Irene memejamkan matanya erat-erat, menikmati hangatnya tubuh Diego. Lalu, Irene membuka mata—melihat ke depan. Seketika itu matanya membulat. Terkejut.
Oh, Tuhan.... Siapa wanita yang dia lihat sekarang? Kenapa ada wanita lain di ruangan pribadi Diego? Dan yang lebih membuat Irene bertanya-tanya lagi... Kenapa wanita itu telanjang?
Irene tidak bisa menahan suaranya untuk tidak bergetar. "Diego, wanita yang disana... Ke-kenapa...."
Mata Irene berkaca-kaca. Dia langsung melepaskan pelukan. Diego menunduk, memusatkan penuh perhatiannya ke netra coklat Irene yang dipenuhi cairan kristal. Irene menggeleng, seakan dia baru saja menyangkal hal-hal buruk tentang Diego.
Irene mengulurkan tangan, menyentuh lengan Diego dan mencengkramnya. Air matanya merembes. "Dia siapa?"
Diego mengalihkan pandangan, tidak kuat melihat tatapan kecewa yang diberikan Irene. "Tidak tahu. Aku tidak mengenalnya." jawab Diego cepat.
Mendengar itu, Katherine tidak terima.
"Jadi kau tidak—"
"Dasar brengsek! Aku tidak akan pernah menerima penghinaan ini! Membusuklah kau bersama iblis-iblis neraka lainnya!" teriakan keras Kath memotong ucapan Irene, napasnya terengah-engah setelah ia mengeluarkan kemarahannya. Cukup! Ini sudah keterlaluan! Katherine sudah mati-matian untuk merendahkan harga dirinya dan sekarang pria itu malah berkata bahwa dia tidak mengenalnya? Lelucon macam apa ini?!
Irene terdiam sebentar mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Kath, sementara Diego tampak tenang dengan wajah datarnya. Sialan. Hal itu membuat Kath bertambah marah.
Setelah sepersekian detik terpaku, Irene mengusap air matanya di pipi saat merasa dia harus kuat untuk menghadapi semua ini. Diapun akhirnya melangkah ke depan—menghampiri Kath. Dia berdiri tepat di hadapan Kath, berjongkok, kemudian meraih dagu Kath dengan telunjuknya, mendongakkan wanita itu.
"Walaupun aku marah dengan Diego, aku tetap tidak bisa menerima Diego dihina oleh wanita tidak tahu malu sepertimu!" bisik Irene geram, menatap tajam ke arah Kath.
Kath membalas tatapan itu tidak kalah tajamnya. Wajahnya memerah—ingin meledak.
"Bodoh! Kau wanita yang bodoh! Aku bahkan tidak menyangka Diego jatuh cinta dengan wanita idiot seper—"
Cuihh...
"Kurang hajar! Jaga bicaramu!"
Katherine menatap marah ke arah Irene yang kini menatapnya menantang. Wanita itu meludahinya? Sialan! Harga dirinya sudah benar-benar di rendahkan ketika Irene meludahinya di hadapan Diego. Katherine langsung mengangkat tangannya dan mengusap air liur Irene di wajahnya. Setelah itu, dia mengangkat satu tangannya lagi. Mengangkatnya tinggi-tinggi, ingin menampar Irene.
"Aku tidak akan segan untuk menghancurkan tanganmu jika kau berani menyentuhku!" Irene menangkap tangan Katherine sebelum Katherine berhasil melayangkan tamparannya. Irene menatapnya tajam. Penuh ancaman. Katherine meringis, tidak menyangka tenaga yang dimiliki Irene kuat sekali.
"Le—lepaskan!" Katherine merintih ketika dia merasakan cengkraman Irene seperti mau menghancurkan telapak tangannya.
Demi Tuhan! Katherine tidak percaya dengan semua ini. Wanita yang ada di depannya ini.... begitu mengerikan saat marah. Api kemarahan yang tampak jelas dia dapati ketika menatapnya tidak menipu. Katherine bahkan merasakan tubuhnya seperti di kuliti ketika bola mata Irene memindai seluruh tubuhnya.
Irene tersenyum mengejek, seakan memberitahu Katherine betapa muaknya Irene saat ini. "Kau pikir melepas seluruh pakaianmu Diego akan tergoda dengan tubuhmu? Ck! Aku bahkan berani bertaruh dia pasti langsung menolakmu! Sebagai wanita yang memiliki kehormatan di dalam dirinya—kau begitu mudahnya membuang semua itu. Harga dirimu telah direndahkan oleh dirimu sendiri. Dan sekarang, lihat apa yang kau lakukan? Berteriak mengatakan bahwa Diego telah menghinamu." Irene menggeleng pelan dan menarik sudut bibirnya. "Menggelikan."
