Chereads / JANJI MANIS SULTAN / Chapter 38 - Cheers (2)

Chapter 38 - Cheers (2)

Perlombaan Cheerleader tahun ini lebih meriah dari tahun sebelumnya. Pesertanya banyak juga. Aku Jiper juga melihat saingan kami. Wuih semoga semua lancar dan bisa tampil baik.

"Queen ada Nino tuh di depan" kata Sinta.

Aku masih sibuk di make up, "Sama siapa aja Sin?" tanyaku sambil menoleh.

"Biasa, siapa lagi" kata Sinta lagi.

"Biarin aja, gue belum rapi"

Sinta hanya mengangguk. Angkatan kami hanya aku dan Sinta yang ikut. Sinta benar benar harus ekstra kerja keras tahun besok kalo cheers harus ikut lomba seperti ini. Setelah rapi make up, aku memakai jacket seragam cheers ku lalu mencari rombongan Nino Cs.

"Hai" kataku di depan mereka yang sedang duduk di kursi dengan meja berpayung. Nino dan 3 curut melongo melihat penampilanku. Omen bahkan bersiul menyebalkan.

"Bisa juga jadi cewe, anjir cantik banget" kata Obi baru berkedip. Aku merona, belum liat aja kalo aku buka jacket seragamku. Seragam cheers kami memang warnanya ngetjreng banget, kuning pisang dan ungu terong. Kontras banget.

"Makasih udah mau datang" kataku.

"Slow, kapan tampilnya?" tanya Omen bangkit menghampiriku.

"Bentar lagi kali" kataku mengangkat bahu. Nino dan yang lain mendekat ke arahku.

"Semangat Okey!" kata Roland sambil memelukku.

"Thank's" kataku. Akhirnya Obi dan Omen juga memelukku bergantian. Tiba saat Nino memelukku, "Jangan grogi" katanya. Aku mengangguk. "Ini terakhir ya gue liat elo pakai baju kaya gini" bisik Nino sambil mencengkeram bahuku. Aku meringis.

"Yuk kita cari tempat buat nonton" ajak Obi berlalu mendahului yang lain. Aku menghela nafas. Kayanya aku dalam bahaya nih. Aku bergegas ke backstage untuk warming up.

Akhirnya kami dapat giliran tampil. Aku menyapu pandangan sekeliling dan mendapati Nino Cs ada di barisan cukup depan. MC memanggil nama sekolahku. Kami bersiap. Lagu 'Shape of you,ed sheeren' terdengar. Aku dan Sinta keluar ke arah penonton. Tidak ada panggung. Kami ngedance di jalanan yang di batasi dengan tali pembatas. Aku dan Sinta berdua, melakukan dance monolog. Aku dan Sinta meliuk dengan koreo yang cukup seksi. Terlihat barisan penonton yang mulai meringsek ke depan. Aku dan Sinta makin semangat karena sorak sorai penonton. Cuma Nino yang masang muka bete. 3 curut malah udah ikut berjoget.

Lagu berganti dengan music 'Prodigy' yang fi mix beberapa lagu. Formasi cheers sekarang keluar secara utuh. Aku dan Sinta mundur kr belakang sekarang. Berdiri menunggu giliran. Mereka membentuk formasi gerak. Aku dan Sinta mulai ke depan ketika music berganti lagi. Akhirnya formasi piramid di bentuk. Aku dengan lincah naik ke bahu bahu base. Bertumpu pada telapak kaki dan bukan tumit.

Penonton menahan nafas saat aku dengan tenang berdiri di puncak formasi, berdiri selama 5 detik sebelum menjatuhkan tubuhku ke bawah dengan kop roll. Sorak dan tepuk tangan penonton terdengar saat aku mendarat dengan sempurna di matras. Aku lalu mundur dan gantian Sinta yang melakukan aksi membentuk piramid. Aku berdiri di belakang menarik nafas.

