Chereads / The Walk Path / Chapter 2 - Episode 2

Chapter 2 - Episode 2

-Baung-

Memanggil malam, mendamba gelap, mengutuk siang.

Lolongan keras memecah tenang, merangkul kelam menebar seram.

Jejaki tanah tanpa membekas.

Hadirnya hentikan langkahku.

Tatapnya menggertak imanku.

Tajam tanpa ampunan.

•••

Sore hari itu, matanya jatuh ke warna hijau rimbunan pepohonan apel di kejauhan, berkali-kali pula ia mengihirup aroma kopi dan tersenyum kecil ketika pesanan nasi sayur lodeh buatan Mak Jum yang menjadi favoritnya itu sampai di hadapannya.

Seperti biasa, setiap ia datang ke bangunan loji ini ia selalu duduk di meja paling ujung yang bersebelahan langsung dengan jendela besar. Dia memilih tempat itu karena satu hal yaitu, bisa melihat langsung para petani yang sedang sibuk memanen buah apel di perkebunan yang hanya berjarak 120 tombak darinya.

Tempat ini begitu tenang, tak banyak orang yang bercakap-cakap karena mulut mereka sedang sibuk memakan makanan dan jajanan yang sudah disediakan oleh si pemilik warung.

Seperti mengerti suatu hal, ia langsung menundukan kepala seraya meraih secuil ayam goreng dan diletakkan nya di atas lantai. Hal itu dilakukan karena ia mendengar ada suara dan langkah-langkah kecil kian mendekatinya. Semakin dekat, suara itu berubah menjadi dengkuran halus yang datang dari kucing telon berkelamin jantan milik Mak Jum yang diketahui belakangan ini banyak orang mengatakan itu adalah kucing langka karena kebanyakan warna bulu telon hanya dimiliki kucing betina.

Ketika tangannya sedang sibuk mengelus si kucing tiba-tiba ada suara yang memekakkan telinganya.

"AMONG!!!"

Seperti disambar petir siang bolong, ia langsung berdiri tegap memandang siapapun yang berada di dalam warung. Tapi orang-orang malah balik memandangnya dengan tatapan aneh yang membuat ia langsung kembali terduduk malu.

Baru setengah piring ia menyantap makanannya, ia mendengar suara panggilan itu lagi.

"AMONG!" suara itu terdengar halus namun tegas.

Sekali lagi suara itu berhasil mengagetkannya. Gara-gara tak ingin mengulang hal yang memalukan kedua kalinya, ia hanya sanggup mengawasi sekitar dan memasang kuping erat-erat. Setelah memperhatikan wajah orang-orang cukup lama, ia tak menemukan wajah yang dikenalinya dan apapun itu membuatnya makin kesal dan kemudian ia pun kembali menyantap nasinya lagi. Tak tahu mengapa, ketika ia sedang asyik memperhatikan kucing yang sedari tadi sibuk melahap makanan di bawah meja tiba-tiba berlari ketakutan tak tahu arah. Saat dirinya mengangkat kepala, ia dikejutkan oleh suatu hal.

"Loh?! Dimana semua orang?! Kok tau-tau aku ada di lorong? Tadi kan aku lagi makan di meja dan... Ya tuhan mejanya masih di depanku! Halo... ada orang disini?"

"AMONG!!"

"Hah? Siapa itu?!"

BRAKK!

Tiba-tiba datang suara pukulan keras yang mengagetkannya, tapi rasa kagetnya tak cukup berhenti disitu. Matanya seketika melotot, dan tubuhnya beringsut mundur beberapa langkah ke belakang saat mengetahui meja yang di depannya menghilang dan muncul pintu besar setinggi 1 setengah tombak jauh di depan sana.

"Among..." suara itu menjadi bisikan lembut.

Saking takutnya, tubuh lelaki itu berguncang hebat. Dia hanya bisa melotot memperhatikan lantai yang mulanya putih bersih kini menjadi hitam kotor dan dipenuhi air sebatas mata kakinya.

BRAK!!

