---
"Kak Tristan!"
Dengan cepat aku langsung menoleh ke arah dimana suara itu berasal.
"Eh dimana sih lu, tolong ambilin handuk di kamar kaka dong!" ujarnya dari balik pintu yang terbuka hanya sedikit itu.
Sumpah demi apapun, nyawa gue terselamatkan... Untung aja kak Tristan gak lihat apa yang aku barusan lakuin dengan gak sadar dengan bocah bule satu ini.
"Ahh iya siap!" dengan cepat aku langsung berdiri dan bergegas menuju ke kamar kak Tristan.
Sebelum aku menuju kamar kak Tristan aku hanya bisa memandang dingin ke arah Bryant yang sekarang dengan perlahan duduk kembali ke tempat duduknya.
Tanpa sepatah kata, aku meninggalkan Bryant dan menuju ke kamar kak Tristan.
Sumpah, apa yang barusan gue lakuin coba. Kenapa sih loh Vin gak bisa kontrol tuh perasaan gak jelas yang elo ikutin aja.
Ku sandarkan diriku ke pintu kamar kak Tristan sambil memegangi handuk yang hendak aku berikan ke kak Tristan.
Please Vino, kamu harus kontrol, kontrol, kontrol.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan ku keluarkan secara perlahan, ok aku siap.
Dengan segera aku langsung keluar dari kamar kak Tristan dan menuju ke kamarku.
Aku melirik ke arah Bryant yang dia senyum-senyum sendiri dengan pandangan kosong ke arah piring yang ada di depannya.
Njir nih orang jangan-jangan mikir mesum lagi!.
"Vin! Berapa lama lagi sih!" ujar kak Tristan dari balik pintu.
"His ini lo, sabar napa orang juga lagi jalan!" ujarku jengkel padanya sambil melemparkan handuk ke arah mukanya, pada saat dia membuka pintu agak lebar.
"Hiss awas lo ya!" serunya dan kemudian menutup pintu.
Aku langsung berbalik dan berjalan dengan pelan menuju ke arah ruang makan.
Dimana di sana masih terpampang bocah bule itu yang masih belum selesai melamunkan hal yang pastinya tentang kejadian barusan.
Dengan segera aku langsung berdiri di sebelahnya dan menjewer telinganya.
"Awww!"
"Eh denger ya, anggap aja semua yang barusan terjadi, gak pernah terjadi... Dan please gak usah bilang-bilang ke siapapun atau kamu bikin alarm atau tanda penting pengingat buat hari ini, please itu tadi anggap saja gak pernah terjadi ok!" seruku dengan cepat dan kemudian kembali duduk di kursiku.
Dia hanya diam melihatku dan menelan ludah dengan sulit dan kemudian meminum segelas air putih yang berada di sebelah tangan kanannya.
Tiba-tiba dia langsung melihat ke arahku tersenyum sambil memberikan kode "Okay" pada jemari tangannya dan mengedipkan salah satu matanya ke arahku.
Ih sumpah jijik gue.
"Bryant!" ujarku sambil memberikan ekspresi yang gak jelas pastinya.
Dia pun malah menimpaliku dengan senyuman manisnya, ya elah ni orang gak ada takutnya apa aku barusan berikan sebuah peringatan buat dia. Huh biar wes.
Aku langsung melanjutkan makan malamku sambil masih terpikirkan hal yang barusan terjadi, karena rasanya bayangan itu gak cepet ilang dari pikiranku. Astaga gimana sih kok gak ilang-ilang muka dia dari otak gue.
Hm semoga kak Tristan beneran gak lihat kejadian yang tadi, aku takut kalau dia tahu pasti dia akan sangat marah sama aku dan tentunya sakit hati dengan apa yang aku tidak sengaja lakukan barusan.
Brakk
Aku langsung menoleh ke arah belakang pada saat mendengar suara pintu itu tertutup dari kamarku.
Dan yang benar saja, dia keluar dari kamarku hanya memakai handuk putih yang aku berikan tadi dengan PD nya dia berjalan sambil bersiul.
Dan pada detik yang sama juga, Bryant juga melihat kakaku berjalan dengan santai sambil bersiul.
"Wow, kakak mu hot juga ya!" ujarnya yang langsung membelalakkan mata kepadanya.
"His!"
