---
Mereka berdua sangat menikmati waktu yang jarang sekali bisa mereka dapatkan, bukan mereka, melainkan waktu yang jarang sekali bisa Bryant dapatkan. Karena sebenarnya dia tahu posisi dia sekarang bukanlah siapa-siapa untuk Vino.
Aku sangat bahagia hari ini bisa keluar dan jalan bareng bersama nya, bisa mengajaknya dengan seperti ini saja sudah membuat ku sangat bahagia. Andai saja aku benar-benar bisa mendapatkan Vino seutuhnya.
Pasti aku akan menjadi orang yang sangat beruntung di Dunia ini.
Tapi aku sadar disisi lain, pasti dia juga masih memikirkan masalahnya dengan Daniel. Meskipun bibirnya tak berucap tapi aku paham dengan tingkah lakunya.
Dan di sisi lain lagi, kedekatannya Vino dengan kakaknya membuat aku bertanya-tanya, namun aku harus bisa berpikir positif akan hal itu.
Tapi sudahlah aku gak mau memikirkan hal itu semua, yang penting sekarang aku bisa bersama dengannya itu sudah cukup bagiku.
Meskipun ini tidak berlangsung lama, namun dengan seperti ini aku bisa merasakan lebih dekat dengan orang yang aku sukai.
Asal kamu tahu Vin bahwa aku telah menyukai mu sejak dari pertama kali aku melihatmu. Andaikan saja kamu tahu akan hal itu.
Gumam Bryant.
Lain lagi dengan apa yang dirasakan oleh Vino, tumben dia terlihat bebas dan tidak ada beban sama sekali, karena satu-satunya pelampiasan pikiran olehnya adalah dengan melihat sesuatu hal yang indah dari tempat yang tinggi.
Selama di atas awan melihat pemandangan bersama, mereka layaknya pasangan yang baru saja jadian, ngobrol bareng dan bercanda pun bisa di lakukan saat terbang bersama.
Namun ada sesuatu hal yang tidak disangka terjadi.
"Vin are you okay?" Tanya Bryant langsung pada saat melihat mata Vino yang merah dan mulai diam sejak tiga menit lalu.
"Hmmm aku gak tau, kepalaku tiba-tiba pusing!" Jawab Vino lemas dengan tatapan mata yang sayu.
Detik itu juga Bryant langsung mengontrol parasut nya untuk segera turun di tempat penurunan yang sudah di siapkan di bawah bukit.
Dengan sigap Bryant langsung menukik memotong jalur yang seharusnya turun kisaran waktu 10 menit, Bryant memotong nya menjadi hanya 5 menit.
"Vin... Vin... Sadar Vin!"
Bryant mulai tidak fokus pada saat melihat Vino yang bersandar di dadanya itu tanpa membuka mata.
---
Aduh kenapa sih pakai acara pusing segala, tapi kok ini pusingnya beda banget sih. Duh aku kenapa ya, padahal aku udah ndak pernah kayak gini lagi. Tunggu... Aku pernah ngerasain rasa yang seperti ini waktu aku masih sekolah dasar. Benar aku pernah...
Aku mencoba mengingat kejadian tersebut namun samar.
Tunggu aduh Vino ayo mikir kok kamu bisa seperti ini kenapa.
Kepala ku mulai berat sekali dan hanya bisa bersandar di dada Bryant.
"Bryant, sakit!" Dengan tidak sadar aku mengerang dan mengeluh pada Bryant.
"Sadar Vin, tunggu sebentar lagi kita akan sampai di darat, sebentar Vin tahan!" Ujar Bryant dengan nada tinggi dan gemetar.
Aku mengucapkan beberapa patah kata yang tidak terjawab olehnya, mungkin karena derasnya hembusan angin, sehingga apa yang ku katakan tidak terdengar olehnya.
Mataku rasanya sudah sangat berat sekali, sudah sangat sulit untukku membuka mataku dengan lebar, kepala yang pusing ini amat mengganggu.
Pernapasan ku mulai tersengal-sengal.
Astaga aku baru menyadari rasa sakit ini.
Ini adalah rasa sakit yang aku dapatkan ketika aku memakan seafood.
"Aku gak kuat!" Desahku terakhir sebelum akhirnya yang kurasakan hanyalah ringan dan ringan kemudian gelap dan gelap.
***
Bryant yang terlihat sangat khawatir itu langsung mengambil jalur menukik dengan tajam dan akhirnya mendarat dengan selamat di tempat yang seharusnya.
Dengan sigap dia langsung mencopot harness yang masih menempel di tubuhnya itu kemudian mencopot harness milik Vino.
"VINO... VINO... PLEASE VIN SADAR!"
teriakkan Bryant begitu keras hingga akhirnya petugas paralayang yang sudah standby di pendaratan itu langsung bergegas menuju ke arah dimana Bryant mencoba menyadarkan Vino yang sekarang tergeletak lemas di pelukan nya.
