Didalam mobil yang baru keluar dari lingkungan kampus AXA, ada sepasang kekasih yang sedang beradu mulut.
"harusnya kau bisa menunggu, aku akan bicara dengan ayahku". ucap pria itu setengah berteriak.
"apa?? menunggumu?? berapa lama lagi aku harus menunggumu?" balas wanita itu semakin emosi.
"kau hanya harus menunggu beberapa saat lagi, saat aku sudah bisa menyelesaikan tugas dari ayahku, dia akan merestui kita" ucap lelaki itu dengan wajah sedikit iba dihadapan kekasihnya.
"tugas apa lagi? bukankah sudah banyak tugas yang kau selesaikan?" tanya wanita itu masih dengan nada emosi. Ya memang benar sudah banyak tugas dan tantangan yang diberikan ayahnya kepadanya dan semua sudah berhasil. Tapi lagi-lagi ayahnya memberikan tugas baru tanpa memberikan restu.
Belum sempat menjawab, wanita itu bertanya lagi "sebenarnya wanita seperti apa yang diinginkan oleh keluargamu? atau jangan-jangan kau tidak pernah berusaha meyakinkan keluargamu?" tanya wanita itu setengah mengintimidasi.
"apa kau tidak percaya padaku? sudah berapa lama kau mengenalku?" tanya lelaki itu lagi, kesabarannya hampir habis.
"aku tidak yakin kau sama dengan yang kukenal" suara wanita itu melemah dan air matanya mulai menetes.
Melihat kekasihnya menangis, dia menghentikan mobilnya di bahu jalan.
"aku mohon jangan menangis, aku tau aku salah. Aku tidak memiliki kekuatan untuk melawan keluargaku, terlebih ayahku. aku hanya bisa melawan mereka dengan membuktikan kemampuanku menyelesaikan setiap tantangan dari mereka" ucapnya sambil menggenggam tangan kekasihnya.
"cukupp..." ucap wanita itu dengan lembut dan melepaskan tangannya dari genggaman lelaki itu.
"cukup... aku sudah tau, dan sekarang aku yakin satu hal, kau hanya tidak mencintaiku." ucapnya dan keluar dari mobil. Wanita itu langsung menghentikan taksi dan menaikinya.
Tanpa sempat berkata-kata lelaki itu telah kehilangan kekasihnya dari pandangan matanya. Dia keluar dari mobilnya, duduk di pinggir jalan dan merenung.
"Sebenarnya aku sangat menyayangimu, aku sungguh ingin menikahimu. Tetapi mengapa kamu tidak memberikan aku kesempatan?" ucapnya sambil melihat kearah taksi yang berlalu semakin jauh.
Dia tidak tau harus berbuat apa lagi, dia hanya bisa kembali kerumahnya dan memikirkan langkah apa yang harus ia ambil untuk melanjutkan hubunganya dengan kekasihnya.
***
Setibanya dirumah, Yeon membuka pintu dengan hati-hati agar ibunya tidak tau kalau dia sudah dirumah.
"aku tau kau sudah tiba, kau tidak sepintar itu Lee Yeon Ha... suara napasmu terdengar sampai ke lantai dua" sapa ibunya yang sudah hapal kebiasaan putrinya.
"ohh.. nyonya Kim, aku hanya ingin memberikanmu sedikit kejutan" balas Yeon tidak mau kalah dari ibunya.
Dari kebiasaannya, ibunya sudah tau ada sesuatu yang terjadi setiap kali putri semata wayangnya bertingkah seperti itu.
"apa yang terjadi? siapa yang mengambil uang kuliahmu?", tanya ibunya dengan santai, karena kejadian serupa sudah sering terjadi sejak Yeon duduk di bangku menengah pertama. Dia akan sering kehilangan uang buku, uang sekolah, bahkan uang untuk membeli jepit rambutnya.
"heeiii nyonya Kim... aku salut dengan ilmu cenayangmu. Tapi kali ini kau salah nyonya Kim" jawab Yeon dengan keinginan berdalih agar ibunya tidak khawatir.
"Yaa, begitulah jika sering mengasahnya. apa ada yang terluka?" tanya ibunya lagi, masih dengan santai sambil memandangi putrinya yang duduk di kursi meja makan.
"ibu tanganku hanya sedikit tergores, aku terjatuh di aspal, karena menabrak seseorang yang sedang parkir di bahu jalan, sepedaku juga terluka ibu tapi tidak ada darahnya." Yeon menjawab dengan polosnya dan terkejut sendiri ketika menyadari dia telah mengatakan semuanya pada ibunya.
Ibunya langsung menghampirinya dan melihat keadaannya, bergegas mengambil kotak P3K dan mulai mengobati tangan putrinya.
"ibu hanya tergores sedikit, apa kita perlu ke rumah sakit?" ucap Yeon dengan nada bercanda.
"jika ayahmu mengetahuinya, bukan hanya sepedamu yang akan digantung, kau juga akan digantung." jawab ibunya sambil memukul pelan kepala Yeon.
"ibuuuu... haruskah kau memukulku disaat terluka?" rengek Yeon.
Ibunya tersenyum dan mereka tertawa dengan kekonyolan Yeon.
Mereka tiba-tiba berhenti tertawa ketika gerbang rumah mereka terbuka dan mobil ayah Yeon masuk garasi.
Ibunya dengan sigap menyimpan dan membereskan kotak P3K, dan dengan kompak mereka melakukan kesibukan masing-masing.
Ayahnya membuka pintu dengan pelan-pelan hampir tidak bersuara.
"kami sudah tau" ucap Yeon dan ibunya secara bersamaan.
"aku hanya ingin membuat kejutan" ucap tuan Lee dengan sedikit kecewa karena sudah ketahuan.
"kau dan putrimu sama saja...
semoga kau tidak melakukan kesalahan yang sama dengan putrimu tuan Lee..." jawab ibu Yeon sedikit mengejek suaminya.
"aigooo... apakah Yeon kita kehilangan uang kuliahnya? haruskah aku menemukan siapa yang mengambilnya?" tanya tuan Lee sambil melihat kearah Yeon dan ibunya secara bergantian.
"tenang saja ayah, feelingku berkata aku akan mendapatkannya kembali." jawab Yeon dengan yakin. Dia sendiri heran darimana muncul keyakinan itu.
"ibu akan mengantarmu besok kekampus dan membayar uang kuliahmu, selebihnya terserah padamu" ucap ibunya.
"ibu aku bisa melakukannya sendiri" jawab Yeon tidak ingin diantar kekampus oleh ibunya. dia akan malu ketika teman-temannya mengetahuinya.
"dengarkan saja ibumu, dan ujian dengan benar minggu depan" jawab tuan Lee. Jawaban tuan Lee menandakan tidak ada bantahan lagi.
***
Bersambung