Pintu yang awalnya diam di tempat kini berguncang dan lambat laun mendekatinya. Kaki dan tangannya tak sanggup bergerak, keringatnya mengucur deras saat melihat lorong dan pintu di depannya berputar pelan searah jarum jam yang mendekatinya makin cepat.

"Ya tuhan, ya tuhan. Tolong aku, ya tuhan," ucapnya lirih sambil memegangi sisi kanan dan kiri dinding lorong hitam itu.

BRAK! BRAK! BRAK! GRRRRRGGGH!

Lorong itu makin menyempit dan memaksa mulutnya mengatup kencang menahan sakit!

Pintu makin mendekat dengan cepat, makin cepat, makin dekat.... hingga beberapa jengkal sebelum dia dihantam benda besar berwarna merah darah itu tiba-tiba daun pintunya terbuka lebar dan mengeluarkan suara lolongan lalu BLAM!! Dia dilahap pintu itu!

"HUAAAAAHHHH!" suaranya menggema seantero ruangan.

Tiba-tiba ia jatuh terlempar dalam ruangannya, badannya terdorong ke belakang menghantam dinding dan nafasnya terenggal-enggal.

"hah... hah... sial apa-apaan itu tadi? Dimana aku sekarang? Ya tuhan, aku masih di dalam kantor! Apakah itu mimpi?! Oh iya, aku baru ingat! Aku tertidur sewaktu mengerjakan tugas yang diberikan pak bos! Gila, kantor sudah sangat gelap! Jam berapa ini?"

Pipipip... pipipip... tuk

"Ha...Halo, siapa ini?"

"AMONG! INI AKU VINO! NIAMH KEJANG-KEJANG DAN SEKARANG MASUK UGD RUMAH SAKIT X! KAMU BURUAN KESINI! BERKALI-KALI AKU UDAH HUBUNGI KAMU TAPI GAK KAMU ANGKAT!"

"Apa?! I...iya ini aku meluncur kesana!"

...

"Mama, niamh mana?" tanya Among yang masih panik.

"Hiks... hiks... itu nak dia ada di dalam ruangan, kamu dari mana aja sih nak? Temen-temen panik, bolak-balik telepon kamu tapi gak ada jawaban sama sekali," tangis Mama Niamh.

"Maafin Among tante, tadi Among tertidur dan bermimpi buruk. Untung ada Vino yang menelfon Among, kalo gak Among bakalan tidur di kantor sampe pagi te. Maafin Among."

"Kamu bisa cerita nanti, sekarang kamu masuk dulu ke dalam. Om udah nungguin kamu di dalam."

"Iya Te," balas Among.

Cekrek, klap.

"Hai Om, halo guys. Maaf aku terlambat," tangannya memeluk erat Ayah Niamh, serta teman-teman disana.

"Kamu dari mana aja, le... cah bagus?" tanya Ayah Niamh dengan pelan.

"Dari kantor Om, Among tertidur dan baru bisa bangun gara-gara di telpon Vino, Niamh kenapa Om?" tanyanya.

"Maaf menyela pembicaraan kalian, untuk selanjutnya biar Putri yang menjelaskan kronologinya ke dia Om. Om istirahat aja di rumah, ini sudah malam dan kasian juga Tante nungguin sendirian di depan," sela Putri yang saat itu langsung berdiri dan menghampiri mereka berdua.

"Baiklah nduk, Om pulang dulu ya. Kamu sama temen-temen baik-baik disini. Tolong jaga Niamh, dan kalau ada apa-apa langsung hubungi Om dan Tante. Makasih buat semuanya, Kami berterimakasih banget ke kalian sudah jadi temen dan orang terdekat Niamh. Kami pamit dulu," ucap Ayah Niamh.

"Iya om, sama sama. Stay safe, be careful," ucap semua yang ada di ruangan itu.

Setelah si pria tua meninggalkan ruangan, Putri dan lainnya langsung menjelaskan apa yang terjadi pada Niamh panjang lebar.

...

Setelah mengetahui seluruh kronologi, dia hanya sanggup menatap nanar wajah Niamh yang memucat dibalik selang nagogastrik.

"Apa yang sebenarnya terjadi denganmu? Apa yang harus aku lakukan?" tanya Among lirih kepada dirinya sendiri.

