Matahari telah meredupkan sinarnya, di kawasan kumuh Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Tidak biasanya jalan raya yang berada di depan rumah susun ini macet. Pastinya ada warga yang sedang merayakan pernikahan atau merayakan 17an hingga harus menutup jalan raya.
Wajar saja lah, sebagai warga negara yang katanya memiliki daratan hingga 1,3 juta Km2 kami tidak memiliki lapangan serba guna. Semua sudah menjadi gedung-gedung bertingkat demi satu kata Kemajuan Zaman.
Hari ini memang sengaja aku pulang dari tempat kerja agak cepat. Karena Emak sedang terkapar di kamar rumah susun tempat kami tinggal. Sudah tiga bulan ini, Emak sakit-sakitan kata dokter sih Emak mengidam kanker paru-paru akibat kebanyak merokok. Karena itulah, pihak Jaminan Kesehatan enggan memberikan pelayanan bila harus menjadi pasien jaminan. katanya sih itu karena ulah dari Emak sendiri.
Kalau begitu kenapa negara izinkan rokok diperdagangkan? sebagai anak tamatan SMP aku tahu bahwa perusahaan rokok wajib membayar cukai dan pajak untuk negara dan jumlahnya tidak main-main. Pada 2016 saja, kata BPS realisasi penerimaan negara dari cukai rokok sebesar Rp143,53 triliun. Angka inikan termasuk sumbangsih Emak sebagai konsumen rokok? Kok Emak enggak dapat jaminan kesehatan? Mungkin, inilah yang disebut fakta terbalik. Kalau di dalam Preambule UUD 1945 yang pernah aku pelajari, yang harusnya mensejahterakan adalah pemerintah namun kenyataannya yang mensejahterakan adalah rakyat dan itu termasuk Emak.
Yah Mak emang begini nasib orang kecil..
Aku sengaja berjalan kaki dari Pasar Gembrong karena ingin cepat-cepat sampai ke rumah. Karena saat ini, Mikrolet atau angkutan kota Jakarta tidak bisa bergerak karena macet.
Padahal, aku pulang sore karena baru saja mendapatkan uang tip dari Andri anak orang kaya yang belajar Muaythai di sansana tempat ku bekerja sebagai cleaning service.
Biasanya, aku pulang larut malam karena ikut latihan dan membersihkan setiap keringat yang menempel di samsak serta sarung tinju. Dan tak lupa mengepel matras, serta mengelap alat-alat olahraga lainnya.
Memang melelahkan, namun karena kecintaan ku pada olahraga beladiri membuat ku betah bekerja disana. Tadi siang Andri meminta ku menjadi sparing patnernya di ring.
Dengan senang hati ku layani, pak Ilham sang pemilik sansana pun tidak mempermasalahkan jika pada saat jam kerja aku meladeni permintaan member dan anak didiknya.
Pada tahun-tahun pertama, aku menginap di sansana bukan untuk menghemat biaya. Tetapi mencuri waktu agar bisa berlatih sendiri sebab saat masih duduk di bangku sekolah aku rajin ikut latihan pencak silat.
Hal ini, karena bapak yang menunjukan kepada ku betapa menariknya seni bela diri. Meski bekerja sebagai seorang security dan tukang parkir taman bermain milik Pemda. Bapak ternyata aktif mengajar Panglipur. Namun, sekarang ia sudah tidak aktif lagi karena Allah sayang padanya hingga memanggilnya karena penyakit diabetesnya.
Bapak menghembuskan nafas terakhirnya di ranjang rumah sakit ruang kelas III dengan wajah yang teduh. Hal itu sudah berlalu dua tahun yang lalu. Sejak peninggalan Bapak, Emak pun meminta ku untuk tidak melanjutkan sekolah STM ku yang sudah masuk kelas II.
Karena siapa yang akan membayar sewa rumah susun dan makan sehari-hari bila aku sekolah.
"Assalamualaikum Mak Alloy pulang.." kata ku saat memasuki bilik kamar Emak. "Waalaikumsalam tumben loe dah pulang bolos yeh." jawabnya ketus dengan wajah lemas.
"Enggak Mak Alloy izin ama Pak Ilham untuk pulang cepat karena Emak lagi sakit. Ini Alloy bawain nasi bebek kesukaan Emak.." kata ku sambil menunjukan bungkusan nasi bebek langganan Emak.
"Gue lagi enggak nafsu makan Loy mulut Gue pahit banget, dada nyesek, kayak gue pengen banget nyusulin Bapak Loe," balas Emak yang membuat ku menjadi pucat.
"Jangan ngomong gitu Mak..kan Emak belum Alloy bahagia in karena belum kaya. Nanti kalau Alloy berhasil jadi petarung Muaythai profesional dan dapat duit banyak, kita pindah dari sini Mak. Beli rumah yang ada kolam renangnya," bujuk ku.
"Hehehe..Loe mimpi siang bolong Loy sama cuma bergulat bisa dapat duit banyak yang benar aje.." tuturnya.
"Loy ada yang ingin Emak sampaikan ke Loe dan ini sebetulnya enggak boleh ama Bapak Loe tetapi menurut Emak emang harus disampaikan Loy," jelasnya.
"Apa Mak.." cecar ku.
Emak pun terdiam sejenak matanya terpejam dan menarik nafas seakan-akan menyampaikan sesuatu yang berat. "Loy loe sayang kan ama Emak? " katanya setelah menghelakan nafasnya.
"Sayang Mak..Emak kan Emak Alloy masa iya Alloy enggak sayang," balas ku dengan berkaca-kaca.
"Loy Emak ini bukan Ibu kandung Alloy...Alloy sengaja Emak dan Bapak pungut dari umur Lima tahun..Maafin Emak Loy baru bisa kasih tahu sekarang," katanya sambil mengurai air mata.
"Ini rahasia emang sengaja Emak simpan karena pesan Almarhum Bapak loe untuk disimpan. Sampai Emak rasa pas untuk disampaikan," jelasnya.