Berdiri di depan sebuah cermin besar di kamarku, aku menatap bayanganku sendiri. Aku sekarang mengenakan gaun pengantin lengan panjang berwarna putih dengan ekor yang menyapu lantai. Sepasang sepatu hak tinggi putih menutupi kedua kakiku.
Para pelayan telah memasangkan make-up yang nampak sempurna di wajahku. Rambutku ditata menjadi gaya kepang mahkota dan dihiasi dengan tiara yang bertahtakan berlian. Kerudung pengantin diletakkan di atas tiara itu.
Sepasang anting berlian tergantung di telingaku. Liontin ibuku melingkar di leherku dengan sempurna. Gelang berlian terpasang di pergelangan tanganku. Mereka bahkan membuat aku mengenakan cincin pertunangan di jari manis kiriku.
Tiba-tiba, Sigmund memasuki kamarku, dan dia segera menyuruh para pelayan yang membantu aku berpakaian untuk meninggalkan kami.
"Apakah kamu siap?" tanyanya padaku.
Aku melotot padanya. Dia tahu aku tidak bisa bicara sekarang gara-gara rajanya, tetapi dia sengaja mengajukan pertanyaan kepadaku untuk mengejek aku.
Melihat reaksiku, Sigmund terkekeh. "Jangan lihat aku seperti itu! Aku hanya bercanda, oke?"
"Itu tidak lucu," balasku dalam hati sambil terus memelototinya.
"Wow, kamu terlihat sangat cantik malam ini!" dia berkomentar seraya menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Dia pikir dengan memujiku, dia bisa menghilangkan kemarahanku. Tetapi pada kenyataannya, itu malah membuat aku semakin marah.
"Jadi sebelum malam ini dia tidak berpikir bahwa aku cantik?" rutukku dalam hati.
"Oh, tidak, kita hampir terlambat!" seru Sigmund sambil melirik arlojinya.
Sigmund buru-buru menutupi wajahku dengan kerudung pengantin, dan kemudian dia mengambil buket mawar merah yang tergeletak di atas meja rias sebelum menaruhnya ke tanganku.
"Kita harus pergi sekarang. Ayo ikut!" Sigmund mencengkeram lenganku dan menarik aku keluar dari kamar. Akhirnya, kami pergi ke aula tempat upacara pernikahanku akan diadakan.
Setibanya di aula pernikahan, para penjaga yang ditempatkan di depan ruangan membukakan pintu untuk kami. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan. Aula itu dihiasi dengan bunga dan deretan kursi putih di sisi kanan dan kiri ruangan, sehingga membentuk jalan di tengah ruangan. Di kedua sisi jalan itu, para tamu berdiri di depan kursi yang disiapkan untuk mereka. Mereka semua mengenakan pakaian formal. Mata mereka semua terfokus padaku, dan itu membuat aku tegang.
Berdiri di podium adalah seorang pendeta. Setidaknya, aku lebih suka memanggilnya seperti itu. Karena aku sejujurnya tidak tahu apakah para vampir percaya pada Tuhan. Di depan pendeta berdiri Pangeran Maximilian. Dia tampak sangat tampan dengan tuksedo putih. Dia mengenakan kemeja putih dengan dasi kupu-kupu merah di dalam tuksedo-nya. Di dalam saku dadanya adasetangkai mawar merah. Dia juga memakai sepasang sepatu yang serasi. Tidak seperti aku yang merasa sangat gugup, Maximilian terlihat sangat tenang. Matanya bahkan memancarkan kebahagiaan.
Di barisan depan, aku melihat ayah Maximilian, Raja Ignatius. Sinar di matanya membuatku tidak nyaman. Seolah-olah dia diam-diam merencanakan sesuatu.
Sigmund akhirnya melepaskan lenganku dan mendorongku dengan lembut, memberitahu aku supaya segera memasuki aula pernikahan.
Aku menghela napas panjang sebelum dengan enggan berjalan memasuki aula. Aku langsung disambut oleh kakekku. Kegembiraan terpancar di matanya.
Tidak lama setelah itu, musik mulai dimainkan. Kemudian, dua orang gadis bunga keluar dan menaburkan kelopak mawar putih di jalan setapak. Aku tidak pernah tahu bahwa ada anak-anak di kerajaan vampir ini. Terlepas dari kenyataan bahwa gadis-gadis kecil itu juga vampir, mereka terlihat sangat imut dalam balutan gaun putih dan flat shoes, serta karangan bunga yang dipasang di kepala mereka.
Raja Bellamy menggandeng lenganku, dan dia mendampingiku menyusuri jalan yang menuju ke Pangeran Maximilian.
Mata para tamu mengikuti setiap langkah kami. Jika kami berada di dunia manusia, mereka pasti akan mengambil fotoku sekarang sehingga mereka dapat mengunggah foto-foto itu ke media sosial mereka nanti. Tapi di dunia vampir ini, mereka tidak melakukan itu. Mungkin karena mereka tidak memiliki media sosial seperti manusia.
Aku terkekeh memikirkan itu. Pikiran konyol itu benar-benar membantu menenangkan keteganganku.
Di ujung jalan itu, kakekku memelukku dan berbisik, "Aku mencintaimu, cucuku."
Dia terdengar sangat tulus, tetapi aku tidak tahu mengapa aku masih meragukan kata-katanya.
