Chereads / My Deadly Beautiful Queen / Chapter 45 - Berita Yang Membuat Hati Cemas

Chapter 45 - Berita Yang Membuat Hati Cemas

"Siane tenanglah, aku tidak akan mati. Aku berjanji akan melindungimu" kata Waradana yang berusaha menahan peanag Rendra yang berusaha menusukknya.

"Cukup! Jika kalian terus bertengkar aku akan membunuh wanita ini!" teriak seseorang dengan pedang yang mengerah ke leher Siane.

"Apa kalian gila. Kalian adalah Raja. Apa gunanya memeperebutkan wanita sepertinya? Ia hanya wanita biasa. Bahkan banyak yang lebih baik darinya. Mengapa harus memperebutkannya?"

Dua raja yang bertarung itu segera berhenti.

"Jalan mundur" bisik wanita yang menawan Siane. Entah bagimana, prajurit tidak melihat wanita itu. Mereka tak menyadari kehadirannya. Wanita itu adalah Narawati, putri Raja Tawang sekaligus mantan Permaisuri Kerajaan Artha Pura Kencana.

"Kau!"

"Ya, ini aku. Ayah apa kau gila? Kau melawan Rendra dan melawanku hanya demi mendapatkan wanita ini? Ia bahkan tidak sepadan denganku. Dan kau suamiku, kau hancurkan aku hanya demi mendapatkan wanita yang bahkan tidak jelas asal usunya ini. Aku mau lihat, jika aku membunuhnya apa yang bisa kalian berdua lakukan"

"Berhenti, kau bisa menyakitinya Narawati!" kata Raja Tawang.

Narawati tertawa. "Lihat dua raja yang menyedihkan." Katanya sambil terus berjalan mundur.

"Tidak ada gunanya membunuhku" bisik Siane perlahan pada orang yang menyandranya.

"Tentu ada gunanya. Jika kau mati, aku akan mengusai kerajaan. Lagi pula, keberadaanmu telah membuat banyak orang kehilangan nyawanya."

Dalam keadaan yang masih tidak bisa dipercaya, Redra tiba-tiba menghunuskan pedang dan menusuk jantung Raja Tawang. Raja Tawang yang tidak menyadari hal itu segera tumbang dan tewas seketika.

"Ayah!!!" teriak Narawati.

Siane yang melihat itu tak sadar menutup matanya dan merasa hancur.

"Kau gila, kau bunuh ayahku saat ia tidak siap…." Entah apa yang terjadi, Narawati tergelincir tangga tempa mereka berdiri di ujung. Ia terjatuh dan menggelinding dengan hebat hingga terbentur dan tewas.

Usai sudah. Dua orang itu meninggal dalam waktu yang berdekatan. Semua orang melihat hal itu segera mengehentikan peperangan dan meratap. Rendra sudah menang. Raja Tawang dan Putrinya Narawati tewas mengenaskan. Siane yang melihat merasa lemas dan tak berdaya. Saat Rendra mendekatinya…

"Berhenti" perintah wanita itu.

"Mengapa? Aku sudah menyelamatkanmu" kata Redra.

"Kau tidak menyelamatkan siapapun." Kata Siane dingin. "Pengawal, tangkap Raja Artha Pura dan penjarakan dia dibawah tanah"

"Tidak bisa, kau siapa berani memberi perintah!" kata Arya.

Mendengar hal itu, Siane mengangkat tangan dan menyuruhnya diam.

"Aku adalah Yang Mulia Permaisuri Kerjaan Tawang. Dengan ini aku perintahkan, bawa Raja Rendra dan seluruh pasukan yang tersisisa ke dalam penjara"

Seperti petir di siang bolong, perintah Ratu Tawang membuat semua prajurit bergerak dan membawa Raja beserta pasukannya. Semua yang mengikuti Rendra bingung. Bagaimana tidak? Raja yang mereka ikuti hanya diam dan tidak melawan. Ia tidak melawan sama sekali dan ini membuat para pengikutnya mau tak mau juga mengikuti perintah itu. Mereka menyerah dan dipenjarakan di bawah tanah.

Ming dan Aninda segera bergegas mendekati Siane yang masih terlihat lemas tak berdaya.

"Yang Mulia, bagaimana ini?" kata Aninda.

"Raja Tawang dan Putri tewas. Hanya tinggal anda sendiri" imbuh Ming.

Siane menggeleng dan ia segera meminta orang membereskan semuanya memnyiapkan pemakaman dan memperbaiki semua hal. Ia meminta para tetua untuk berkumpul malam harinya. Hasilya, untuk sementara Siane akan memerintah di kerjaan Tawang sekaligus Artha Pura, mengingat Raja mereka adalah tawanan Permaisuri. Meski Raja mereka memenangkan pertempuran, kenyataan ia tak berdaya melawan permaisuri membuat siapapun setuju, nasib kerajaan ada di tangan Permaisuri.

