"Salsa, kenapa kamu kenapa?" Alan meraih tubuh Salsa, tubuh dingin Salsa membuat tangannya terasa beku
Salsa menatap samar, dia memegang pipi Alan, kemudian mengembangkan bibirnya.
"Makasih.." ucap Salsa lemas. Tubuhnya seakan sudah tidak tahan lagi di tengah guyuran hujan deras yang sangat dingin, menusuks tubuhnya yang hanya tertutup helaian kain tipis yang sedikit terbuka. Dan bagian bawah terlihat robek membuka 5 cm di pahanya.
Wajah Alan gemetar panik, dia meletakkan kembali tubuh Salsa. Kemudian dengan segera dia melepaskan jaketnya yang memang sudah basah, membalutnya di rok pendek milik Salsa yang sudah tersobek.
"Salsa, bertahan. Aku akan bawa kamu segera pergi dari sini," ucap Alan terburu-buru.
Bibir pucat Salsa, mulai gemetar kedinginan. Salsa yang tersadar sejenak, tanpa sadar, ia menarik kerah Alan, membuat ke dua bibir mereka saling menyatu.
Alan mengerjapkan matanya berkali-kali, dia terkejut dengan ciuman tiba-iba dari Salsa. Perlahan tubuh Salsa lemas kembali. Dan mulai tak sadar lagi.
Bibirnya sangat dingin, dingin sekali. Batin Alan dalam hatinya. Dia menggulum bibir Salsa lembut, memberikan kehangatan kecupannya sementara agar bisa bertahan sampai ke vila. Kecupan hangat Alan semakin panas, dia melepaskan kecupannya, mengambil napas sejenak, lalu mengecup kembali bibir mungil Salsa penuh gairah panas. Sembari memeluk erat tubuhnya.
"Maafkan aku, aku melakukan ini hanya untuk mengangatkan tubuh kamu sementara," ucap Alan, mempererat pelukannya.
"Salsa, aku harap kamu bisa bertahan."
Merasa sudah merasa hilang dingin di dari tubuh Salsa, Alan beranjak berdiri. Dan segera mengangkat tubuh Salsa ala bridal style berjalan dengan langkah cepatnya menginjak kasar dedaunan kering yang sudah basah tertumpuk di tanah, kaki jenjang laki-laki itu, perlahan menembus ranting dedaunan yang menghalangi jalannya. Tanpa perdulikan beberapa goresan ranting itu membuat celana panjang miliknya sobek, menembus kulit kakinya.
Alan meringis, menahan rasa sakit. Dan terus berlari, sesegera mungkin keluar dari hutan itu.
Krasak... Krasakk....
Suara langkah kaki itu terdengar jelas.
"Salsa, semoga kamu baik-baik saja." ucap Alan, mengecup kening Salsa, tanpa sadar entah apa yang di lakukannya. Hati nuraninya merasa ingin selalu memeluk dan mengecup lembut Salsa.
Aku akan melakukan yang rerbaik, aku harap kita bisa sampai ke Vila dengan cepat. Gumam Alan dalam hatinya.
Dia berlari menanjakkan ke dua kakinya di atas pasir putih pinggir pantai, dia berjalan, mengangkat salah satunya, mengibaskan kakinya yang terendam dalam pasir menutupi lutut kakinya.
Dia terus melangkah, menarik kakinya yang terasa berat. "Aku harus cepat sampai, di vila. Sekarang keselamatan Salsa lebih penting," ucapnya dalam hati, membuat dirinya semakin kokoh untuk bertahan. Meski ke dua kakinya banyak di penuhi luka goresan.
Helaan napas beratnya, tak menghalangi niatnya untuk segera sampai di vila yang sudah tidak jauh dari pandangan matanya.
Hingga sepuluh menit kemudian, Alan sampai tepat di depan vila milik kakaknya. Dia menampakkan ke dua kakinya yang gemetar kedinginan di atas lantai putih.
Bruukkkk...
Tubuh kekar Alan terasa lemas, terjatuh membuat dirinya berlutut tepat di depan pintu. Lia yang melihatnya berlari keluar.
"Alan?" teriak Lia meraih tubuh Alan panik. Tetapi, berbeda dengan Alan yang mencoba berdiri kembali dengan susah payah, menggendong tubuh Salsa, masuk ke dalam Vila.
Lia yang melihat Alan begitu perduli dengan Salsa, hatinya merasa di kobarkan api cemburu menggebu di hatinya
Lia menghentakkan ke dua kakinya kesal, mengikuti langkah kaki Alan.
"Alan, kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Lia khawatir. Dia meraih tangan Alan, tang baru saja meletakkan tubuh Salsa di atas ranjang.
"Aku baik-baik saja," ucap Alan, menepis tangan Lia.
"Oya, tolong gantikan baju Salsa. Dan basuh tubuhnya." lanjutnya.