Lalu, cengkram itu lepas—membuat Katherine tersentak ke belakang. Irene menghempaskan tangan Katherine dengan kasar seolah merasa jijik sudah menyentuhnya.
Diego yang menyaksikan itu dan mendengar kalimat Irene dengan intens, tersenyum puas. Sekarang, Irene yang ada di hadapannya bukanlah Irene yang biasanya—berhati lembut dan penuh perhatian, tapi Irene seperti singa yang terusik ketika melihat binatang asing masuk ke dalam daerah kekuasaannya. Well, Irene benar-benar wanita yang menyeramkan ketika marah.
Katherine mengepalkan tangannya. Matanya memicing penuh amarah ke arah sosok yang menyeriangi padanya.
"Dengar ini! Aku memang menggoda Diego. Aku melepaskan semua pakaianku, meliukkan tubuhku, mendekatinya dan mengelus dadanya seperti seorang jalang. Tapi apa kau tahu bagaimana reaksinya?" Katherine memberi jeda, tersenyum sinis sembari melirik Diego dan Irene bergantian. "Diego menyambutku, memeluk tubuhku dan mencium bibirku. Aku bahkan tidak menyangka Diego begitu semangat menciumku hingga bibirku berdarah. Kau bisa melihat buktinya disini!" Katherine menunjukkan luka gigitan di bibirnya dengan jari telunjuk, menyeriangi.
"Katherine!" itu bentakkan Diego. Irene membeku. Jadi Diego tahu nama wanita itu?
Irene menelan ludahnya. Dia melihat apa yang di tunjukkan wanita di depannya ini dengan nanar. Irene memandangi bibirnya. Benar. Ada luka disana, bahkan dia masih bisa melihat ada darah yang hendak keluar lagi darisana. Oh, Tuhan.... Apa ini? Kenapa dia merasa kata-kata wanita itu tidak membohonginya? Dan lagi... Apa... Apa Diego yang melakukan itu terhadapnya?
"Really?" sekali lagi, air mata Irene jatuh. Irene tidak tahan. Dinding yang dia bangun untuk membuat hatinya sekuat baja seketika roboh begitu saja.
"Ya! Kau seharusnya berpikir! Kenapa dia malah mencium wanita lain disaat dia memilikimu? Ah, iya... Aku baru ingat! Seorang pria yang berkuasa tidak mungkin hanya puas dengan satu wanita. Dia pasti menginginkan wanita lain. Dan itu wajar untuk pria seperti Diego Alvaro. Kau jangan terlalu berharap dia hanya akan melirikmu!"
Diego menggeram dan menatap Katherine dengan gusar. Sial! Bisa-bisanya Katherine mengatakan hal yang sama sekali tidak akan pernah Diego lakukan seumur hidupnya. Ya Tuhan!
"Aku bersumpah akan menutup mulutmu selama-lamanya jika kau berani bicara sekali lagi!" Diego menatap Katherine tajam.
Katherine memicing, tersenyum tipis sembari menggeleng pelan. "Jadi, kau mengancamku?"
"Hentikan bualanmu! Atau aku akan benar-benar melenyapkanmu!" mata Diego menggelap.
Katherine tertawa kecil, dia sempat menutupi dadanya dan merapatkan kakinya sebelum berkata, "Ah, aku takut. Kau ingin aku mengatakan ini kan, Sayangku?"
Dasar jalang. Beraninya dia...
Diego makin menatap Katherine tajam. Matanya berkilat mengerikan bersamaan dengan suara gemelatuk ketika pria itu menggertakkan giginya. Diego tidak akan melupakan sumpahnya! Dia akan selalu mengingat sumpahnya untuk melenyapkan Katherine atas semua yang telah terjadi terhadap dirinya dan Irene!
"Pergi darisini! Cepat!" Diego menunjuk pintu yang ada dibelakangnya—mengusir Katherine terang-terangan.
"Tidak! Aku tidak mau!" Katherine menggelengkan kepalanya cepat, menolak Diego.
"CEPAT PERGI DARI HADAPANKU, SIALAN!" bentak Diego keras.
Sontak, Irene langsung menutup matanya. Terlalu terkejut.
"Tidak! Aku tidak mau pergi!"
"Stop!" sentak Irene. Seketika ruangan menjadi hening. "Kau tidak bisa membuat wanita yang mencintaimu untuk pergi menjauhimu, Diego." ucap Irene pelan, suaranya terdengar serak—seperti ingin menangis. Tapi Irene berusaha kuat.