"Sabar Mong, kita sama-sama ngerasain apa yang kamu rasain. Aku gak habis pikir juga Niamh bisa dapet tragedi kaya gini," jawab Vino.

"Kita gak bisa tinggal diem Mong, kita harus usut semua kejadian ini. Aku yakin ada seorang yang punya masalah dengan Niamh!" sahut Bima.

"Bentar guys, Niamh itu anaknya supel, dia jarang banget dapet perlakuan buruk dari orang lain. Kita juga tau sendiri kan sebelum-sebelumnya dia ngapain aja di kampus?" Putri membalas.

"Iya aku ngerti Put! Cuma ini janggal banget! Coba lihat perut Niamh tau tau ada bekas luka kaya gitu!" balas Vino.

"Guys, maaf menyela percapakan kalian. Daritadi aku penasaran apa yang ada di balik baju Niamh, maksudku aku kepingin tahu bekas lukanya," pinta Among.

"Oiya aku sampai lupa mau ngasih tahu kamu Mong, kamu tahan diri ya," ucap Putri sambil menggerakkan tangannya membuka baju Niamh dari bawah sebatas perut.

Among tercekat, tak mampu bersuara. Dadanya menderu hebat seakan dirinya akan dilibas oleh gedung runtuh.

"NIAMH!!!"

•••

Dibalik dataran tinggi nan jauh disana, terdapat cekungan seluas bandara yang menyimpan genangan air mengkilap layaknya permukaan kaca. Di salah satu ujung genangan tersebut ada tebing bebatuan bercampur tanah berlumpur. Jika ada seseorang berlalu dengan mata tidak awas, maka orang itu tak akan menyadari bahwa disana ada seorang lelaki renta, yang berpenampilan kurus jangkung, memiliki rambut putih panjang sepunggung, memakai celana kain dan memakai kaos lusuh sewarna dengan bebatuan sedang asyik menghabiskan sore harinya dengan menenggelamkan kail pancing. Sudah 3 hari dia duduk setenang batu, tak merubah posisi tubuh selama berjam-jam dan selama itu pula ia hanya berharap bisa mendapatkan beberapa ekor buruan darisana.

Mata orang tua itu terlalu sayu, terlalu sayu untuk usianya yang sudah di penghujung waktu. Dari awal pandangannya tak luput menghadap ufuk yang mulai menguning, saat ia merasakan getaran kecil mengarah dari ujung buluh tiba-tiba jauh di belakangnya ada suara ranting patah.

Krak!

Pyuk...

"Ah lagi-lagi kau merusak hiburanku. Keluarlah bocah, aku masih ada sisa Tari Roti untuk kau makan tapi sepertinya tetap saja tak sanggup mengganjal perut gentongmu yang kudengar bergetar dari balik pepohonan itu."

Syuu...wuss...

Hanya lembut suara angin yang membalas dari siapa yang dipinta tak tertuju.

"Keluarlah, aku tau kau masih mengintip dari celah dedaunan itu. Kemarilah, temani aku yang sendirian menghibur ekosistem disini, tenang saja tak akan ada yang mengusili kau lagi. Janjiku janji pelaut," ucap si tua renta yang tak mengubah sudut pandang matanya.

Beberapa lama kemudian, karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari arah yang dituju, orang tua itu lantas menyibukkan dua jari kasarnya menggapai tali yang melintang di tubuhnya. Ternyata di ujung tali itu terdapat kantong yang terbuat dari kayu bambu dan terdapat tumpukan tembakau di dalamnya.  Hanya dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah sebelah kanan, dengan gerakan sedemikian rupa ia berhasil melinting satu batang rokok lalu menyalakan korek zippo kuno penuh karat kesayangannya.

Tak... sruk..sruk

Cress... Fuuuh...

Seperti sedang mengucapkan mantra, buluh tipis yang menggantung itu langsung mendapatkan getaran halus dari ujungnya. Seperti tak menggerakkan apapun, tiba-tiba seekor ikan berukuran paha orang dewasa terpental dari air dan jatuh terbanting ke tanah berlumpur di belakang orang tua itu.

Splaash... byuk!

