Chapter 6 - Desa Aria (2)

Bentang alam Desa Aria sangat indah. Setelah mengamati setiap sudut, Jerry akhirnya tahu desa ini berada di sebuah lembah dengan barisan pegunungan di sisi barat.

Tempat ini memiliki ketinggian beberapa ratus meter dari permukaan laut sehingga sangat cocok untuk latihan Kultivasi tahap pertama, Penempaan Diri.

Sekarang Jerry hanya perlu mengatur beberapa tempat yang jauh dari pemukiman warga. Tepatnya berada di hutan belantara sisi barat desa, itu adalah daerah yang cocok untuk melatih ketangkasan serta daya tahan tubuh manusia.

Jerry menyimpan ini dalam pikirannya saat dia memasuki desa sembari memperhatikan orang yang lalu lalang dengan seksama.

"Selamat pagi, Anna."

"Pagi yang cerah, tumben kau berjalan-jalan."

"Hei, Anna, ingin bermain satu pertandingan dengan kami?"

Di dalam desa, ternyata Anna merupakan gadis yang populer. Banyak sekali orang-orang yang bersikap ramah dan menyapanya di tengah jalan. Kebanyakan adalah para pria, tapi itu wajar karena Anna memang wanita yang cantik dan menawan.

Terlepas dari statusnya sebagai anak kepala desa, Anna juga memiliki teman-teman akrabnya sendiri. Jerry bahkan sempat melihat seseorang mengajaknya bermain bola di lapangan pinggir sawah.

Pada awalnya dia sedikit bingung, apakah para wanita di desa ini bermain sepak bola? Tapi setelah melihat pemuda-pemudi energik seusia Anna—bahkan para perempuannya— dia akhirnya menyadari itu bukanlah hal yang aneh.

Di sini bermain bola tidak hanya mengandalkan kemampuan kaki dan trik yang mumpuni, tetapi juga mengandalkan keahlian sihir.

Sementara pemuda itu bertanya pada Anna di samping gawang, teman-temannya sedang dalam saat-saat kritis. Seorang pemuda berambut merah kini menggiring bola menuju gawang lawan. Dia memiliki teknik yang bagus, namun yang lebih hebat adalah di sekitar kakinya ada api yang menyala-nyala. mengganggu dan menghalau lawan merebut bolanya.

Pemuda berambut merah itu tiba-tiba melompat setinggi beberapa meter. Api di kakinya menciptakan garis melengkung yang indah ketika ia menendang bola sekuat tenaga dari udara, langsung menuju kiper.

Shiu!

Bola itu bergerak dengan kecepatan mencengangkan karena dibantu oleh ledakan yang berapi-api. Melihat ini, Jerry sedikit tertarik, ternyata sepak bola bisa juga dimainkan seperti itu. Dia menganggukkan kepalanya memuji pemuda berambut merah itu.

Jerry berpikir kiper pasti tidak bisa melakukan apa-apa karena bola itu sangat cepat, dan pasti juga panas. Tapi kejadian berikutnya membuat dia lebih mengagumi orang-orang di sini.

Kiper yang terlihat gempal tidak kehilangan ketenangannya. Dia tidak menghindari bola itu tetapi dia langsung mengarahkan dua telapak tangannya pada bola dengan gerakan seolah menangkapnya. Detik berikutnya embun air tiba-tiba muncul di udara dan menyatu menjadi sebuah gelembung air raksasa berbentuk tangan.

Bola itu meringsek masuk ke dalam tangan air raksasa dan dengan cepat kehilangan sebagian kecepatan serta kekuatan ledakannya. Tapi tangan air bukan tanpa kerusakan, tangan itu sedikit demi sedikit menjadi lebih kecil karena air di dalamnya menguap terkena panas bola.

Pada akhirnya bola masih menembus gelembung air tangan raksasa. Kiper yang tidak menyangka hal ini dapat terjadi menjadi tidak siap sehingga ia kecolongan. Bola itu melengkung indah dengan sisa kekuatannya dan mengenai tiang gawang sebelum memantul dan masuk ke dalam jaring.

Horee!

"Avan mencetak gol kedua!"

"Kekuatan sihir apinya memang yang terbaik setelah Gerald. Tidak heran bahkan Ferry kesulitan menghentikan tendangan mematikan miliknya meskipun sudah menggunakan Tangan Air Raksasa."

Ada keriuhan setelah gol itu tercipta. Banyak yang memuji pemuda berambut merah itu, Avan. Tapi itu tidak terjadi di kelompok lawannya, mereka terlihat kesal.

