika aku tidak mengikutinya, aku akan menyesali seluruh hidupku... apa lebih baik kuterima??? '
Alexander kemudian menelan ludah, ia lalu melirik Hedroion disampingnya dan berkata.
" Hedroion, kau kembalilah terlebih dahulu ke kapal dan beritahukan kepada semuanya untuk menungguku. "
Tapi mendengar itu, walaupun Hedroion merasa takut, ia tidak dapat membiarkan Tuannya masuk ke kandang singa begitu saja.
" T-tapi yang agung... "
" Lakukan saja! " Ucap Alexander dengan nada pelan namun tegas, sehingga membuat Hedroion mau tidak mau mengangguk.
" B-baik yang agung "
Ia lalu langsung berlari dari sisi Alexander, Alexander melihat punggung Hedroion sejenak sebelum kembali melihat ke makhluk itu.
' Tidak apa-apa, selama pedang ini ada disisi ku, bahkan seluruh dunia akan kulawan. ' Pikir Alexander sambil menggenggam gagang pedang yang ada di pinggangnya.
Ia kemudian membulatkan tekad dan menatap mata merah makhluk itu dalam-dalam sebelum berkata.
" Baiklah, aku ikut. "
Mendengar itu, Makhluk itu membalas.
" Yah, itu sudah seharusnya Raja Ketujuh, Alexander III dari Makedonia. "
Mendengar itu, Alexander membuat wajah bingung sambil berpikir.
' Raja Ketujuh? '
Makhluk itu mulai berjalan sambil berkata dengan suara yang menyeramkan.
" Ikuti aku, kita akan pergi ke Altar dimana tuanku saat ini disegel. "