Sinta pun berhasil melaksanakan aksinya dan tepuk tangan penonton bergema lagi. Kami akhirnya melakukan koreografi bersama sama dan tetap dengan bloking panggung aku dan Sinta di depan. Aksi terakhir di tutup dengan aksiku menari beberapa gerakan ballet yang aku kuasai dengan mereka mengelilingiku seakan akan aku seperti angsa tiba tiba muncul di tengah lingkaran.

Dan berakhirlah aksi pertunjukan kami. Kami berangkulan memanjang lalu menunduk sebelum berlalu ke belakang. Penonton memberikan standing applous pada penampilan kami. Semoga kami mendapat juara.

"Gilak keren banget lo Queen" jerit Obi ketika aku tiba di meja mereka lagi.

"Thank" kataku sambil duduk di sebelah Nino.

Aku sudah berganti baju, perlombaan juga sedang break makan siang. Nino dan the curut juga sedang makan saat aku mendekat. Nino tetap makan.

"Kok elo bisa kop roll gitu sih?" tanya Omen.

"Bisalah, kafiran kalo dengkul sampe bonyok tapi tetap ga bisa kop roll" celetuk Nino cuek tetap makan. Aku deg deg an juga dengan sikap cuek Nino. Biasanya kalo dia dalam mode cuek berarti dia marah. Aku hanya menghela nafas pasrah.

"Queen elo sama Sinta emang icon sekolah ya, sama sama cantik tapi beda versi. Sinta cantik citra rasa lokal, elo cantik rasa import" kata Omen.

"Milih mana dong lo?" tanya Roland.

"Bingung sih" kata Omen.

"Gue pilih Queen, Sinta cakep doang tapi bego. Masa di tanya 2 pangkat 3 dia jawab 6" keluh Obi.

"Emang berapa Bi?" tanya Nino.

"Gue juga ga tau sih, tapi pas Sinta di tanya pa Saragih soal itu anak anak pada ketawa dengar jawaban dia. Jadi gue pikir dia salah" jawab Obi.

Kami semua ngakak. Tapi benar Obi sih, Sinta emang cantik, semua juga ngakuin. Tapi sayang dia telmi. Udah pada tau soal itu mah. Sinta itu jago soal fashion doang sama gaul. Dia kan salah satu trendsetter sekolah.

Kami menyelesaikan makan siang kami sambil bercanda gurau. Tapi Nino tetap dengan mode jutek, bikin kesal ga sih. 3 curut memilih berenang di laut Ancol sementara aku dan Nino milih duduk di pasir pantai sambil melihat mereka berenang.

"Masih marah ya Ino nya Noni?" godaku. Nino berhenti tertawa.

"Jangan ngambek dong, minta maaf deh" kataku sambil mengacungkan jari kelingkingku. Nino hanya menghela nafas. Aku menurunkan jari kelingkingku lalu diam sambil mencoret coret pasir basah dengan telunjukku.

"Elo ga tau sih keselnya gue liat cowo cowo pada liatin elo pake komuk sange. Rasanya mau gue tamparin satu satu. Elo tuh terlalu mahal buat joget joget erotis kaya tadi" keluh Nino masih menatap ke depan. Aku menatapnya dari samping. Inilah Nino ku, "Maaf" desisku pelan.

"Nafas gue juga ampir lepas pas elo kop roll tadi. Astaga Non, baru semalem gue obatin tuh luka memar, ga bisa gue bayangin seandainya elo gagal ngelakuin kop roll tadi" kata Nino sambil menggosok wajahnya kasar. Aku merangkul lengan Nino, "Maaf No, gue mesti apa biar elo maafin gue?" tanyaku.

"Ga ada!" jawabnya gusar.

