Pelajaran olahraga pun berlangsung pada saat bel berikutnya berbunyi.
"Want to join?" (Mau ikut?) Kutawarkan pada anak yang duduk di sebelahku sekarang. ya siapa lagi kalau bukan Bryant.
"Yes ofcourse!" (Ya, tentu!) Bryant langsung bangkit berdiri sambil merangkul pundakku.
Sumpah mimpi apa gue semalem dirangkul sama bule pagi-pagi gini. Memang sudah banyak percakapan yang aku buat bersama dengannya, namun ya biasa aku masih canggung gitu orangnya.
Pada saat berada di lorong kelas, ramenya bukan main pada saat aku dan Bryant berjalan perlahan menuju ke lapangan basket. Semua teriakan dan sorakan seolah menyambut kami berdua melalui kerumunan itu.
Banyak yang dari mereka langsung foto dan mencuri-curi foto untuk di buat feed di Instagramnya. Memang ya anak jaman sekarang kalau gak di posting di sosmed maka gak keren.
"Finally, huhh!" (Akhirnya) aku mendesah capek pada saat sudah sampai di lapangan. Belum olahraga namun kerasa udah capek duluan gara-gara kerumunan para fans gak jelas.
"I think, I'm watching first!" (Aku rasa, aku melihat terlebih dahulu) seru Bryant sambil berjalan perlahan menuju ke tempat duduk di pinggiran lapangan basket.
"Okay!" jawabku singkat dan langsung bergegas menuju ke tengah lapangan untuk bergabung dengan yang lainnya.
"Vino maju depan sini, pimpin pemanasan!" baru saja aku mencoba untuk menyembunyikan diri dengan tenang, eh Mr. Joko sudah memanggilku untuk memimpin pemanasan.
"Vino!!!"
"Ah Iya Mister!" aku segera lari menuju ke depan barisan, dari pada cari masalah dan dapat kelas tambahan mendingan aku turuti saja apa yang Mr. Joko mau.
"Ayo hitung dari ujung kiri ya, Yok mulai!" ku memulai pemanasan dengan tangan terlebih dahulu. Dan meminta anak dari ujung kiri untuk memandu hitungan, dsn begitu seterusnya.
Olahraga kali ini begitu melelahkan, aku langsung bergegas untuk duduk di samping Bryant. Aku melihatnya dari jauh menyambutku dengan pandangan yang tak kunjung putus dari melihatku. Aku memalingkan wajah untuk menghindari pandangannya.
"Bagaimana latihannya!" tanyanya pelan.
"Good, everything is going well!" (Baik, semuanya berjalan dengan lancar!) jawabku sambil mencoba mengatur desah nafas yang tak kunjung beraturan.
Aku kaget pada saat seutas handuk kecil mengelap keningku yang penuh dengan keringat.
"Kamu sangat berkeringat!" ucapnya sambil mengelap keringat di keningku. Waktu berasa membeku dengan cepat. Aku hanya diam pada saat dia melakukan hal itu kepadaku. Dan saat itu juga aku langsung tersadar dan memalingkan wajah darinya.
"Kenapa? aku hanya ingin membantu!" serunya pelan.
"Ahh Gak papa! aku ke toilet bentar ya!" aku langsung bergegas menuju ke toilet. Bukan karena aku ingin ke toilet, namun karena untuk menghindarinya. Karena aku merasakan aneh saja dengan sikapnya yang terlalu perhatian itu. Ataukah memang kalau dia di Australia seperti itu? apakah itu hal yang biasa? karena kalau di Indonesia ini bukanlah menjadi hal biasa terlebih kalau di depan umum.
Aku diam membeku di samping toilet sambil memikirkan hal yang gak lazim aku pikirkan. Aduh Vino udahlah jangan terlalu di pikirkan, orang bule mah kebanyak seperti itu. Sukanya memberikan perhatian lebih, agar kita baper gitu?
Detik yang sama pula, aku langsung teringat dengan Kak Tristan. Karena toilet dekat dengan parkiran, akhirnya aku memutuskan untuk menuju ke gerbang depan sekolah, siapa tahu ada kak Tristan disana.
Ingat, sekolah kami berhadapan.
Pada saat aku keluar dari gerbang, aku melihat sekeliling untuk mencari kak Tristan. Dan pandanganku terhenti pada antrian anak-anak yang beli cilok di depan gerbang.
Tumben banget kak Tristan beli cilok, dia kan gak suka cilok.
Dari pada penasaran aku langsung bergegas mendekatinya.
"Tumben beli cilok!" aku berbisik di samping telinganya. Terlihat sekali ekspresi dia yang kaget karenaku.
"Aishh kayak setan aja lo Vin!!!" seru kak Tristan sambil memberikan ekspresi wajah yang jutek ala dia.
