Ekstra Part
Empat tahun kemudian ...
Kendrik dan Kimberly sedang berlarian menuju salah satu lorong-lorongan sambil berkejar-kejaran. Sementara Helen dan Bryan sibuk membawa barang-barang mereka akan membawa anak-anak mereka jalan-jalan berpiknik bersama dengan keluarga tercintanya. Sejak kedua putra-putri mereka lahir di rahim istri tercintanya. Bryan lebih banyak bersama dengan keluarga kecil tersebut apalagi semua pekerjaan rumah Helen seorang diri melakukan tanpa pembantu.
Sementara di kantor tentu sudah ada yang mengurusnya yaitu Deon dan Nina. Deon dan Nina juga mungkin sebentar lagi akan ke jenjang pernikahan. Bertunangan selama empat tahun paling gila untuk pasangan ini. Tetapi mereka selalu akur walau kadang buat seluruh isi kantor gedung PT. Bryant Group menggeleng kepala karena keributan mereka berdua.
"Kendrik ... Berly ..." Bryan memanggil putra-putrinya.
Sedangkan Helen sedang mengurus perlengkapan milik anak-anaknya. Benar-benar rempong. Piknik berlibur di kampung nenek tercinta yaitu kota Sumatera Utara. Memang sudah di rencanakan sebelumnya setelah melahirkan dan memiliki anak, akan membawa mereka menikmati suasana di kota kelahiran ibunya.
"Semua sudah lengkap?" Bryan bertanya kepada istrinya.
"Sudah," jawab Helen menutup pintu belakang mobil itu.
Bryan mencari keberadaan anak-anaknya, Kendrik dan Kimberly sedang duduk sambil bermain pasir-pasiran di taman belakang rumah itu. Dan di sana mereka menemukan seekor kucing yang sangat lucu. Kimberly pun mendekati kucing itu setelah itu menggendong kucingnya dan mendekati ke abangnya yang sedang membuat istana.
"Yaa ... Berly kok dihancuri??" Kendrik merenggut istana yang sudah dia buat kembali hancur di timpa oleh seekor kucing kecil.
"Kucingnya juga mau ikut main," ucap Kimberly mengelus-elus bulu kucing itu.
"Tapi, kan, nggak harus di sini juga. Ken sudah capek-capek buatin!" seru Kendrik semakin sedih dan merengut kesal atas sikap adik perempuannya.
Bryan menemukan Kendrik dan Kimberly sedang bermain di taman berpasir. Helen pun menyusul sudah berapa kali melarang anak-anaknya bermain berpasir. Helen mendengus kesal atas sikap suaminya terlalu memanjakan kedua anaknya itu.
"Ken, Berly? Mama sudah bilang berapa kali jangan main pasir lagi! Kalian baru saja habis mandi dan sudah cantik-cantik sekarang?" Helen bertolak pinggang menyorotkan kedua mata arah suaminya.
Bryan sih tidak merespons malah ikut bermain dengan kedua anak tercintanya, ia tidak peduli dengan sikap istrinya mengomel. Semakin mengomel pun semakin cinta dan sayang padanya.
"Kamu juga! Didik anak tidak becus, kapan selesainya?" Helen berjongkok mengambil benda mainan anak-anaknya. Bryan tengah membisikkan sesuatu salah satu pada putranya.
Kendrik tersenyum dan mengangguk kecil dia pun bangun dari taman berpasir itu. Lalu Helen memperhatikan sikap suaminya dan juga putranya.
"Kalian berdua mau ke mana?" Helen bertanya
"Mau tau saja, ini rahasia laki-laki, mama. Ayo, Pa," ucap Kendrik mengedipkan satu matanya membuat Helen terpaku diam atas sikap putranya itu. Sementara Bryan hanya bisa senyum-senyum kecil bahwa putranya benar-benar sangat mirip dengan dirinya.
****
Hari telah menjelang malam, Helen baru saja selesai memaksa dan di bantu oleh putri kecilnya. Besok mereka baru berangkat ke kampung halaman orang tua Helen. Suara mobil di depan rumah seseorang baru saja pulang dari kantor Deon dan Nina. Lalu Bryan dan Kendrik Baru saja selesai mandi berduaan di kamar.
"Haloooww ... Om pulang! Ken, Berly!" teriak Deon melebarkan kedua tangannya.
Kimberly dan Kendrik berlarian memeluk Deon, Deon sangat sayang kepada kedua keponakannya. Di angkat kedua tubuh kecil itu, kadang si kembar ini bisa berantam karena hal sepele saja.