Dua pasang mata yang sibuk memperhatikan dari rimbunan pepohonan itu masih saja melotot terheran-heran juga, matanya sama sekali tak mampu menangkap pergerakan dari buluh lemas yang mengangkat ikan sebesar itu!

Karena kaget, salah seorang itu akhirnya mengeluarkan suara.

"Akh.."

"Akhirnya... Jika kau bimbang, harusnya kau tak tega mengubah pijakanmu sampai membuat buruanku lepas. Tapi tenang, aku tahu kau menginginkan daging patin jumbo yang lezat ini. Tunggu aku akan menyalakan api, bintang-bintang dan teman-temanmu pasti sedari tadi sibuk memaki Betara Surya hingga dia lenyap tertelan ujung dunia hahaha!" tawanya tanpa membuat kepalanya bergetar.

Seperti tahu akan jadinya, dengan santai dia mendorong lidahnya hingga membuat lilitan tembakau yang masih menyala tadi terlempar ke arah belakang. Dan benar saja, bekas tumpukan arang bercampur daun kering berhari hari itu seraya menyala dibantu tiupan angin selatan.

Malam pun kini menguasai jagad, si tua tetap tak menghiraukan sekitar dan tetap sibuk dengan aktivitasnya. Sepasang mata yang masih memandang dari kejauhan kini mulai menampakkan dirinya dan langsung mendekati bara api.

"Hahaha dasar bocah! Kau ini lapar atau emang doyan? Mbok ya itu dibakar dulu ikannya jangan asal santap saja! Kau ini selalu seperti ini! Hahaha," dia tertawa sambil memutar badan secepat kilat dan tanpa disadari oleh bocah itu.

"Hekh..." karena ketakutan, ia langsung menjatuhkan pandangannya ke bawah. Dia masih belum terbiasa dengan kakek satu ini!

"Padahal sudah berkali-kali kau berjumpa denganku tapi kau masih saja terkaget-kaget melihatku! Hahaha!" timpal si kakek.

Penyebab yang membuat si bocah ketakutan adalah tampilan sosok kakek satu ini, ia ini bukan hanya seorang tua renta pada umunya, ia sangat di kenal sebagai orang tua yang berpengetahuan tinggi alias memiliki ilmu kaweruh yang cukup disegani penduduk pulau-pulau tetangga. Tapi tak hanya itu! Ternyata dia juga buta! Jika disaksikan dengan seksama, orang gila pun akan kabur ketika berpandangan dengannya! Karena kepalanya tak meninggalkan dua bola mata sedikitpun! Hanya ada rongga hitam gelap yang memantulkan rasa ngeri!

Selama dia masih menaungi jagad, tak ada seorang pun yang berani menghadapnya walaupun itu adalah penguasa daerah seperti si bocah ini!

"Hahaha dasar bocah gemblung! Ayo ndang dihabisin itu, kalo mau ngudud ambil dewe yo di dalem pring ini! Aku males bikinin koe mbako!"

"Injih..." ucapnya sopan yang tetap memandangi lumpur.

"Kau ini masih saja tetap bisa menghiburku, walaupun kau masih sangat muda namun berkat dirimu yang berani menantang Gusti kau mendapatkan kutukan sekaligus keuntungan untuk terus menjaga daerah sini hahaha. Dasar kau si Muka Lumpur alias Genderuwo Tanah Abang! Hahaha!" tawanya menggelak membuat taringnya yang tersebut mencuat dari sela bibir dan mata merahnya menyorot garang menampakkan sosok aslinya! Dia ini berbadan tinggi besar, layknya seekor kera ia pun memiliki bulu hitam di sekujur tubuhnya, matanya selebar tampah berwarna merah terang, kuku tangan dan kakinya hitam panjang sebesar pergelangan beruang, dan ia mengenakan mahkota megah berwarna kuning keemasan!

Sekalinya ia menampakkan diri, manusia yang merasa paling tinggi pun akan lari terkencing-kencing melihatnya. Seperti sosok pemimpin negeri beberapa tahun silam yang pernah gagal bernegosiasi dengan sosok satu ini. Dan atas nama tuhan segala tuhan, sosok ini sebetulnya sangatlah tinggi besar melebihi ukuran beringin yang tingginya hanya beberapa tombak itu!