Setelah kami melepaskan pelukan, Raja Bellamy mempersembahkan aku ke mempelai laki-lakiku, Pangeran Maximilian. Kakekku meletakkan tanganku di atas tangan Maximilian dan tersenyum.
Semua orang terkejut melihat senyuman raja mereka. Mungkin karena raja vampir ini jarang sekali tersenyum di depan rakyatnya.
Sebelum beliau pergi, Raja Bellamy menepuk pundak Maximilian. Pangeran Maximilian menanggapinya dengan sebuah senyuman.
Maximilian dan aku berbalik untuk menghadap ke pendeta.
Sang pendeta berkata kepada para tamu, "Kalian sekarang dipersilahkan duduk."
Hampir di saat yang sama, para tamu duduk.
"Saudara-saudaraku yang terkasih, kita berkumpul di sini malam ini untuk menyaksikan pria dan wanita ini bergabung bersama dalam ikatan pernikahan yang suci," pendeta itu memulai pidatonya.
Aku tidak tertarik mendengarkan pidato pendeta, jadi aku memutuskan untuk membiarkan pikiranku mengembara.
"Aku tidak percaya aku akan menikah sekarang. Dan fakta yang paling sulit dipercaya adalah calon suamiku bukan manusia. Dia adalah seorang vampir. Pangeran vampir berdarah murni."
"Setiap gadis pasti bermimpi menikahi pangeran yang menawan. Aku bahkan pernah memimpikannya juga ketika aku masih kecil. Tetapi ketika itu benar-benar terjadi sekarang, aku tidak merasa bahagia sama sekali. Mungkin karena aku harus menikah di luar kehendakku."
Meskipun aku tahu itu tidak mungkin, aku berharap akan ada mukjizat sehingga aku tidak harus menikahi Pangeran Maximilian malam ini.
Ketika tiba saatnya untuk bertukar sumpah pernikahan kami, aku mengembalikan perhatianku kepada pendeta.
Sang pendeta bertanya, "Apakah anda, Pangeran Maximilian dari Kerajaan Ambersky, atas kehendak dan persetujuan anda sendiri, bersedia menerima Putri Mirabelle dari Kerajaan Clanbella ..."
"Namaku Rosangela, jadi pernikahan ini tidak sah," aku berkomentar dalam hati.
Maximilian menyikut lenganku dengan lembut untuk menyuruhku diam.
Aku hanya memutar bola mataku dengan jengah dan kemudian terus mendengarkan kata-kata si pendeta.
"... untuk menjadi istri anda yang sah secara hukum, dan apakah anda berjanji untuk selalu mendampinginya di kala senang maupun susah, kaya ataupun miskin, sehat maupun sakit, serta berjanji untuk mencintai, menghormati, dan menghargainya mulai hari ini hingga maut memisahkan?"
"Saya bersedia," jawab Maximilian dengan percaya diri.
Sang pendeta berbalik untuk menatapku. "Apakah Anda, Putri Mirabelle dari Kerajaan Clanbella, atas kehendak dan persetujuan Anda sendiri, bersedia menerima Pangeran Maximilian dari Kerajaan Ambersky, untuk menjadi suami anda yang sah secara hukum, dan apakah anda berjanji untuk—"
Kata-kata pendeta itu terpotong oleh suara pecah kaca yang terdengar secara tiba-tiba. Kami semua berbalik ke arah suara itu berasal dan melihat begitu banyak serigala memasuki aula pernikahan melalui jendela yang pecah. Aku tahu mereka bukanlah serigala biasa; mereka semua adalah manusia serigala.
Di antara seluruh manusia serigala itu, aku melihat serigala ayahku. Meskipun aku baru saja melihat ayahku berubah menjadi serigala sekali, tetapi ketika aku melihatnya lagi, aku segera mengenalinya.
"Akhirnya, doaku terkabul. Ayahku datang untuk menyelamatkan aku," pikirku dengan bahagia.
Aku mencoba untuk mendekati ayahku, tetapi Maximilian mencegahku.
"Jangan!" dia memperingatkanku sambil menggelengkan kepalanya.
Aku benar-benar ingin berjuang untuk membebaskan diri, tetapi mengurungkan niatku. Aku sekarang berada di ruangan yang penuh dengan vampir. Hanya Tuhan yang tahu apa yang akan mereka lakukan padaku jika mereka melihatku pergi ke musuh mereka.
Para manusia serigala mulai menyerang para vampir yang terdekat dengan mereka. Pertempuran antara manusia serigala dan vampir akhirnya terjadi di aula pernikahan ini.
Dalam hitungan detik, Sigmund muncul di depan kami. Dia berdiri dalam posisi bertahan. Maximilian segera mengikuti aksinya.
"Maximilian, bawa Mirabelle ke tempat yang aman!" perintah Raja Bellamy.
"Tentu," jawab Maximilian.
"Sigmund, kamu ikut dengan mereka!" perintah raja.
"Baik, Yang Mulia," jawab Sigmund.
Maximilian dan Sigmund masing-masing memegang tanganku, dan mereka membawa aku keluar dari ruang pernikahan dengan terburu-buru. Beberapa manusia serigala mencoba mengejar kami, tetapi mereka dihadang oleh beberapa tentara vampir.