"Tapi, keadaan kamu apa benar tidak apa-apa?" Lia meraih tangan Alan lagi, menatap setiap detail tubuhnya dari ujung kaki hingga kepalanya.
"Sayang, jangan terlalu khawatir padaku. Sekarang yang paling penting Salsa. Dia kedinginan, aku harap kamu pakaikan baju trbal, dan balut tubuhnya dengan selimut tebal juga. Aku mau mandi," jelas Alan, mengusap ujung kepala Lia. Dia tersenyum tipis, seakan memang ingin menunjukan jika dirinya tidak apa-apa. Kemudian beranjak dari tempatnya menuju ke kamarnya.
Lia hanya diam, dia bingung dengan sifat Alan, berbeda dari biasanya. Pandangan Lia tertuju pada ke dua kaki Alan yang penuh dengan goresan, hingga darah segar masih keluar dari kaki jenjangnya.
Lia menghela napas beratnya, menguntupkan bibirnya kesal. "Kenapa dia bilang pada pacarnya sendiri tidak apa-apa. Padahal aku juga punya mata, jadi bisa lihat jelas jika dia terluka," gumam kesal Lia, dia mulai mengambil air, membasuh tubuh Salsa. Meski dalam hatinya merasa sangat kesal dengan pengorbanan Alan pada Salsa tadi.
Selesai memakaikan baju ganti ke pada Salsa. Lia segera menghubungi David. Lagian dia harus tahu jika istrinya sedang sakit. Dan hampir saja mati tadinya. Lia mengeluarkan ponsel di dalam sakunya, dan mulai mengambil ponselnya.
Tidak alam panggilan terhubung membuat Lia seketika kegirangan.
"Ada apa?" tanya David kesal dari ujung seberang sana.
"Kamu di mana?" tanya Lia.
"Memangnya ada apa?"
"Salsa tadi hampir saja mati, dan sementara kamu pergi." ucap Lia menggebu, meluapkan kekesalannya.
"Hah?"
"Apa kamu tidak perduli dengan istri kamu sendiri."
"Kalian urus saja dia, aku sekarang sedang ada rapat. Mungkin pulang 2 hari kemudian," jelas David yang langsung menutup telfonya.
"Kak David!" panggil Lia tak di hiraukan olehnya
Ahh... Di matikan lagi.. Nyebelin banget kak David. Padahal aku sekalian bilang apa yang di lakukan Salsa tadi pada adiknya. Benar-benar nyeselin semuanya. Geram Lia menggebu.
---------
Sementara Alan yang sedang berendam di dalam bathup di kamar mandi miliknya. Hatinya merasa sangat gundah dengan apa yang di lakukannya tadi. Sebuah kejadian yang tidak terduga, dan entah di sengaja atau tidak kecupan itu tidak bisa di hindarkan.
Ia terus teringat tentang kecupan Salsa yang mengejutkannya. Sebuah kecupan singkat yang di balas dengan sebuah ciuman hangat darinya.
"Entah kenapa, bayangan wajah Salsa menghantui pikiranku." gumam Alan, menyandarkan kepalanya di pinggiran bathup.
"Tidak mungkin saku suka, lagian aku sudah punya kekasih. Jangan sampai tergoda olehnya. Dan dia adalah istri kakakku. Dan tidak akan menjadi istriku." lanjut Alan mengingatkan dirinya sendiri.
Alan meremdam tubuhnya, menahan rasa perih kakinya yang menjalar ke tubuhnya di saat terendam air.
"Bagaimana keadaan dia sekarang?" gumam Alan membuka matanya lebar lagi di saat mengingat Salsa.
Drttt... drrtt...
Dering nyaring ponsel Alan membuat lamunannya terhenti. Dia kenciba menaydarkan dirjnya, meraih ponsel tepat di samoing bathup.
Alan mengerutkan matanya di saat melihat siapa yang tertera di layar pi selnya 'Kak David' tulisan nama itu membuat dia segera beranjak dari dalam bathup, meraih handuk menutupi bagian pinggang sampai lututnya.
Dalam satu tarikan napas, Alan mengangkat telponnya.
"Kenapa lama sekali angkat telponku?" teriak David dari ujung seberang sana. Seketika membuat Alan menjauhkan ponselnya dari telinganya.
"Ada apa, kak?"
"Di mana Salsa?" tanya tegas David.
"Dia di kamar?"
"Apa dia baik-baik saja,"
"Dia baik-baik saja, kak!"
"Baiklah, jaga dia. Aku tidak pulang ke vila selama dua hari."
"Kenapa harus aku,"
"Karena kamu sudah menginap gratis di bilang. Jadi aku tugaskan kamu. Dan ingat jangan sampai dia kenapa-bapa," ucap cepat David tanpa jeda, dan langsung mengakhiri panggilannya.