Chereads / Aksara Rindu / Chapter 11 - Bab 10

Chapter 11 - Bab 10

Jangan lupa vote and Coment 😘😍😍 ya temen-temen....

***

Sheila tersenyum ke arah teman-temannya yang duduk di tengah kantin. Windy melambaikan tangannya kepadanya agar dia mendekati. Ia baru saja memesan mie ayam di salah satu conter makanan. Baru saja ia ingin menghampiri temannya. Namun Sheila terjatuh, ia di selengkat oleh seseorang.

Nampan yang berisikan sambal dan mie ayam yang dibawanya mengotori baju milik Sheila. Sheila meringis menahan panas yang mengenai tubuhnya begitu juga rasa sakit di lututnya karena terbentur lantai. Sheila menahan malu, karena disaat ia mengangkat kepala semua mata tertuju padanya bahkan ada yang menertawakannya. Sheila mencoba melihat siapa yang menyelengkatnya, ia tersenyum miris ketika melihat Nisalah pelakunya.

"Maaf tidak sengaja," hanya itu yang Nada ucapkan.

Sheila bahkan tidak menghiraukan ketika ada seseorang yangΒ  menyampirkan almamater biru muda di bahunya. Serta pria yang ia lirik sekilas itu merapikan piring yang pecah dan mangkuk sambal miliknya yang tumpah. Sheila yang sudah terlanjur takut, sedih, marah dan malu. Ia berlari sambil merapatkan almamaternya erat, tidak mempedulikan panggilan teman-temannya. Sheila pergi ke kamar mandi mencoba membersihkan pakaiannya. Namun gagal karena noda itu masih membekas.

Sambil menangis Sheila mengucek kerudungnya yang terkena noda begitu juga dengan kemejanya. "Hiks..hikss..." Ini kali pertama Sheila mendapat hal seperti ini. Ia tidak mengerti kenapa Nada bisa sekejam ini padanya, padahal ia tidak pernah mencari masalah dengan Nada.

Sheila menahan tangisnya, sepertinya ia tidak bisa mengikuti perkuliahan selanjutnya. Sheila mengambil ponsel di tasnya setelah menyerah membersihkan pakaiannya.

To: Ahwan

Mas, Sheila mau pulang.

From: Ahwan

Tunggu di tempat biasanya, saya jemput.

Sheila merapatkan almamaternya yang dikenakannya. Ia keluar dari kamar mandi menuju taman tempat ia biasa menunggu Ahwan menjemputnya. Sheila baru menyadari jika almamater yang dikenakannya adalah milik pria yang menolongnya tadi. Sheila merutuki kebodohannya yang tidak sempat berterima kasih pada pria itu.

Baru saja Sheila duduk, ada seorang pria yang ikut duduk di sampingnya. Tentu saja Sheila terkejut melihat pria tampan berdiri di hadapannya. "Hay, apa kamu baik-baik saja?" Tanya pria itu dengan ramah.

Sheila menyadari jika pria itu adalah orang yang telah menolongnya tadi di kantin. "Terimakasih," ujar Sheila tanpa sadar. Pria itu terlihat seperti kesatria berkuda yang menolongnya, begitu gagah dengan wajah tegas. Andai saja ia bertemu dengan pria ini duluan pasti Sheila dengan mudah akan jatuh cinta dengan pria itu.

"Kenalkan saya Nathan," Nathan memperkenalkan diri.

"Sheila,"

"Kamu bisa bawa almamater saya dulu. Kembalikan kapan-kapan saja sebisa kamu."

"Terimakasih mas," jawab Sheila.

"Baru kali ini saya melihat wanita menangis." Ujar Nathan. Hal itu membuat Sheila menoleh menatap Nathan tidak mengerti. Kemudian ia melihat Nathan tersenyum lebar padanya, "Kamu wanita pertama yang terlihat cantik di mata saya saat menangis." Sheila diam terpaku, matanya mengerjap tak percaya ucapan dari pria tampan yang dikiranya sebagai kakak tingkatnya itu. Tanpa sadar Sheila menghapus airmatanya yang ternyata masih terlukis di wajahnya.

"Semoga kita bisa bertemu kembali," kemudian Nathan bangkit dari duduknya meninggalkan Sheila yang terpaku di tempatnya.

