Aku menunggu Mas Ahwan untuk menjemputku. Namun pria itu tak kunjung datang. Padahal tadi pria itu yang mengatakan akan menjemputku bahkan merindukanku.
Aku menghela napas, melihat langit yang mulai kelabu. Kuedarkan pandanganku keseliling taman saat itulah aku menemukan sosok yang tak asing di hidupku.
"Valdo," gumanku.
Aku berdiri dari kursi taman, berjalan menghampiri pria itu. Aku bisa melihat Valdo sedang sibuk membaca sesuatu di salah satu kursi yang tak jauh dariku. Jujur aku merindukannya, sejak aku menikah sahabatku itu tak lagi menemuiku bahkan terkesan seakan menghindar dari hidupku.
"Valdo," panggilku.
Dia menoleh, lalu menatapku terkejut. Namun dia dengan cepat merubah ekspresinya menjadi biasa.
"Hey Sheila, apa kabar?"
"Kabar baik, kamu apa kabar?"
"Aku juga baik."
"Kamu kemana saja pergi tanpa kabar." Ujarku merenggut, aku khawatir jika ia tidak ingin bertemu denganku lagi. Bagaimanapun kami ini teman dari kecil, dulu dia yang selalu melindungiku kemanapun.
"Aku sibuk mengurus lomba." Ujarnya dengan tersenyum.
"Lomba?" Aku menatapnya bingung, dia tidak seperti Valdo yang kukenal. Valdo yang kukenal suka tawuran, berantem dan hal nakal lainnya. Tapi sekarang tiba-tiba berubah menjadi pria baik. Sangat aneh, aku memandangnya curiga.
"Iya aku sedang berjuang untuk mengikuti MAWAPRES (Pemilihan Mahasiswa Berprestasi)." Ia seakan mengerti isi hatiku. Tapi Valdo tidak ingin mengatakan hal yang lebih dalam lagi. Pria itu menyembunyikan sesuatu dariku.
"Oh, begitu." Ujarku seakan mengerti maksud Valdo yang tidak ingin meneruskan ucapannya.
"Kamu sekarang terlihat berbeda. Kamu semakin cantik dengan jilbab itu." Puji Valdo. Ah dulu aku belum menutup aurat namun semenjak menikah Mas Ahwan begitu posesif bahkan dia memilihkan pakaian apa saja yang boleh aku kenakan keluar. Dia seoalah-olah tak ingin berbagi dengan siapapun.
"Mas Ahwan memintaku untuk menutup aurat." Ucapku malu.
"Dan kamu semakin menjadi penurut."
"Bagaimana pernikahanmu? Kamu bahagiakan." Aku menatap Valdo, kemudian mengangguk ragu.
"Jika pria itu menyakitimu katakan saja padaku. Aku akan mematahkan kakinya." Aku terkekeh mendengarnya.
"Kamu masih sama seperti dulu ya, padahal aku sudah menikah." Aku bingung kenapa Valdo masih merasa memiliki tanggung jawab untuk melindungiku. Padahal aku sudah menikah dan pastinya kehidupanku tidak sebebas dulu. Mas Ahwan pasti akan lebih mengekangku saat ini. Apalagi jika sudah berurusan dengan laki-laki.
"Walaupun kamu sudah menikah bukan berarti aku akan berhenti menjagamu Sheila. Kamu masih aku anggap adik kecilku yang harus aku jaga. Bagaimanapun dulu Omaku sebelum dia meninggal, dia memintaku menjagamu. Padahalkan yang cucunya itu aku bukan kamu." Ucap Valdo, aku bisa melihat kesedihan di matanya mengingat sosok Oma yang dulu sangat menyayangiku.
"Karena Oma sayang sama aku, lagian kamu nakal."
"Hahahaha," dia tertawa begitu indahnya. Paling tidak dia tidak akan menjauhiku lagi.
"Tapi kamu mana bisa jagain aku? Kamukan suka menghilang." Aku menggodanya, menyindir dirinya yang hilang tiab-tiba.
Baru saja Valdo ingin menjawab. Namun aku merasakan pinggangku ditarik dan di bawa ke dalam pelukan seseorang. Aku kaget mendapati Mas Ahwan berada di sampingku.
"Maafkan aku sayang, karena membuatmu lama menunggu." Selanjutnya aku merasakan keningku di kecup. Aku mengerjapkan mataku, lalu tersenyum dan mengangguk.
"Tidak apa-apa."
