Elena menoleh ke arah Brian yang kini sedang sibuk memasak. Pria itu bergerak dengan pasti seakan dia sudah sering masuk ke dalam dapur untuk memasak. Elena tersenyum. Menatap punggung Brian yang tengah memasak, mengingatkan dia pada seorang pria yang sering memasak untuknya. Meminta Elena untuk duduk diam dan membiarkan sang pria memasak makanan spesial untuknya. Membuat Elena marasa begitu tersanjung. Hal sederhana yang sangat romantis baginya. Elena merindukan pria itu. Merindukan Diego hingga dia membayangkan jika yang berdiri tak jauh darinya adalah pria itu. Punggung lebar yang selalu menarik Elena untuk bersandar di sana. Tanpa Elena sadari dia sudah berdiri dan berjalan perlahan mendekati Brian. Dan memeluk pria itu dari belakang. Mata Elena terpejam erat. Dalam pikirannya pria yang dipeluk adalah Diego. Pria yang dia cinta dan sayangi.
Berbeda dengan Elena. Tubuh Brian mematung, dia tak bisa bergerak sangking terkejutnya. Tangannya menggantung di udara. Beruntung dia belum menghidupkan kompor. Jantungnya berdetak kencang. Dia tak pernah menyangka Elena akan memeluknya seperti ini. Bahkan saat mereka seminggu berhubungan, Elena tak pernah mengambil langkah lebih dulu. Selalu saja Brian yang memulai semuanya.
Brian hanya diam. Dia sangat terkejut. Dan tak tau harus berbuat apa. Tapi ada yang aneh pada dirinya. Jantungnya berdegup kencang dan ada rasa senang menyelimuti hatinya. Seakan dia memang mengharapkan hal ini.
Elena mengeratkan pelukannya. Bibirnya menggumamkan panggilan Kak. Sangat kecil hingga Brian tak mendengarnya.
Bingung dengan rasa aneh yang menyelimuti hati Brian. Dan merasa canggung dengan Elena yang masih saja memeluknya erat. Brian memanggilnya, "Elena."
Seakan ada sebuah peluru yang meluncur begitu cepat ke arah kepala Elena. Wanita itu langsung tersadar bahwa pria yang dipeluknya bukan Diego, dia Brian! Dengan kecepatan cahaya Elena melepaskan pelukannya. Dan langsung bergerak cepat ke arah kursi tempatnya duduk tadi.
Beberapa detik baru Brian bisa berbalik dan menatap Elena dengan seksama. Meneliti wajah Elena. Wanita itu bergerak gelisah dan tak nyaman di tempat duduknya. Dia hanya menunduk tak berani menatap Brian.
"Elena, kau...." ucapan Brian terhenti, dia bingung bagaimana menanyakan aksi aneh Elena tadi.
Elena meremas ujung bajunya dan mendongak ke arah Brian.
"Brian, tadi itu...." ucapan Elena terhenti ketika suara aneh mengintrupsi. Suara aneh yang berasal dari perutnya. Mungkin baby sudah sangat lapar saat ini.
Brian tertawa kecil, "Sepertinya perutmu harus diisi sesegera mungkin."
Pria itu berbalik dan melanjutkan aksi memasaknya.
....
Tak terasa kehamilan Elena sudah memasuki usia tiga bulan. Hari ini jadwal periksa kehamilan Elena. Brian sedang menunggu Elena turun agar bisa pergi ke rumah sakit.
Tak lama kemudian Elena turun bersama Elise. Brian terpaku. Disana Elena memakai gaun putih dengan bahan brokat milik Elise. Dan Elise juga mendandani Elena make up natural, sama seperti dirinya jika dia sedang berpergian. Elise mendandani Elena seperti dirinya.
Brian tersenyum, "Sepertinya jika kalian bertukar posisi aku pasti kesulitan menyadari yang mana Elise dan yang mana Elena."
Kedua wanita itu hanya tersenyum geli. Sejak dulu memang banyak yang mengatakan hal itu. Karena wajah mereka memang sangat mirip. Jika beberapa bulan yang lalu, ada perbedaan tone warna kulit antara Elena dan Elise. Yaitu warna kulit Elena yang lebih gelap dibanding Elise yang putih mulus karena sering perawatan. Tapi kini kulit Elena juga seputih milik Elise. Selama dua bulan lebih Elise sering mengajak Elena untuk luluran.
"Sudah, segeralah berangkat. Hubungi aku jika hasil usg sudah keluar. Aku tak sabar ingin melihat hasil USG baby."