"Help! Anyone Help!" Teriak Bryant melirih di sertai air mata yang keluar bercucuran darinya itu tak sanggup di tahan olehnya.
"Waduh Mas ini rasanya saya check, karena sebuah alergi. Alergi nya kambuh ini dan harus segera di bawa ke rumah sakit mas!" Ujar Petugas paralayang yang sedang mengecheck keadaan Vino.
Detik itu juga Bryant langsung mengangkat Vino yang terkulai lemas itu menuju ke Rumah Sakit.
"Vin please sadar Vin!"
Bisik Bryant sambil mengecup kening Vino beberapa kali.
Kekhawatiran yang dirasakan oleh Bryant begitu terlihat tidak mungkin dia sampai mengeluarkan air mata kalau bukan karena orang yang dia sayangi.
Bryant yang berlari dengan cepat membopong Vino itu menuju ke arah di mana mobil yang sudah di siapkan dari pihak medis petugas paralayang.
"Open the door!" Ujar Bryant kepada petugas paralayang dan kemudian memasukkan Vino ke dalam mobil.
Seketika itu pula mobil langsung berangkat menuju ke rumah sakit terdekat.
"Vin please sadar Vin!" Bisikan Bryant terus menerus dia ucapkan sambil memeluk erat Vino yang berada di pangkuannya.
Nafas Vino yang sebelumnya masih agak normal sekarang mulai tersengal-sengal dengan cepat.
"Ini bagaimana dia kejang-kejang seperti kekurangan oksigen!" Ujar Bryant khawatir kepada petugas paralayang.
"Mas karena di mobil tidak ada oksigen, mas tolong anda kasih nafas buatan mas karena sebentar lagi akan sampai rumah sakit tapi karena ini agak macet takutnya nanti tidak bisa bertahan sampai di rumah sakit mas!" Ujar Petugas paralayang.
---
Deg
Aku yang mendengar itu langsung terpaku dan terdiam sejenak sambil memandangi wajah Vino yang mulai pucat membiru di pangkuanku.
Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus membantu nya dengan Nafas buatan?
Tapi apakah dia akan mengizinkan nya!
Aduh aku terlalu lama berpikir akan hal ini.
Bryant please you can do it okay!
Dengan cepat tanpa pikir panjang lagi aku langsung membuka mulutnya, memencet hidungnya, dan langsung aku ambil nafas panjang kemudian aku saluran kepada Vino.
Dengan tidak sengaja bibir kami bersentuhan, nafasku memburu dan yang aku pikirkan saat ini hanyalah
Aku minta kamu sadar Vin!
Aku melakukan nya beberapa kali, namun nafas Vino tidak kunjung membaik.
Aku yang sudah mulai bingung tidak bisa memikirkan yang lainnya kecuali keselamatan Vino saat ini.
Aku menekan dada Vino beberapa kali dan kemudian memberinya nafas kembali melewati mulutnya.
Uhukk uhukk
Dan akhirnya dia terbatuk yang membuat ku legas sesaat.
"Vin are you okay!" Tanya ku dengan khawatir.
"Bryant... Thanks!" Jawabnya dengan lemas
Tak lama setelah Vino tersadar, mobil sudah sampai di depan rumah sakit. Dan tim medis pun langsung sigap menangani.
Bryant hanya bisa terdiam pada saat melihat Vino di ambil dari pangkuannya dan di bawa oleh tim medis menggunakan bed pasien menuju ke UGD.
Bryant berjalan dengan cepat searah dengan Bed pasien yang berada di sebelahnya sambil memegangi tangan Vino yang sudah dingin sekali.
"Vin please..!" Ujar Bryant merintih
"Dengan siapa? Apakah anda keluarga nya?" Tanya suster yang akan mengurusi data Vino.
"Ahh saya teman nya Sus!" Sembari mengambil HP yang berada di saku Vino.
"Saya akan telfon Keluarga nya dulu!" Tambah Bryant sambil membuka kontak HP Vino.
"Baik, saya tunggu ya. Karena setelah data di proses maka akan saya berikan ke dokter langsung" ujar suster.
"Baik!" Jawab Bryant singkat dan kemudian mencari kontak yang bisa di hubungi.
Aduh namanya kakaknya si Vino siapa ya?. Gumam Bryant.
"Ahh iya Tristan!"
Seketika itu juga Bryant langsung memanggil nomor atas nama Tristan.
Bryant terdiam saat melihat nama Tristan di kontak HP milik Vino.
Vino menamai nya dengan nama
"Kak Tristan" Dengan ada emoticon love di bagian akhir.
Namun Bryant tidak memperdulikan hal itu untuk saat ini.
'Telfon berdering'
"Halo, ya kenapa Vin!" Jawab Tristan dengan lembut.
"Hmm ini bukan Vino, ini Bryant!"
"Hah? Lah kenapa HP nya bisa di elu!"
"Nanti aku jelaskan yang penting aku mau memberikan info kalau Vino di Rumah sakit sekarang! Tolong cepat kesini!"
"APA!!!!" Jawab Tristan kaget.
.
.
.