Beberapa menit kemudian Ahwan datang dengan berlari-lari kecil menghampiri Sheila. Pria itu kaget melihat baju Sheila yang kotor. Sheila berdoa dalam hati semoga Ahwan tidak menyadari jika almamater yang ia kenakan bukanlah miliknya. Untung saja ini almamater kampus bukan jas pria. Andai saja itu terjadi pasti Ahwan akan memarahinya lagi.

"Apa yang terjadi? Kenapa bajumu kotor Sayang?" Sheila menghela napas lega ketika hal itulah yang terucap dari mulut Ahwan. Pria itu tidak mempermasalahkan almamater yang ia kenakan di tubuhnya.

"Hanya terjatuh," Ahwan mendesah kecewa ketika Sheila tidak menceritakan dengan rinci. Pasti ada suatu hal yang terjadi, sedang Sheila tidak ingin menceritakan kejadian sebenarnya. Ia takut jika Ahwan tidak percaya dengannya. Lebih baik ia diam, dari pada menimbulkan masalah baru.

Ketika Sheila duduk di kursi mobil. Ada pesan masuk di ponselnya. Ternyata grupnya bersama teman-teman pada menanyakan keadaannya. Teman-temannya khawatir dengan keadaannya.

Windy-

Kamu baik-baik ajakan Shei?

April-

Sheila πŸ˜–πŸ˜–πŸ˜Ÿ

Rindu-

Kurang ajar banget tuh si Nada, untung ada Mas Nathan. Lu tau nggak waktu lu kabur gitu aja. Nathan ngomelin Nada. Nada takut banget waktu itu, apalagi Nathan itu ketua BEM UNS tahun ini. Beruntung banget kamu Sheila di tolong mas ganteng πŸ˜‹

Windy-

Rindu pliss dehhh πŸ™„πŸ˜‘

Sheila terkejut membaca itu. Ternyata pria itu bukan hanya menolongnya tapi pria itu juga membelanya. Ada sedikit rasa senang di hatinya. Sheila kemudian mengetikan sesuatu di grup WhatsApp itu.

Sheila-

Sheila baik-baik saja, terimakasih udah ngawatirin Sheila teman-teman

Windy-

Ini kamu izin ngak ikut kelas pak Fuad?

Sheila-

Iya izinin yah..

April-

Siap

Rindu-

Baik-baik Sheila cantik

"Kamu nanti mau ngak mas ajak pergi?" Tanya Ahwan sambil menyetir mobil. Sebentar lagi mereka akan sampai ke rumah. Hari masih siang, untung saja tidak macet.

"Pergi kemana mas?" Tanya Sheila penasaran. Tidak biasanya Ahwan mengajaknya jalan di hari kerja. Apa pria itu tidak ke kantor lagi setelah ini?

"Rahasia," Sheila merenggut kesal mendapat jawaban itu. Ahwan hanya terkekeh sambil mengelus kepala Sheila yang mengenakan kerudung warna biru.

"Memangnya Mas Ahwan tidak ke kantor?" Ahwan menggeleng menjawab pertanyaan Sheila, "Khusus hari ini saya meliburkan diri untuk kamu. Saya ingin menemani kamu, lagi pula kamu juga boloskan?" Ujar Ahwan dengan nada mengejek karena Sheila bolos kuliah hari ini.

"Tapikan beda mas," elak Sheila berusaha membela dirinya, ia merasa tidak kesal dengan Ahwan yang mengejeknya. Padahal dia bolos karena bajunya seperti ini, sedangkan pria itu bisa melakukan seenaknya.

"Terserah saya dong, kan saya bosnya." Sheila memutar bola matanya. Ia meyenderkan tubuhnya ke kursi, ia menyerah untuk membalas ucapan Ahwan yang tidak dapat dibalasnya itu.

"Mau tidak?" Sheila mengangguk, sepertinya ia memang harus sering meluangkan waktu bersama Ahwan. Agar hubungan mereka tidak renggang. Apalagi sekarang Nada sudah menunjukan taringnya dan auranya seakan ingin membuktikan jika hanya wanita itu yang pantas buat Ahwan. Sheila harus berjuang keras untuk mempertahankan Ahwan. Tapi kehadiran Nathan di kehidupannya membuat hatinya sedikit bimbang. Sheila terpesona dengan pria itu. Ia merasa seperti seorang putri yang diselamatkan oleh pangeran. Sheila menghela napas, ia memejamkan matanya sambil merapatkan almamater milik Nathan. Bau harum varfum milik Nathan masih melekat disana. Tanpa Sheila sadari ia menikmati aroma khas Nathan yang mendekap tubuhnya erat itu.