Berita kemaian Raja Tawang tersebar ke seluruh negeri dan jajahannya. Dalam sekejap, nama Siane menjadi bahan perbincangan.

"Aku tak mengira wanita itulah yang memerintah kita" kata seorang saudagar kaya di kerjaan Tawang.

"Benar, bahkan Raja Artha Pura menjadi tawanan beliau, tentu ia bukan wanita sembarangan" imbuh yang lain.

Semetara di istana Artha Pura, Kartika sang permaisuri memacahkan banyak sekali oranamen pecah belah di istannya.

"Tidak mungkin. Raja menjadi tawanan dan wanita itu menjadi Raja atas Tawang dan Artha Pura saat ini! Aku pasti salah dengar!" teriaknya berkali kali.

Pembawa pesan yang melihat hal ini merasa sedih.

"Kita harus menemukan cara untuk menyelamatkan Raja!"

"Itu tidak mungkin Yang Mulia, Raja Artha Pura sendirilah yang menyerahkan diri pada Yang Mulia Ratu Siane"

"Bodoh! Bodoh! Bodoh" teriak Kartika sembari memecahkan semua hal. Suara barang-barang yang ia pecahkan, sampai ke ketelinga Raja Edward yang berada di kamar tamu.

"Apa ini benar? Wanita itu adalah Raja atas Artha Pura dan Tawang serta jajahannya sekarang?" tanya Edward pada anak buahnya.

"Seperti itulah kenyataannya Yang Mulia Raja Edward"

"Bagus. Ayo bersiap menyapa Ratuku dan kita kesana, bawa juga Kartika. Permaisuri bodoh itu!"

Ke-esokan paginya, seseorang pembawa pesan datang. Ia membacakan pesan dari Baghina Ratu penguasa Kerajaan Tawang dan Artha Pura Kencana, Siane. Bertepatan pembacaan pesan itu, Edward berdiri di depan pintu dan mendengarkannya. Ia meminta penerjemah di sampingnya untuk menerjemahkan isi pesan itu.

"Menarik, ayo masuk dan bergabung dengan permaisuri"

Saat melangkang masuk, Edward dan orang-orang yang ia bawa menarik perhatian semua yang hadir.

"Tidaklah seorang Raja dari Eropa mengerti sopan-santun dalam bertamu?" sindir Kartika dalam bahasa yang Edward mengerti. Menjadi selir dalam waktu yang tidak sebentar membuat wanita ini menguasi beberapa bahasa.

"Yang Mulia, maafkan saya. Saya hanya masuk dan tidak bermaksud mengganggu anda. Saya datang untuk berpamitan. Tapi sepertinya anda sedang sibuk dengan pembawa pesan ini. Jika tidak keberatan, apa saya boleh mendengar pesannya sekali lagi?"

"Lancang!" teriak Kartika. "Sabagai tamu, Raja Edward seharusnya memahami tata cara bertamu yang benar. Mohon tidak ikut campur dengan urusan kami"

"Tidak Yang Mulia, hanya saja. Saya memang ada urusan dengan Siane Yang calon Ratu kami. Jika anda berkenan, saya ingin mendengar pesan ini. Dan siapa tahu, saya bisa membantu"

Penasihat kerjaan mendekati Kartika. Ia membisikkan sesuatu. Selesai mendengarkan nasihat itu, ia mempersilakan pembawa pesan mengulangi pesan yang telah ia bacakan.

"Yang Mulia Raja Tawang mengundang seluruh Raja yang berada di bawah jajahan Tawang untuk berkumpul dua hari lagi. Para Raja diwajibkan tidak membawa pasukan atau berniat memberontak. Setiap pemberontakan akan ditindak tegas dan setiap pelanggaran dan ketidak hadiran akan membuat suara kalian hilang dalam pengambilan keputusan. Jika Raja yang bersangkutan menolak undangan ini, maka secara otomatis kekuasannya atas daerah tersebut hilang"

Plok plok plok, Endward menepukkan dua tangannya. Sementara yang lain hanya diam dan tak banyak bicara. Kartinya yang melihat itu menegurnya.

"Yang Mulia Permaisuri Kartika, saya hanya mengagumi kecerdasan Ratu kami. Apa aku salah? Maka saran saya. Segera berkemas, jika tidak ingin kehilangan kursi singgasana Anda."

"Joel, aku sudah tidak sabar bertemu dengan Ratuku" kata Edward pada orang yang mengukutinya.