"Hei, am joking you know! Aku lo hanya bercanda, yang lebih hot ya kamu lah!" seru Bryant sambil tertawa.
Rasanya malam itu menjadi malam yang paling bersejarah bagi Vino, karena dia merasakan sebuah rasa yang campur aduk jadi satu dalam waktu yang sama.
Pada saat berjalan dengan santainya itu ternyata Tristan baru menyadari bahwa di ruang makan bukan hanya ada adiknya saja, melainkan ada seseorang yang familiar baginya.
Hm siapa itu? Kok makan malam disini? Gumamnya dalam hati, namun Tristan tidak langsung menemuinya melainkan dia memutuskan untuk memakai baju terlebih dahulu, gak mungkin juga dia mau ke ruang makan dengan keadaan yang dia hanya memakai handuk doang.
Ia pun bergegas menuju ke kamarnya untuk memakai baju.
Siapa sih dia, kok kayak aku kenal ya sama dia, tapi kapan? Batin Tristan sambil mengaca merapikan rambutnya.
Dengan segera dia langsung bergegas menuju ke ruang makan untuk menemuinya dan tentunya juga untuk menikmati makan malamnya.
Dia berjalan dengan cepat dan baru ia sadari bahwa ternyata yang sekarang duduk di depan Vino itu adalah anak bule yang kemaren sempat ia temui di kantin sekolah.
"Eh ada tamu ya!" ujar Tristan.
"Ah iya kak kenalin ini Bryant, dia tadi kesini untuk ngerjain tugas kelompok. Karena dia satu kelompok sama aku!" cetus Vino sambil mempersilahkan kakaknya untuk duduk di samping kirinya.
"Ahh begitu, okay ayo makan!" ujar Tristan dengan ramah.
Dan pada waktu yang sama pula Vino langsung di buat bingung dengan sikap kakaknya yang super aneh itu.
Kok tiba-tiba kak Tristan jadi baik gini sih? Gak seperti biasanya, kemaren aja ketemu sama Bryant, emosinya gak karuan eh ini malah biasa aja. Kok aku malah bingung ya. Batin Vino sambil mengunyah malas makananya.
"So, jadi kamu bisa bahasa Indonesia?" tanya Tristan kepada Bryant.
"Yeah aku bisa, meskipun gak terlalu lancar" seru Bryant.
"Owh begitu, jadi Bisa dong kalau aku ngobrol nya pakai bahasa aja!"
"Yaa tentu!" jawab Bryant sambil tersenyum.
Dan yang tiba-tiba menjadi patung disitu adalah Vino, karena dia hanya bisa diam memandangi dua orang yang sekarang ada di hadapannya itu.
Duh kak Tristan kok aneh gini sih, apa dia tadi beneran gak tahu kejadian tadi? Atau dia sebenarnya tahu, tapi gak ngomong? Aduh gimana nih! Kok aku jadi parno sendiri sih mikirin hal ini.
"Vin, Vin?"
"Ahh iya kak ada apa?" jawabku dengan cepat pada saat aku baru menyadari bahwa rasanya kak Tristan memanggil namaku.
"His, ada apa? Kok ngelamun? Kakak lo tanya sama kamu banyak kali tapi kamu malah diem aja dari tadi liatin makanan! Ada apa?" jelas kak Tristan yang langsung membuatku harus memutar balik otakku untuk menemukan sebuah jawaban dari pertanyaannya.
"Ah gak ada kak, aku cuma kepikiran aja sama tugas kelompok besok" jawabku dengan agak grogi.
"Lah bukanya besok hari libur ya?" sahut kak Tristan.
Nah kan gobloknya gue, sampe gak tahu kalai besok itu adalah hari libur. Nih ketahuan deh kalau aku lagi mikirin gak jelas.
"Ah besok aku mau ngajak Vino untuk tugas kelompok di rumahku!" sahut Bryant langsung memotong pada saat kak Tristan hendak bertanya kembali.
Dan detik itu juga aku melihat ke arah kak Tristan yang ekspresi wajahnya langsung berubah drastis. Dari biasa aja ke ekspresi yang tidak biasa.
Waduh, jangan sampai ada pertumpahan darah setelah ini di meja ruang makan, antar kak Tristan sama Bryant...
Astaga...
.
.
.