"Terimakasih Valdo telah menemani istriku." Valdo tersenyum sedih menjawabnya. Aku bingung melihat ekspresi Valdo yang berubah sendu ketika melihat Ahwan ada disini. Tapi sebaliknya Mas Ahwan menunjukkan aura tidak bersahabat dengan Valdo. Apa yang terjadi antara mereka berdua? Kenapa mereka seperti menyembunyikan sesuatu dariku?
"Kalau begitu ayo kita pulang." Aku mengangguk lalu berpamitan pada Valdo dengan melambaikan tangan karena Ahwan menarik tanganku kencang.
Aku meringis kesakitan, baru kali ini aku mendapatkan perilaku sekasar ini dari Ahwan. Dan bodohnya aku hanya diam, aku menghela napas lega ketika aku sudah berada di dalam mobil. Aku mengamati Ahwan mata pria itu menyimpan kemarahan. Apa Mas Ahwan cemburu dengan Valdo? Tapi apa yang harus dicemburukan dari Valdo? Karena Valdo itu hanya temanku tidak lebih.
"Mas," panggilku.
Dia menoleh menatapku tajam. Aku mundur sedikit takut jika pria itu akan marah.
"Lain kali kamu jangan berdekatan lagi dengan Valdo." Ucap Mas Ahwan dengan nada tajam.
Aku mengernyit tidak mengerti melihat Mas Ahwan kenapa pria itu memintaku untuk menjauhi sahabatku sendiri.
"Kenapa Sheila harus menjauh dari Valdo?" Cicitku takut.
"Saya tidak suka melihat kamu bersama Valdo." Mas Ahwan membuang napas kasar. Aku bisa melihat dia mencoba mengendalikan emosinya di hadapanku. Mungkin dia tidak ingin menyakitiku. Terlihat dari tangannya yang ia cengkram dengan kuat.
"Apa yang mas tidak suka dari Valdo?" Tanyaku tidak mengerti. Mas Ahwan terlihat sekali tak suka dengan Valdo sahabatku.
"Dia akan merebut kamu dariku," aku terkekeh tanpa sadar namun aku langsung berhenti disaat Mas Ahwan menatapku tajam. Dia seakan tak suka denganku yang tidak serius dengan pembicaraan ini.
"Maaf," ujarku tanpa sadar.
"Lagian Valdo dan aku hanya sahabat. Dia juga berbeda agama denganku mas. Jadi aku tidak akan ada alasan untuk mengkhianati mas."
Mas Ahwan mengambil tanganku, menggenggamnya erat. "Ada yang tidak kamu ketahui Sheila. Aku tidak menyukai tatapannya yang menatapmu penuh cinta."
"Itu tidak benar mas, jika Valdo menatapku penuh cinta. Itu hanya tatapan seorang kakak terhadap adik." Aku masih teringat ucapan Valdo yang menganggapku seorang adik. Lagi pula aku juga tahu jika Valdo menyayangiku karena kami memang tetangga dekat waktu itu. Aku juga tidak pernah mempersalahkan agamanya untuk bisa berteman denganku. Karena aku menyukai perbedaan.
"Kamu terlalu polos untuk mengerti seorang pria Sheila."
"Apalagi jika hanya masalah agama. Seorang pria jika sudah mencintai seseorang maka ia akan rela melakukan apapun termasuk pindah agama." Ada nada frustasi di suaranya.
"Sheila sudah jatuh cinta dengan mas. Jadi mas tidak perlu khawatir." Aku mendekatkan wajahku lalu menciumnya sekilas. Aku bisa melihat kemarahannya mereda sedikit. Aku tidak ingin bertengkar hanya karena masalah sepele ini.
Aku tersenyum andai saja aku berani mengatakan sesuatu hal yang sama padanya tentang dia yang harus menjauhi sahabatnya Nada. Apa Mas Ahwan akan melakukan itu? Sama seperti aku dengan Valdo.
"Kemarilah Sheila," Mas Ahwan memintaku untuk duduk di pangkuannya. Aku mendekat walau begitu sulit karena posisi kami berada di dalam mobil.
Mas Ahwan memeluk pinggangku lalu menaruh kepalanya di bahuku. Sedang aku melingkarkan tanganku di lehernya. Menyenderkan kepalaku di dadanya.
"Begini rasanya lebih baik,"
"Hanya dengan memelukmu amarahku mereda." Aku tersenyum bisa menjadi candu buat Mas Ahwan. Kemudian aku mendengarkan suara Mas Ahwan yang melantunkan sebuah lagu sambil mengelus punggungku seolah-olah meninabobokan diriku. Menemani keheningan kami di mobil ini. Ah bagaimana aku tidak bisa luluh dan jatuh cinta kepada pria ini.
follow Instagram @wgulla_