"Bagaimana pekerjaan di kantor?" Helen bertanya kepada Nina yang duduk di tempat meja makan.
Nina terlihat sangat lesu, "biasa saja, mbak. Hari-hari membosankan," jawab Nina mencomot tempe goreng atas hidangan.
"Membosankan bagaimana?" Helen semakin penasaran saja dia pun menarik kursi kosong dan duduk di sampingnya.
Helen memperhatikan Deon dan lainnya sibuk dengan mainan baru. Nina menghela napas si Helen makin penasaran saja dengan sikap Nina.
"Ada apa? Coba ceritakan? Apa masalahnya ke Deon?" Helen mencoba menebak selama pertunangan Deon dan Nina memang tidak mempeributkan soal pernikahan.
Cuma sangat di sayang kan kalau di tunda terlalu lama pastinya hal itu akan membosankan, memang jauh beda dengan dirinya waktu dikejar terus sama bos sinting seperti Bryan.
Kalau Bryan tidak heran untuk Helen karena bagi dia, Bryan itu memang nekat banget. Kalau Deon berbeda tidak akan bisa seperti Bryan yang ngepet terus segera menikah.
Sisi lain, Deon sedang bermain dengan kedua keponakannya dan Bryan pun mulai bertanya soal kapan rencana melamar Nina menjadi istrinya.
"Bagaimana? Sudah kamu katakan?" Bryan bertanya.
Kalau bahas soal begini Bryan paling pintar walau Deon memang tipe lelaki badboy. Itu dulu sekarang sudah tobat sejak dia bertemu dengan Nina pertama kali.
"Belum, aku takut dia menolak," jawab Deon lesu sambil membantu menyusun puzzle kedua keponakannya
"Loh? Menolak? Belum di coba juga, sampai kapan menunda terus. Kasihan Ninanya pasti dia juga menanti momen yang ditunggu-tunggu, kalau aku lebih cepat lebih baik sebelum terlambat. Nina cantik, pintar, talentanya boleh di ajukan jempol apalagi coba?" usul Bryan sambil membanggakan karyawannya.
"Iya, tau... Tapi apa ini akan berhasil? Aku tidak yakin, apalagi hari pernikahan saja sebentar lagi. Aku takut dia menolak." ucap Deon menoreh sosok yang membelakangi dirinya yaitu Nina.
Di meja makan, Helen mengelus-elus tangan Nina. Dia mengerti keadaan wanita karena Helen juga wanita.
"Begini saja, daripada bimbang kenapa nggak coba dulu. Aku percaya Deon itu lelaki setia. Walau dulu dia memang nakal tapi aku lebih tau sifat dia," ucap Helen mencoba menghibur dan memberi sedikit nasihat.
Nina pun menatap sosok keibuan seperti Helen. Tidak sia-sia dia mengenal Helen. Awal dia bekerja sangat benci sikap Helen terlalu menempel pada Bryan tapi lama kelamaan itu hanya gosip iri saja.
"Mbak benar, nanti aku coba bilang ke Deon." Senyum Nina, Helen pun turut senyum dan dia bangkit dari duduknya.
"Bryan, Anak-anak ayo waktunya makan!" Teriak Helen memanggil pasukan untuk berkumpul di meja makan.
****
Pukul 9 malam, Helen baru saja meniduri kedua anaknya di kamar terpisah. Bryan sedang sibuk dengan laptopnya dengan menggantung kaca mata di hidung nya. Helen masuk ke kamarnya dan menaiki tempat tidur. Bryan pun menutup laptopnya menarik tubuh istrinya itu.
"Sayang," Panggil Bryan manja
"Hmm..." Lenguh Helen baru akan membaringkan tubuhnya.
"Olahraga yuk!" bisik Bryan, Helen langsung menoleh ke belakang melotot suaminya.
"Tidur! Aku capek, sayang!" Tolak Helen halus.
Bryan menarik pinggang istrinya lebih dekat dan memeluk erat, Helen mendiami.
"Olahraga, buat anak satu lagi," bisik Bryan.
"Dua sudah cukup, tambah lagi, ogah!" tolak Helen.
"Mau ya," Bryan sudah membuka satu kancing baju istrinya, Helen menahannya tapi tetap membukanya dia tau istrinya juga pengin.
"Sekali saja ya," ucap Helen malu, Bryan dengan senyuman semringah pun menarik selimut dan menyerang istrinya.
"Bryan!"