Gol Avan tadi memancing minat Anna. Dia memang adalah pemain elit sepak bola sihir di desa ini, hanya sedikit lebih rendah dari Gerald. Itu karena level kekuatannya berada satu tingkat di bawah Gerald, jika tidak, maka dengan elemen petirnya dia pasti sudah menjadi pemain bintang di sini.

Setelah menyapa dan berbincang sebentar dengan orang-orang yang dikenalnya, Anna kemudian bertanya pada pemuda di samping gawang, "Bima, berapa skornya?"

Bima tersenyum, akhirnya tuan putri yang jarang keluar rumah ini tertarik untuk bermain. Sepertinya sebentar lagi pertandingan akan semakin seru dengan keikutsertaannya.

"Dua kosong. Kemenangan ada di pihak timku, semua golnya dicetak oleh Avan." Bima sengaja berbicara dengan nada meremehkan untuk memancing minat Anna lebih jauh.

Anna menyeringai. "Menarik," dia berkata sambil melirik Jerry. "Mau ikut bermain?"

Jerry tidak menyangka Anna akan mengajaknya. Tapi sepertinya itu satu-satunya cara agar tim tetap seimbang.

Sekarang ini satu tim yang bertanding berisi tujuh orang, jadi total orang yang bermain ada empat belas. Jika Anna masuk ke dalam pertandingan, maka satu tim akan memiliki lima belas orang pemain sementara yang lain hanya empat belas pemain, tentu itu tidak akan adil. Jadi solusinya hanya mengajak Jerry agar ikut dalam pertandingan.

Jerry tidak punya pilihan selain menyetujuinya, lagipula dia perlu berinteraksi dengan beberapa orang agar dia dapat beradaptasi dengan mereka. Mungkin itu akan mempermudah ketika dia akan melatih para pemuda ini dalam beberapa hari ke depan.

Anna memilih tim yang kalah sementara Jerry dibiarkan berada dalam tim yang sama dengan Avan.

"Anna, siapa pemuda di belakangmu?" Bima menyadari kehadiran Jerry, dia pun bertanya.

"Dia? Dia yang akan membawa desa kita menuju kejayaan di Kompetisi Para Penyihir." Anna tersenyum misterius dan tak menjelaskan lebih jauh.

Bima memandang Jerry dengan aneh, menyelidiki laki-laki yang memakai jubah putih itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tapi ia tak menemukan sesuatu yang spesial dari pemuda itu. Dia kemudian menggeleng.

"Terserah saja. Aku tidak peduli dengan omong kosongmu. Ayo, mari bermain," kata Bima sembari melambaikan tangan ke arah Jerry. "Siapa namamu?"

"Namaku Jerry."

"Oke Jerry, apa kau bisa bermain sepak bola?" Sebenarnya Bima mengajukan pertanyaan itu agar lebih akrab dengan teman Anna. Dia beranggapan bahwa tidak ada laki-laki yang tidak bisa bermain sepak bola.

"Tentu saja," jawab Jerry sambil tersenyum.

"Bagus," katanya sembari menepuk bahu Jerry. "Biasanya, kau berada di posisi mana?"

"Aku di posisi belakang saja." Jerry tidak ingin terlalu menonjol, lagipula posisi depan sudah ada Avan yang sangat terampil menggunakan sihirnya.

Pertandingan pun berlanjut. Saat bermain, Jerry menyempatkan diri untuk berkenalan dengan beberapa orang. Dia masih seumuran dengan pemuda desa ini, jadi cukup mudah untuk berinteraksi. Kenyataannya, selain seumuran, wajahnya yang nampak menarik juga menjadi salah satu faktor penting.

Penampilannya cukup berbeda dengan kebanyakan warga asli dunia ini.

"Jangan biarkan Anna mendapat bola!" Teriakan Bima terdengar panik saat dia melihat bola jatuh ke kaki Anna.

"Hehe ... kalian terlambat," kata Anna sambil menyeringai.

Kilatan petir ungu terlihat di seluruh tubuhnya. Dia tiba-tiba menghilang dari tempatnya semula, kemudian semua orang melihatnya berkedip-kedip mendekat ke arah gawang yang dikawal Bima.

Bima berkeringat dingin. Sementara itu Jerry memperhatikan seluruh gerakannya. Dia berkomentar, "Kecepatannya setara dengan Kultivator tahap Penempaan Diri tingkat ke dua."

"Tapi kenapa aku tak bisa merasakan energi langit dan bumi dari tubuh Anna?" Jerry bingung.