"Pertanyaanku belum di jawab nih... Tumben banget beli cilok!" ku tanyakan kembali sambil menggoda kak Tristan.
"Aduh bukan urusan lo kali, serah gue dong!" jawabnya sewot.
ya elah ni orang, gue niat baik malah di cuekin.
"Oh ok!" aku langsung membalikkan badan dan bergegas meninggalkannya.
"Eh setan tunggu!" aku berhenti pada saat kak Tristan memegangi kerah bagian belakangku.
"Apa lagi sih!" seruku jengkel.
"Nih buat lo, setan kecil!" sambil menyodorkan bungkusan cilok yang dia pesan tadi ke hadapanku.
Aku masih diam dan sok jual mahal didepannya.
"Mau gak?" sambil menenteng bungkusan cilok itu di depan wajahku.
Tanpa banyak omong aku langsung merebut bungkusan cilok itu dari tanganya dan langsung berlari masuk ke dalam sekolahan.
"Eh Dasar lo ya, jangan lupa nanti pulang jangan telat!" serunya dari kejauhan. Aku hanya memberikan jempol kepadanya sambil berlari, ya mengisyaratkan bahwa artinya "Ya".
Aku langsung menuju ke lapangan basket, berharap Bryant masih berada disana. Namun setelah aku sampai di lapangan, dia sudah tidak ada. Mungkin dia sudah kembali ke kelas.
Aku langsung berjalan cepat menuju ke kelas.
Harusnya hari ini adalah jam kosong, karena setelah pelajaran olahraga pasti kelasku kosong, karena guru yang harusnya mengajar tidak bisa hadir di karenakan sakit.
Saat aku masuk ke dalam kelas, aku melihat sebuah kerumunan berada di kelas bagian pojok. Bukannya itu dimana aku duduk, kok rame banget. Aku mendekat dan yang benar saja, mereka ramai karena meminta foto dan selfie bareng bersama dengan Bryant. Bukan hanya cewek, melainkan cowok ganjen pun ikut mengantri untuk mendapatkan foto dengan Bryant.
Ternyata Bryant menyadari kehadiranku, tak lama setelah aku berjalan menuju ke kursiku dia langsung meminta anak-anak yang pada ngantri itu untuk bubar, dan ajaibnya tidak perlu menggunakan tenaga kuda, mereka langsung bubar dengan cepat. Bak di sihir oleh Bryant, semuanya jadi kayak robot gitu.
Aku duduk diam di kursiku.
"Hai, Where are you been?" (Hai, darimana saja kamu?) tanyanya lembut kepadaku.
"Just bought some Cilok, this name is cilok!' (Hanya membeli bungkusan Cilok, ini namanya cilok!) sambil ku angkat bungkusan cilok itu di hadapannya. Kelihatannya dia penasaran dengan rasanya.
"You want some?" (Kamu mau coba?) tanyaku lirih padanya, mungkin dia mau nyoba.
"Ummm okay I'll try!" (Okay aku akan coba!) mengambil tusukan dan menusuk beberapa cilok yang ada di bungkusan yang aku pegang.
Dia mengunyahnya dengan ekspresi aneh, namun dia makan..
"It's Delicious!" (Ini enak sekali!) serunya sambil memadang kearahku.
Aku pengen ketawa sebenarnya karena melihat ekspresinya yang kayak gak pernah makan-makanan Indo, lucu aja hahaha. Tapi aku mencoba menahannya.
Kringgggg
Bel pulang pun berkumandang, aku langsung membereskan tasku dan beranjak untuk pulang, pasti kak Tristan sudah menunggu di depan gerbang.
Tanpa ku meminta Bryant tiba-tiba membuntutiku, dia hanya tersenyum sambil jalan di sampingku.
Aku membalasnya dengan senyuman manis dariku.
Sampai di gerbang, aku langsung menghampiri kak Tristan yang sudah menungguku...
"Hai kak, udah nunggu lama?" tanyaku sambil berdiri di sampingnya.
"Belum sih," jawabnya lembut, dia agak kaget pada saat melihatku dan ternyata disebelahku sudah ada cowok bule ganteng.
"Siapa?" tanyanya sewot, aku kaget dengan ekspresinya kak Tristan yang langsung berubah drastis ketika melihat Bryant di sampingku.
"Ini namanya Bryant anak baru dari Australia!" ku kenalkan Bryant ke kak Tristan.
"Bryant!" tampak Bryant mengulurkan tangannya kepada kak Tristan.
"Ayo Cepet buruan, pulang!" Seru kak Tristan tanpa menyalami jabatan dari Bryant.
Aku langsung bergegas naik motor dan memberikan isyarat kepada Bryant bahwa "Minta maaf ya atas kelakuan kakaku!". Dia hanya menganggukkan kepalanya pelan dan tersenyum kepadaku.
Ada apa coba dengan kak Tristan.
.
.
.