"AAAARRRRRGGGGGHHHHHH!" teriaknya marah membuat tanah bergemuruh laksana dipijak oleh dewa langit. Seperti tak ada gentarnya, si kakek misterius ini malah makin terpingkal-pingkal mendengarnya.

"Hahaha jangan kau marah dasar kirik goblok! Harusnya kau bersyukur dengan dirimu sekarang! Lihatlah! Sudah berapa banyak manusia-manusia bodoh itu bersujud dan meraung meminta pertolonganmu! Hahaha!"

"GAAARRGHH!"

"Hahaha benar! Kau memang pintar anakku! Benar katamu, semua yang tertawa bahagia atas bantuanmu akan menjadi budak di kemudian hari seperti bocah gemblung itu! Hey kau! Kemari kau!"

Hihihi...cring...cring

Sedikit demi sedikit rantai sebesar kepala manusia itu mulai bergerak mengikuti tuannya, wanita cacat itu tetap tertawa-tiwi sambil terus berusaha merobek-robek ususnya yang mencuat dari dalam perut kemudian mengunyahnya dengan pelan namun pasti. Sesekali ia juga menjilat anus atau kemaluannya, karena saking hausnya.

"HAARGGH!" teriak raja demit itu membuat wanita itu berlarian.

Cring..cring..cring

Byok...

Datangnya ketakutan hingga menjeplok tanah basah cepat-cepat.

"Hahaha! Kau masih saja bodoh! Hidup segan, mati pun tak mau! Ajalmu tak akan lama lagi! Hey kau manusia, tangkap ini!" tahu-tahu tangannya sudah menggenggam Tari Roti dan melemparnya ke wajah wanita itu.

Hauup! Secepat mungkin dia menggapai roti itu sebelum mengenai mukanya, lalu segera merobek bungkus dan memakannya dalam waktu singkat.

"Memang ya, kau ini selalu saja kelaparan hingga usus pun kau makan! Hahaha! Aku tak tega melihatmu memakan dirimu sendiri! Mau sampai kapan kau begitu? Sampai kau kenyang makan lambung, jatung dan paru-parumu sendiri? Hahahaha! Dasar pekok! Sana buruan habisin roti yang tak temu di kandang babi itu! Hahaha!" ejeknya sambil melotot kearah wanita itu dengan mata complong!

Gara-gara terlalu cepat melahap roti yang beraroma tai babi itu, ia langsung memuntahkan apa yang ada di dalam perutnya, bahkan mengeluarkan ususnya sendiri! Muntah darah kotor!

Sakitnya bukan main! Dia tersungkur ke tanah menyatu dengan kotoran-kotoran itu. Hingga lemas ia sama sekali tak berani berkutik.

Menurut kabar sekitar, wanita itu dulu pernah menukar nyawanya demi mendapatkan kekuatan untuk melenyapkan rekan kerja dan bosnya. Para saksi mata hanya dapat melihat mereka tiba-tiba menghilang setelah memasuki tuangan kerja. Ternyata mereka bukan menghilang tanpa sebab, mereka hanya dikirim ke sisi dunia lain untuk direbus dan dikonsumsi oleh dedemit dan wanita itu sendiri! Bercandanya bukan main!

Sebenarnya, dari awal terbentuknya bumi para manusia sudah dibuat untuk berlutut pada sang Iblis. Tapi itu hanya segelintir saja, yang lainnya mampu bertahan dan memutuskan mengikuti jalan terang. Namun semua itu hanya berlaku pada satu titik kedamaian, tidak pada tujuan lain yang tak bukan lagi yaitu, kekuasaan! Hahaha!

...

Kembali lagi pada cangkir tak bertuan, senyapnya kudapan hanya berlaku pada lelaki muda yang habis waktunya untuk melamunkan keadaan.

"Hey, kau pasti tak istirahat semalaman. Aku bisa lihat dari kantung matamu yang memiliki kantung lagi," kata Putri menepuk pundak menyadarkan Among.