Pada waktu ini, Anna sudah berada di depan gawang tanpa seorang pun bisa menghentikannya. Namun tentu saja, itu karena Jerry tidak bergerak dan hanya menganalisa dari mana penggunaan energi Anna.

Anna menendang bola sekeras-kerasnya diikuti aliran petir yang menyelimuti bola menambah kecepatannya hingga melebihi kecepatan suara.

Bima mengembangkan tangannya, detik berikutnya aliran angin yang tak ada habisnya berhembus. Angin itu cukup kuat untuk merubuhkan pohon dan rumah-rumah warga. Untungnya Bima dapat mengendalikan kekuatannya dengan baik, jika tidak bisa dibayangkan sebesar apa masalah yang akan terjadi.

"Sial, aku lupa tuan putri adalah penyihir pemula tingkat kedua." Bima mengutuk dirinya sendiri.

Penyihir juga memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan itu adalah Penyihir Dasar, Penyihir Pemula, Penyihir Senior, Master Penyihir, Grandmaster Penyihir, dan masih ada lagi. Namun kebanyakan orang-orang hanya mengetahui tingkatan penyihir tertinggi adalah Grandmaster Penyihir, termasuk juga Anna dan keluarganya.

Aliran Listrik menyengat Bima dan membuatnya menjadi mati rasa. Aliran angin di belakang tubuhnya juga ikut terkena efek tendangan Anna, angin itu memudar dan semakin lemah. Akhirnya, Bima tak bisa lagi menahan tendangan Anna dan bola pun memasuki gawang.

Gol!

Tim Anna mulai bersorak-sorai.

"Seperti biasa, tuan putri sangat hebat," puji teman satu timnya.

"Jangan panggil aku tuan putri! Aku bukanlah tuan putri," teriak Anna, kesal.

Julukannya di desa ini adalah tuan putri. Anna mendapatkan julukan itu karena dia adalah anak kepala desa. Selain karena statusnya lebih tinggi, juga karena kehidupannya yang layaknya tuan putri.

"Bukankah ini tidak adil?!" Protes Avan tiba-tiba.

"Kenapa tidak adil?"

"Tim kalian ada delapan orang sementara timku hanya tujuh." Avan sama sekali tidak menganggap Jerry ada.

"Dia?" Anna menunjuk Jerry. Yang ditunjuk pun merasa tidak enak.

Ini salahnya karena tidak ikut bermain. Avan beranggapan Jerry adalah pemuda biasa tanpa kemampuan sihir yang hebat. Jadi ia meremehkannya. Yah pada kenyataannya dia juga merasa iri, Avan dulu pernah melamar Anna tapi ditolak. Dia tidak terima Anna berjalan bersama orang lain yang lebih tidak berguna darinya.

Itu sebabnya Avan ingin sedikit membuat masalah bagi Jerry.

Avan melirik Jerry dari sudut matanya. "Kau lihat sendiri kan? Dia tidak melakukan apa pun. Setidaknya dia bisa meminta bola atau menjaga musuh, tapi dia tidak melakukannya," kata Avan, kesal.

"Sudahlah Avan, jangan seperti itu. Ini juga bukan salah Jerry. Kau tentunya sudah tau seberapa hebatnya tuan putri kita ini, bukan?" Bima mencoba meredakan situasi.

"Oleh sebab itu aku bilang ini tidak adil!" Avan tidak terima.

Tanpa mempedulikan kemarahan Avan, Anna menatap Jerry dan bertanya, "Kenapa kau tidak melakukan apa pun? Apa kau tidak bisa bermain sepak bola?"

Jerry menghela napas, pasti sulit menjelaskan bahwa ia saat itu sedang mengamati Anna dan mencari tahu sumber energi sihirnya. Jerry pun berkata, "Baiklah, baiklah, aku akan bermain lebih bagus lain kali."

Anna kemudian melihat ke arah Avan. "Kau dengar, dia hanya tidak bermain secara serius."

Avan bersungut-sungut dan merasa Jerry hanya mebual belaka. Dia masih tetap meremehkan Jerry.

"Kalau begitu semuanya bubar dan kembali ke posisi masing-masing," Anna berteriak pada semua orang yang mulai berkerumun mendekat.

Avan tidak berdaya. Di sini keputusan Anna lebih dihormati daripada keputusannya. Tentu saja, itu bukan karena statusnya sebagai anak kepala desa, tapi karena Anna lebih disukai semua orang ketimbang Avan yang pemarah.