"Pasti ada lah No" jawabku. Nino menatapku, "Gue tau elo punya basic ballet, badan lo aja lebih lentur di banding anak lain. Gue tau elo bisa ngelakuin banyak gerakan yang ngandelin kelenturan badan lo. Sampai situnya ga masalah. Tapi cheers itu terlalu gimana ya ... gue tuh terlanjur mikir anak anak cheers pasti ngelakuin banyak hal ga benar, cuma supaya mereka terkenal di sekolah. Gue ga mau elo jadi bagian dari mereka yang ngebet banget beken. Non, elo ga perlu keliatan menonjol karena elo punya ciri khas sendiri buat bikin diri elo di kenal" cerocos Nino.

Aku menatap balik ke arah Nino.

"Ga percaya?" tanya Nino seperti membaca pikiranku.

"Sekarang berapa kali elo di tawarin jadi artis sinetron, atau bintang iklan, atau model, pas kita jalan berdua ke mall? Trus siapa yang paling banyak dapat salam di mading sekolah? Berapa juta follower elo di medsos? Trus tadi kenapa yang nonton langsung pada ngeringsek ke depan pas elo tampil? Sinta cakep, tapi cakep biasa. Banyak yang cakep kaya Sinta. Tapi ga ada yang cantik kaya elo, Non. Jarang" lanjut Nino.

Aku diam mendengarkan sambil menyender ke bahu Nino.

"Tanpa sadar elo tuh beken di sekolah, bukan karena elo dekat sama gue. Tapi karena emang diri elo yang punya aura gitu. Elo cantik, elo juga pinter. Jarang cewe punya dua duanya. Pribadi elo juga humble. Gue sering banget dengar nama elo di sebut cowo cowo kalo lagi pada nyimeng di kantin, atau kalo lagi ngobrol soal cewe cewe cakep di sekolah. Elo selalu di sebut Non, elo gambaran kecantikan cewe versi pikiran mereka" narasi Nino masih berlanjut.

Aku cuma bisa mendengarkan kalo Nino sudah bicara tanpa henti gini. Bukan pilihan baik kalo aku menyela.

"Kita pernah ngomongin ini, elo bilang elo bakal berenti tapi elo tetap jalanin. Jadi gue bilang kali ini ga ada yang bisa elo lakuin biar gue ga marah lagi" kata Nino tenang. Aku yang sekarang panik.

"Ya udah kalo elo ga mau maafin, gue balik ke anak anak cheers aja" kataku bangkit berlalu.

"Dasar cewe, makin di bilangin makin ngambek bukan mikir" keluh Nino sambil menarik lenganku.

Aku diam dan mulai menangis.

"Astaga Non, kalian tuh jadi cewe ga bisa ya selesaiin masalah ga pake nangis? Sini gue peluk!" kata Nino menarikku dalam pelukannya.

"Mana ada orang di marahin ketawa, udah dengkul gue nyut nyutan bukan di obatin lagi malah di omelin" kataku di antara isakan tangisku. Nino ngakak sambil terus menciumi pucuk kepalaku, "Ya udah ayo kita obatin" katanya menuntunku duduk di pasir yang kering.

Aku duduk di pasir sambil menyelonjorkan kakiku. Celana pendek selututku di gulung Nino sampai sebatas paha. Dia juga membuka dekerku.

"Susah pake celana gini sih lo" keluh Nino.

"Trus gue mesti pake celana semalam, niat aja gue di perkosa berjamaah" kataku kesal. Nino ngakak, "Orang baru punya niat, udah gue duluan yang perkosa elo bolak balik" kata Nino sambil mengoleskan gel di lututku setelah mengambilnya di tasku. Aku mendorong bahunya pelan.

"Udah Non, jangan nakal lagi, elo yang mode anteng aja gue kerepotan jagain nya.Apalagi elo yang ga nurut, kerja keras gue jagain elo" selesai juga Nino mengobati lututku. Aku mengangguk, Nino mengecup pipiku, "Jangan nangis lagi, udah gue maafin. Tapi janji kalo gue bilangin nurut. Janji?" kata Nino sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

"Janji" kataku sambio mengaitkan jari kelingkingku pada jari Nino.