"Iya Put, aku gak bisa istirahat sedetik pun. Bekas luka Niamh masih berputar-putar di benakku. Anak-anak sudah pada balik?" jawabnya.

"Belum, mereka masih pada istirahat di lorong. Padahal sudah jam segini, seharusnya mereka suah dibangunkan oleh petugas karena mereka tidur di atas lantai. Sudahlah Mong, kita doain semoga Niamh lekas sadar dari tidurnya."

"Sedari tadi aku pun terus berdoa meminta kekuatan untuk Niamh, sudah 3 hari dia tak sadarkan diri. Walaupun tubuhnya sudah tidak memucat, tapi bekas lukanya itu membuatku bergidik ngeri. Kau bisa lihat sendiri kan kalau bekas luka itu membentuk seperti tulang ular, lebih seperti tattoo tapi amblas ke dalam. Aku takut itu akan melukai hati dan lambungnya," balas Among.

"Aku sudah menduga kalau kau masih saja berfikir tentang lukanya, semoga tidak terjadi apa-apa dengan Niamh. Kau dengar sendiri kan ucapan dari dokternya, beliau bilang kalau kondisinya baik-baik saja, tak ada organ yang tak normal," jelas Putri.

"Aneh! Benar-benar aneh! Walaupun dokter mengatakan demikian tapi itu sangatlah tak masuk akal!"

"Aku paham kemana pikiranmu Mong! Tapi kita mau gimana lagi, doakan saja semoga kekaksihmu lekas pulih dan bisa pulang ke rumah!"

"Hai, maaf menyela percakapan kalian. apakah kalian keluarga dari pasien yang bernama Niamh?" tanya seorang suster.

"Iya sus, saya kekasihnya. Ada apa?" tanya Among.

"Pasien sudah sadarkan diri, kalian dipersilahkan kembali ke kamar, karena dia sedang mencari-cari seseorang. Sepertinya dia mencari salah satu dari kalian," jawab suster itu.

"Benarkah? Aku akan kembali kesana, kau tunggu disini dulu Put," dia langsung berlari ke kamar.

Setibanya di kamar...

"Niamh!"

"Among! Huhuhu"

Niamh menangis, meraung-raung dalam pelukan kekasihnya.

"Aku takut Mong! Aku takut banget!"

"Aku tahu Ni, aku tahu kok. Sudah-sudah menangislah sepuasmu, aku akan tetap disini, menjagamu sampai kau benar-benar aman," ucap Among berusaha menenangkan.

Tok...tok...tok

"Selamat pagi, maaf mengganggu waktu kalian," seorang dokter masuk ke dalam kamar.

"Pagi dok," balas Among.

"Apakah mas yang bernama Among, bukan?"

"Iya, saya Among dok. Ada kabar baru? Apakah Niamh sudah diperbolehkan untuk pulang?" tanyanya.

"Syukurlah, mohon maaf untuk sebelumnya mas. Walaupun pasien sudah sadarkan diri namun pasien masih belum diperbolehkan untuk pulang. Karena masih harus mengikuti program pemulihan. Niamh masih diharuskan untuk cek fisik dan meminum obat-obatan yang kami siapkan, mungkin bisa membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari."

"Kenapa haru selama itu dok?!" tanya Among kesal.

"Harap sabar mas, kami masih harus mendeteksi luka-luka pasien dulu. Mohon tunggu kabar dari kami lagi, mohon maaf sebesar-besarnya," balas si dokter.

"Baiklah dok, saya sangat berharap kerjasamanya."

"Serahkan semua pada kami, saya undur diri dulu," si dokter meninggalkan mereka di kamar.

"Kamu dengar ucapnya kan?" tanya Among pada Niamh.

"Iya sayang, aku akan baik-baik saja kok. Kamu disini dulu ya, temenin aku dulu. anak-anak dimana?"

"Siap nder, anak-anak cowok lagi pada tidur di lorong. Kalau kamu berdiri disini, kamu bisa lihat kepala si Olga nutupin pintu masuk. Hahaha," jelas Among.

"Serius kamu? Hahaha."

"Serius deh, kamu lihat sendiri kan ekspresi si dokter tadi agak merengut waktu sampe sini. Karena dia tadi kudu ngelangkahin kepalanya si Olga yang lagi ngiler-ngiler disana hahahaha."