"Irene...." suara Diego melembut, entah kemana suara dingin dan kasarnya tadi.
Irene berdiri. Dia mengabaikan panggilan dan tatapan Diego padanya dengan berjalan ke arah pakaian Katherine yang tergeletak di atas lantai. Dia lalu mengambilnya. Menatap pakaian itu sebentar sebelum melemparkannya ke arah wajah Katherine.
Katherine langsung menjauhkan pakaiannya dari wajahnya dengan kasar. Sialan. Irene menghinanya lagi! Benar-benar!
"Pakai bajumu. Gunakan itu selagi kau masih memiliki harga diri untuk sekedar keluar dari ruangan ini." Kata-kata Irene menohok hati Katherine. Wanita itu seakan menunjukkan dia adalah jalang yang sesungguhnya.
"Kau pikir aku akan keluar darisini tanpa pakaian?!" Katherine berteriak keras, amarahnya terpancing.
Mata Irene menyipit.
"Kau..." Irene bergumam tidak suka. Lalu, tanpa peringatan Irene mendekat. Mencengkram rahang Katherine erat dan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi hingga Katherine dapat melihat Irene yang menjulang di atasnya. "Jika saja aku tidak melihatmu sebagai wanita aku ingin sekali merontokkan rambutmu! Kau tahu?!" Irene mendesis di antara rahangnya yang mengetat.
Itu benar. Yang Irene katakan tidak main-main. Tapi... Sungguh! Irene tidak bisa. Bagiamana mungkin dia membiarkan wanita lain merasakan penderitaannya di masa lalu? Seseorang yang menarik kepalamu hingga membuat rambutmu rontok dan tercabut-cabut rasanya benar-benar menyakitkan. Irene tidak setega itu. Meskipun pada wanita sejalang Katherine.
Katherine merasa tangan Irene akan meremukkan rahangnya, membuatnya tak tahan untuk meringis. "Sa-sakit...."
Mendengar itu, Irene langsung melepaskan cengkramannya. Ia menarik Katherine untuk berdiri dan menatapnya tajam. Katherine menelan ludah, dia buru-buru memakai pakaiannya ketika merasa tatapan Irene makin menghujam dirinya.
Akhirnya mulut sialan Katherine tidak lagi berkata-kata. Selesai dengan Katherine, Irene berbalik dan melangkah pergi. Hendak menjauh sebelum keinginannya merontokkan rambut Katherine semakin besar.
Tapi kemudian,
"Maaf,"
Irene hanya berjarak beberapa langkah dari pintu ketika mendengar suara pelan Diego. Irene enggan berbalik—menolak untuk melihat Diego yang saat ini tengah memandangnya kalut. Wanita itu hanya berhenti di tempatnya sembari menunduk dalam.
Air mata ini... Lagi-lagi jatuh. Diego Alvaro... Sampai kapan kau terus membuatku sakit? Batin Irene.
Tidak ada jawaban. Membuat Diego bertanya-tanya sebesar apakah dia membuat Irene marah kepadanya. Huft. Padahal mereka memang sering berada di dalam kondisi yang serupa, tapi kenapa saat ini rasanya menyesakkan? Bahkan dirinya pun ikut merasakan itu, apalagi Irene?
Tidak.... Diego tidak menyukai ini.
"Untuk apa meminta maaf?" tanya Irene dingin.
Diego terkesiap. Irene yang biasanya selalu lembut ketika berbicara dengannya tidak pernah berkata sedingin ini padanya. Diego menggeleng. Dia mengambil satu langkah maju, hendak memeluknya. Namun, Irene melakukan penolakan, mendorongnya menjauh, tapi Diego mencengkramnya dengan segala upaya. Sesuatu dalam benak Irene berteriak, Irene menarik napas gemetar.
"Jangan sentuh aku!" Irene memeluk tubuhnya sendiri. Gemetar. Berada di dekat Diego malah membuatnya sesak. Hatinya terlalu sakit. Irene tidak berdaya.
"Tolong... Jangan seperti ini, Irene. Dengarkan aku dulu!" Diego memijit keningnya.
"Untuk apa?! Jika kau meminta maaf tandanya kau memang bersalah kan? Lalu apa kesalahan yang ingin kau jelaskan?! Kau ingin bilang jika kau telah menciumnya karena kau tergoda? Begitu?!"
"Demi Tuhan! Bukan seperti itu!"