Elise sangat antusias. Seandainya bisa, dia pasti sudah ikut ke rumah sakit untuk melihat langsung scan usg rahim Elena. Tapi itu tidak mungkin. Karena mereka tak bisa mengambil resiko, bisa saja ada orang yang melihat mereka bertiga ke rumah sakit. Yang lebih gawat, jika mereka bertemu dengan Rena atau Tiara. Jadi, Elise harus bersabar dan menunggu di mansion.
"Baiklah, kami brangkat. Ayo, Elena."
Kini mereka sudah di mobil dalam perjalanan ke rumah sakit. Elena memandang keluar kaca mobil. Menatap bangunan dan toko-toko yang dilalui mereka. Jalanan siang ini cukup lenggang. Dan hanya sedikit orang yang berjalan di pinggir jalan.
Elena mengelus perutnya dan memikirkan jenis kelamin bayinya. Apa jenis kelamin baby yang ada dalam kandungannya? Apakah laki-laki atau perempuan?
Elena melirik ke arah Brian yang fokus menyetir. Elise mengatakan pada Elena jika dia menginginkan anak laki-laki tapi dia juga tak masalah jika baby berkelamin perempuan. Dan Elena penasaran dengan Brian. Jenis kelamin apa yang diinginkan pria itu? Laki-laki atau perempuan?
Elena penasaran dengan pemikiran pria itu. Dua bulan lebih tinggal satu atap membuat Elena sudah tak canggung dan bisa berbicara sangai dengan Brian. Tapi Elena tak akan mau memancing amarah Brian. Itu menakutkan, walaupun kini pria itu selalu mencoba menekan semua amarahnya karena Elena sedang mengandung anaknya.
"Brian."
Brian menoleh singkat dan berdehem lalu menatap ke arah jalan kembali.
"Kau ingin baby berjenis kelamin apa? Laki-laki atau perempuan?" Elena menatap Brian lekat, bahkan wanita itu menggeser posisi duduknya dengan menghadap ke arah Brian.
Brian terdiam, dia tak menyangka Elena akan menanyakan hal itu padanya. Dia menoleh sebentar ke arah Elena sebelum menjawab, "Aku tak terlalu memikirkannya, selagi baby baik-baik saja dan sehat itu sudah cukup untukku."
Elena tak menyangka pria itu akan menjawab seperti itu. Dia menatap Brian lekat. Ini pertama kalinya Elena melihat sisi bijak seorang Brian.
"Tapi jika harus memilih, laki-laki atau perempuan?" desak Elena masih penasaran dengan jawaban Brian.
"Hmm, untuk anak pertama akan lebih baik jika dia seorang laki-laki."
Perkataan Brian sontak menimbulkan berbagai pernyataan di benak Elena tanpa pria itu sadari. Anak pertama? Apa akan ada anak kedua? Apa Brian menginginkan Elena untuk hamil anak keduanya? Dan berhubungan lagi dengannya? Melalui percintaan panas penuh gelora dan gairah?
Wajah Elena sudah memanas membayangkan kejadian tiga bulan yang lalu. Dia membuang wajahnya ke arah kaca dan menggeleng berkali-kali. Apa yang sedang dia pikirkan? Bagaimana mungkin dia bisa berpikiran mesum seperti itu? Apa hormon kehamilan yang membuatnya jadi berpikiran kotor? Apa karena itu juga, dia ingin sekali bergelung memeluk dan bermanja-manja dengan Brian?
Ugh, Elena benci jika keinginan seperti itu muncul. Benci dan kesal karena dia tak bisa melakukannya. Dia tak bisa mewujudkan keinginan itu. Brian mungkin bisa memaklumi sikap dan keinginannya itu, tapi harga diri Elena terlalu malu untuk mengungkapkannya. Dan alhasil Elena tersiksa sendiri dengan keinginannya tersebut.
Tiba-tiba pemikiran itu terlintas begitu saja di benak Elena. Dia menoleh dengan cepat ke arah Brian.
"Brian, bagaimana jika aku mengandung bayi kembar?"
"Apa?!" Brian dengan kencang menekan rem mobil dan menoleh ke arah Elena. Beruntung wanita hamil itu mengenakan sabuk pengamannya jika tidak dia mungkin saja sudah terbentur dashboard.
Pertanyaan Elena yang tiba-tiba dan antusias sangat mengejutkan Brian, terutama pertanyaan wanita itu. Kembar? Elena mengandung anak kembar?