"Dasar gentong mandi! Bisanya tidur terus, sekali tidur banjir semua! Hahahaha," canda Putri

"Oh iya, aku masih kepikiran tentang bekas lumaku," ucap Among lirih kepada kekasihnya.

"Kamu pasti ngintipnya waktu aku lagi di kamar sendirian kan, dasar hentai! Hehe," goda Niamh.

"Hus! Iya woi! Eh! Enggak woi! Putri kemarin lusa yang ngasih tahu aku, anak-anak juga pas pada kumpul disini kok. Sewaktu aku ngelihat bekas lukamu, aku langsung keinget kejadian di kantor."

"Kejadian yang mana?"

"Oh iya, kejadian itu bebarengan sama kejadianmu! Waktu itu aku mimpi buruk tentang..." Among mulai menceritakannya dengan detail.

"Kejadian kita beda tapi waktunya sama, aduh!"

"Sayang kamu kenapa?"

"Kepalaku tiba-tiba pusing Mong, perutku sakit! Panas sekali huhu!" Niamh mulai merasa kesakitan dan menangis.

"Sebentar-sebentar, Putri! Putri! Put! Tolongin Put!" teriak Among membuat pasien dan keluarga lain kaget. Putri langsung berlari memasuki ruangan.

"Hus! Apa sih teriak-teriak segala?!" ucap Putri

"Tolongin Niamh, jagain dia dulu! Perutnya sakit lagi! Aku mau manggilin dokter, nurse call nya rusak!" dia langsung berlari mencari dokter.

"Sakit Put, sakit banget! Rasanya perutku mau robek!"

"Ya tuhan Niamh kamu tahan bentar ya, coba aku lihat perutmu ya," pinta Putri pelan.

"Iyaah, uhhh!"

Setelah membuka baju Niamh, alangkah terkejutnya Putri ketika ia melihat bekas luka Niamh menghitam dan mulai mengeluarkan asap hitam pekat berbau busuk! Tanpa sadar Putri langsung beringsut mundur menabrak dinding kamar!

"VINO! BIMA! OLGA! DOKTER! SUSTER! SIAPA SAJA TOLONG!!!"

Siapapun yang mendengar teriakan itu langsung berlarian masuk ke dalam ruangan, termasuk teman-teman dan para suster.

Mereka tercekat ketika melihat ke dalam ruangan, mereka tak menemukan Niamh disana dan yang mereka lihat hanyalah asap hitam pekat yang mengepul tebal serta suara tawa yang sangat berat!

"Telepon Among Put! Buruan!"

Tut...tut...

"Halo? Kenapa put?"

"Among! Niamh menghilang! Diatas kasur cuma ada asap hitam!"

"Ya tuhan! Iya ini aku balik!"

Tak lama, Among memasuki ruangan yang telah di penuhi oleh orang-orang sekitar.

"Minggir! Minggir kalian! Jika tak bisa membantu tolong keluar dari sini! Pergi!" teriak Among menyadarkan para pengunjung yang kemudian menyingkir sedikit demi sedikit.

"NIAMH! NIAMH! NIAMH!" teriak Among menggapai-gapai ruang hampa di dalam asap hitam.

"SSSSHHHHHH...." desis dari dalam asap hitam.

"SIAPA KAU! MUNCUL KALAU BERANI!"

"SSSHHHH... HASSSHHH..."

Sebelum Among menerobos masuk ke dalam asap hitam itu, jauh disana seorang lelaki tua mendengar bunyi lonceng berdenging di dalam telinganya.

"Sudah sampai ternyata..." ucapnya sambil menghadap ke sisi telaga yang kini dikuasai kegelapan malam.

Kembali lagi di tempat nan jauh disana, seorang pemuda meratapi nasibnya sebagai calon suami yang berbakti. Dia mencoba bertahan dengan teka-teki duniawi, apakah dia sanggup mencari kekasihnya yang menghilang? Ataukah hanya sanggup memaki?

Lalu, siapakah kakek misterius itu? Apa yang akan terjadi setelah ini?

To be continued

•••