"Apa lagi?!" Irene menatap Diego putus asa, lalu menutup wajahnya. Menangis keras.
"No... No... Jangan menangis, sayang..." Diego menggeleng cepat, matanya yang semula memancarkan kemarahan langsung berubah. Berganti dengan sorot kepedihan.
Irene membuka tangan yang menutupi wajahnya, menatap wajah Diego yang memandangnya sedih. Lalu, tatapan Irene turun, tepat di bekas kemerahan yang menempel di dekat kerah baju Diego. "Kau mau menjelaskan bajumu yang ada lipstik merahnya? Itu yang mau kau jelaskan?!" tanya Irene sengit, tangisnya makin keras.
"Ya... Aku memang melakukan itu. Tapi aku tidak bermaksud, Irene. Aku hanya ingin Katherine mengerti kalau aku menolaknya. Caraku memang salah, seharusnya aku tidak menciumnya."
"Me—menciumnya?" ulang Irene, tersenyum miris. "Jadi benar? Apa yang dikatakan wanita itu benar?"
Diego berdecak. "Irene.... Please! Jangan salah paham."
"Aku? Aku salah paham? Sama sekali tidak! Bagaimana aku tidak salah paham melihat bibir Katherine berdarah?! Kau menolak Katherine tapi kau juga menikmatinya!"
"Aku tidak menikmatinya! Itu hanya caraku untuk menjelaskan maksudku yang sebenarnya, karena setelah itu—"
"Aku datang dan kau terpergok? Kau tidak mau aku datang saat kau menciumnya kan? Kau harusnya bersyukur aku datang saat kau sudah selesai dengannya!"
"Kau bersikeras menunduhku mencium Katherine karena alasan menikmatinya karena kau dibutakan cemburu!"
"A—apa kau bilang?" Irene mendongak, menatap Diego sakit hati. Matanya yang mulai bebas dari air mata kini kembali berkaca-kaca. Percuma. Sepanjang apapun perdebatan mereka, sekeras apapun dia berteriak, entah dia benar atau salah, Diego Alvaro tidak akan mengaku. Diego selingkuh darinya. "Kau pikir aku sepicik itu?"
Krak!
Sontak Irene membanting vas bunga yang ada di dekatnya hingga pecah—menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Amarah Irene langsung naik.
Diego mengusap wajahnya kasar, lalu menatap Irene kalut. Sadar sudah menyakitinya. Diego hendak merengkuh pundak Irene, namun Irene menepisnya.
"Ternyata aku yang bodoh disini. Katherine benar..." Irene memejamkan mata—berusaha mengontrol emosinya, berusaha keras tidak terisak. Ketika keberaniannya terkumpul, Irene menatap Diego lekat-lekat. "Tidak mungkin kau tidak tertarik pada wanita lain. Apa cantiknya aku dibanding mereka? Sebentar lagi aku akan gendut karena kehamilanku, kau pasti sudah mencari penggantiku."
Diego terdiam, menunggu Irene melanjutkan. "Aku bahkan masih ingat kau begitu marah karena aku berciuman dengan Alva. Dan sekarang?" Irene menatap Diego penuh benci. "Semuanya berbalik padamu. Kau berciuman dengan Katherine!"
"Irene..."
"Tapi aku tidak menghukummu, tidak seperti kau yang menghukumku dengan cambukan. Kau tahu betapa sakitnya aku saat itu?" suara Irene terdengar bergetar dan rapuh, membuatnya terlihat begitu menyedihkan.
Diego melihat itu semua. Menahan gejolak di dadanya, dia menatap Irene putus asa dan berkata, "Irene, maafkan aku..."
Irene menggeleng, mundur satu langkah menjauhi Diego. Kenapa dia harus bersusah payah menjelaskan semua ini? Kenapa dia harus merasa tidak adil hanya karena ini? Kenapa dia langsung merasa terpukul karena Diego pernah salah paham padanya karena adegan ciumannya dengan Alva kala itu? Irene harus mengontrol rasa ini, jika tidak Diego akan tahu Irene masih mencintainya.
"Cukup. Aku lelah. Kau memuakkan."
"Irene..."
"Tidak! Dengarkan aku baik-baik," sanggah Irene, melirik Katherine yang diam di tempatnya dengan sinis. "Kau bisa menjalin hubungan dengan Katherine jika kau tertarik dengannya. Karena kau dan aku...."
Diego menggeleng.
"Sudah berakhir. Hubungan kita sudah berakhir. Kau sudah aku anggap mati." putus Irene berusaha tegar.
To be continued.
Sad ending apa happy ending?
tebak dong wkkwwkk