****
Di kamar masing-masing Nina dan Deon tidak bisa tidur masih memikirkan persoalan hubungan mereka. Nina membalikkan posisi tidurnya menyamping sebaliknya dengan Deon.
Bangun dari posisi tidurnya, Nina pun keluar dari kamar dan sebaliknya dengan Deon juga. Mereka bertatapan langsung dalam diam Nina menutup pintu dan melangkah kaki arah posisi Deon. sebaliknya dengan Deon juga sama.
"Aku..." Deon dan Nina membuka suara bersamaan.
Suasana di rumah bertingkat sunyi senyap hanya mereka berdua yang terjaga dalam dunia nyata.
Sekarang Deon dan Nina berada di salah satu taman belakang rumah tersebut. Duduk diam hanya dirasakan oleh angin malam.
"Nin, soal kemarin ..." Deon menghentikan kata-kata takut Nina marah soal kemarin dia tidak sengaja bertemu dengan mantan lamanya di sebuah restoran saat bertemu dengan klien.
Waktu itu Deon tidak tau kalau kopi tertumpah di bajunya itu tidak sengaja dan apalagi orang yang kelalaian itu ternyata mantan kekasih Deon sebelum dia menginjak di kota ini.
Sudah lama putus karena satu alasan, alasan mantannya selingkuh di belakang saat dia terlilit hutang dengan pinjam pada salah satu pada debt-collector.
Nina melihat kejadian itu bahwa mantan kekasih Deon berani memeluk tunangannya yang sebentar lagi menjadi suaminya nanti. Nina bukan karena merasa marah, dia hanya kecewa bahwa Deon tidak jujur padanya.
"Tidak perlu minta maaf, justru aku yang minta maaf terlalu kekanak-kanakan diami kamu tanpa kejelasan," ucap Nina menunduk dan melirik arah samping tunangannya.
Sedari tadi Deon menatap wanitanya, calon istrinya. "Tetap saja aku yang salah, tidak jujur ke kamu. Kamu pasti marah, kan? Kalau kamu mau batal pernikahan kita, aku siap kok akan bilang ke orang tuamu dan juga bang Bryan." ucap Deon pelan.
Nina menatap kedua mata Deon nanar, tapi dia malah merasa kedua matanya berkaca-kaca bukan karena dia bahagia kalau batal pernikahan. Deon mengerti perasaan Nina dia juga tidak ikhlas harus pisah dan batal.
"Seenak jidatmu membatalkan pernikahan! Kamu pikir cara batal semua selesai! Lelaki macam apa kamu ini, seharusnya kamu itu peka sedikit aku menangis karena kamu jujur padaku, aku menangis tidak rela pisah sama kamu! Aku tidak peduli kamu punya berapa banyak mantan di masa lalu mu, yang aku peduli itu aku cinta kamu, SUAMI MENYEBALKAN!!!" Teriak Nina mengeluarkan semua unek-unek di dalam dirinya sehingga air mata pun terus membanjirinya.
Deon terdiam dengan pengakuan wanita cebol ini. Wanita yang menjengkelkan Deon tersenyum lega dia mengira dengan mengatakan itu selesai ternyata dia salah. Di tarik tubuh wanita itu dan memeluknya erat. Di kecup keningnya dalam-dalam dan ciuman manis di malam yang indah.
****
Hari yang di tunggu - tunggu pun datang, suara lonceng di gereja menyambut seseorang di atas altar itu. Helen dan Bryan menyaksikan pernikahan Deon dan Nina. Setelah kejadian dari semua rencana pun berhasil, Deon akhirnya bahagia bisa menikahi wanita impiannya.
Walaupun mereka sering menghadapi pertengkaran hal sepele. Kendrik dan Kimberly sebagai pengantin kecil menyambut pengantin baru itu. Deon menangis menatap sosok bidadari yang begitu cantik di dampingi oleh ayah tercintanya.
Suasana pernikahan yang sederhana dan meriah itu berlangsung hingga ke jenjang resepsi pernikahan. Acara pesta itu meriah semua menghadirkan sedangkan Deon dan Nina berada di salah satu kamar sedang istirahat. Mereka kelelahan seharian.
Tapi acara itu pun selesai entah setan apa merasuki Deon tidak sabar untuk segera membelahkan diri istrinya itu.
"Kita lakukan sekarang saja, ya," Izin Deon meminta Nina menyetujuinya.
Nina yang tersipu malu pun mengangguk pelan tanpa ba-bi-bu lagi Deon pun menerkam istrinya dan hubungan suami istri pun di lakukan sebelum acara resepsi pernikahan berakhir.
TAMAT