Chereads / Istri Seorang Playboy (Indonesia) / Chapter 4 - Wangi yang Terlarang

Chapter 4 - Wangi yang Terlarang

Kamar hotel itu terlihat berantakan.

Pakaian pria dan wanita berserakan di lantai sepanjang pintu masuk ke tempat tidur.

Tema romantis merah muda menghiasi kamar itu hingga membuat pemandangan kacau itu terkesan liar dan panas.

Di atas kasur bulat dan empuk, terlihat seorang pria dan wanita yang tengah tertidur pulas di balik selimut putih yang dikenakan bersama. Kedua manusia ini telanjang bulat di balik selimut tersebut. Kedua pundak mereka terekspos indah di bawah cahaya lampu temaram hotel cinta*

----

*Hotel cinta atau Love Hotel adalah nama sebuah hotel di prefektur Osaka yang dibangun pada tahun 1968. Hotel ini digunakan oleh orang-orang untuk melakukan ehem-ehem dengan orang yang diinginkan. Dari sana, istilah Love Hotel mulai berkembang hingga saat ini menyebar ke seluruh penjuru Jepang terutama di kota besar.

----

Laki-laki itu tertidur dengan pose menelungkup, wajah menghadap ke arah sang wanita yang tertidur menyamping. Keduanya tertidur seperti anak kucing yang damai.

Beberapa menit kemudian, sang wanita bergerak pelan, terbangun oleh alarm bawah sadarnya.

"Ryu? Ryu?" ucap sang wanita dengan suara serak rendahnya, tangannya mengguncang pelan bahu lelaki itu.

Si lelaki membuka mata dengan perasaan masih mengantuk.

"Kau harus berangkat kerja, kan?"

Lelaki yang dipanggil Ryu ini masih enggan bangkit dari tempat tidurnya. Kedua matanya kembali dipejamkan dan membiarkan dirinya terbuai oleh kantuk yang menggoda.

"Kalau kau tak bangun, kau bisa telat ke kantor. Apa bosmu tak akan memarahimu?"

Perempuan yang tidur di samping lelaki itu duduk terbangun, kedua tangannya menutupi dadanya dengan selimut. Rambut hitam sepinggangnya terurai indah.

"Ryu? Ayo, bangun~!" sang wanita kembali mengguncang tubuh sang lelaki, tapi tetap saja tak bergerak untuk bangun.

"Biarkan aku tidur sebentar lagi."

"Kalau begitu aku mandi dulu. Kau sungguh mau tidur lagi? Tak mau ikut denganku mandi?" godanya dengan suara genit.

Ryuhei menggerakkan tangan kiri seolah mengusir dengan kasar, perempuan itu tak suka dengan reaksi lelaki itu.

"Ryu!" perempuan itu bangkit dengan perasaan kesal, tubuhnya yang tanpa sehelai benang pun berjalan cepat-cepat ke kamar mandi dan menutup pintu dengan keras.

Ryuhei tak peduli dengan hal itu.

Air dari shower terdengar memenuhi kamar mandi.

Beberapa menit berlalu, perempuan itu telah selesai membersihkan diri. Wangi dari shampoo dan sabun yang harum menyeruak menusuk hidung sang lelaki hingga terbangun. Ia duduk di kasur dengan pandangan dingin pada pasangan semalamnya itu.

"Kau ingin bolos kerja hari ini?" tanya perempuan itu dengan nada ragu.

Ryuhei tak segera menjawab pertanyaan itu, matanya mengarah ke jam dinding.

Sudah pukul 5 lewat 45 menit.

Jika ia memakai kereta cepat, toh, ia bisa cepat sampai ke kantor. Uang tak masalah asal tujuannya bisa tercapai. Begitulah pola pikir lelaki yang baru bangun ini.

"Ganti," ucap Ryuhei singkat, tatapan matanya masih pada jam dinding.

Perempuan itu yang kini memeriksa isi ponselnya seraya mengeringkan rambut dengan handuknya, melongo heran menatapnya dengan mulut menganga.

"Aku bilang ganti wangi parfum yang kau pakai sekarang," ia melirik dingin pada sosok perempuan berkimono handuk itu. Nyaris tak ada secercah harapan akan sinar kehidupan di matanya. Dingin Sangat dingin.

"Apa maksudmu?" ia mengabaikan ocehan tak jelas Ryuhei dan tersenyum menarik membaca isi pesan grup LIME kantornya.

[Perempuan itu kabarnya akan dijodohkan untuk menghapus gosip lesbiannya.]

[Yang benar? Memang lelaki mana yang tahan dengan perempuan sedingin es kutub itu? Hahaha!]

[Palingan mereka akan nikah kontrak, lalu cerai dengan alasan di buat-buat.]

[Kau benar. Menyedihkan! Hahaha!]

"Ryu, apa pemilik perusahaanmu itu benar-benar seorang lesbian? Si Shimazaki itu?" ia mendengus geli.

"Ganti parfummu, Kiriko!" nada suaranya berubah tak sabaran, sedikit membentak.

Perempuan bernama Kiriko itu berbalik padanya dengan bahu merosot, tangan kanannya menggantung di udara memegang ponsel pintarnya.

"Ini bukan wangi parfum! Ini bau dari shampo dan sabun yang kupakai!" balasnya kesal, keningnya bertaut.

"Kalau begitu kau mandi kembali sampai bau wangi itu hilang!"

"Apa? Kau ini serius atau main-main, sih?" Kiriko berkacak pinggang, marah.

Ryuhei bangkit dari tempat tidurnya, seluruh bagian tubuhnya terekspos tanpa ditutupi apapun.

"Mandi kembali atau aku yang harus memandikanmu?"

Wajah Kiriko memerah memandang tubuh menggoda sang lelaki.

"Memang kenapa dengan wanginya? Ini sangat manis dan menenangkan!" ia membau tubuhnya sendiri. Tak ada yang aneh menurutnya.

Ryuhei berjalan mendekat padanya.

"Ryuhei! Pakai baju, dong! Nanti aku tak bisa menahan diri! Aku harus ke kantor sekarang! Ada rapat penting yang harus aku hadiri pukul 10 nanti!"

Ryuhei tersenyum dingin.

"Mandi atau aku mandikan?"

Glek!

Kiriko menelan ludah gugup. Stamina lelaki itu sangat hebat, ia bisa kelelahan jika harus meladeninya pagi-pagi. Bisa-bisa ia bakal batal ke kantornya dan mungkin malah berakhir dipecat.

Mata perempuan itu melirik pelan dan gelisah ke bagian bawah Ryuhei. Air liurnya nyaris menetes.

"Apa kau tak suka wangi ini?" Kiriko menggeleng pelan, meletakkan ponselnya kembali ke atas meja kecil.

Lelaki itu menahannya di dinding dengan merapatkan tubuhnya pada sang wanita.

"Kau mulai melawan padaku, ya?" bisiknya di telinga Kiriko.

"Ryu-Ryuhei, ini hanya wangi dari peralatan mandi. Kenapa kau jadi begini?"

"Aku tidak suka wangi ini menempel di tubuhmu," bisiknya dingin.

Deg!

Kiriko terkejut mendengarnya, perasaannya tidak enak,

"Kenapa berkata begitu? Kau tak suka?" wajahnya memucat.

Ryuhei memandang dingin kedua mata Kiriko.

"Ini wangi yang tak seharusnya melekat di tubuhmu. Hanya perempuan itu yang boleh memakainya."