Segera setelah kami tiba di istana, Raja Bellamy turun dari mobil sebelum sopir memiliki kesempatan untuk membukakan pintu baginya. Dia membuka pintu belakang dan menarikku keluar dari mobil.
Sigmund membuka pintu di sisi lain dan melompat keluar dari mobil setelahku.
Raja Ignatius dan Pangeran Maximilian yang baru saja tiba bergabung dengan kami. Tetapi aku tidak melihat Jasper di manapun. Aku kira Maximilian telah membaca pikiranku, jadi dia sudah tahu apa yang akan aku lakukan jika aku bertemu dengan Jasper lagi. Itu sebabnya dia meminta Jasper untuk menjauh dariku.
Tapi Jasper tidak bisa bersembunyi dariku selamanya. Cepat atau lambat, aku akan menemukan Jasper dan aku akan membalas apa yang telah dia lakukan padaku. Gara-gara dia, aku harus kembali ke kerajaan vampir. Dan ayahku juga ada dalam bahaya berkat dia.
Raja Bellamy menggenggam lenganku dan menarikku bersamanya ke dalam istana.
Sigmund, Raja Ignatius, dan Pangeran Maximilian mengikuti di belakang kami.
Aku mengernyit ketika rasa sakit yang tajam melesat di lenganku karena betapa kencangnya cengkeraman sang raja. "Aduh! Kakek, lepaskan lenganku! Kakek menyakitiku."
"Diam!" katanya dengan dingin.
"Tapi Kakek, ini sakit," aku merintih.
"Aku bilang tutup mulutmu, Mirabelle!" bentaknya.
Tidak ingin membuatnya semakin marah, aku memilih untuk tetap diam dan melihat ke sekelilingku. Aku mengerutkan kening ketika melihat bahwa kami tidak menuju ke kamar tidurku. Dan ini juga bukan jalan menuju ruang singgasana atau ruang kerja raja.
"Kemana kau akan membawaku, Kakek?" tanyaku dengan gelisah.
Ketika dia mengabaikanku, aku menarik lengan bajunya untuk menarik perhatiannya. "Kakek, kemana kita akan pergi?"
Beliau akhirnya menoleh ke arahku dan membalas, "Kamu akan segera tahu. Sekarang diam!"
Setelah Raja Bellamy mengalihkan perhatiannya kembali ke lorong di depan kami, aku mencibir padanya dengan kesal.
Kami menuruni beberapa tangga dan berhenti di depan pintu besi berat dengan seorang penjaga di kedua sisi pintu. Para penjaga membuka pintu, menampakkan tangga lain menuju ke sebuah ruangan besar yang redup. Meskipun cukup gelap, tapi aku masih bisa melihat barisan sel di dalam ruangan itu. Seketika aku sadar bahwa ini adalah penjara bawah tanah.
"Apa yang akan kita lakukan di penjara bawah tanah, Kakek?" tanyaku dengan suara bergetar.
Raja Bellamy tidak menjawab. Dia terus menyeretku menuruni tangga. Kami melewati beberapa sel kosong dan berhenti di depan sel di sudut ruangan.
Raja vampir memberi isyarat kepada salah satu penjaga untuk membuka kunci pintu sel. Setelah dibuka, dia mendorongku ke dalam sel sehingga aku mendarat di lantai yang dingin.
"Sejak kamu tiba di sini, aku selalu memperlakukanmu seperti seorang putri, Mirabelle. Tapi, apakah ini caramu membalas kebaikanku? Kamu berbalik melawanku dan memilih untuk berpihak pada manusia serigalaitu," Raja Bellamy memarahiku.
"Tapi manusia serigala itu adalah ayahku, Kakek," aku beralasan, "Aku hanya—"
"DIAM!" pekiknya, memotong ucapanku.
Aku bergidik ketakutan. Aku belum pernah melihat Raja Bellamy marah seperti ini sebelumnya, dan jujur saja, ini benar-benar menakutkan.
"Kamu akan tinggal di sini sampai kamu menyadari kesalahanmu," katanya sambil membanting pintu sel hingga tertutup.
"Tidak, tidak, Kakek. Kakek tidak dapat mengurungku di sini!" aku memprotes dengan putus asa.
"Tentu saja aku bisa. Ini akan memberimu pelajaran untuk tidak menjadi tak tahu berterima kasih lagi." Raja vampir berbalik dan mulai berjalan pergi.
"Tidak, Kakek! Jangan tinggalkan aku di sini! Tolong! Aku mohon padamu," aku menjerit, mengulurkan tanganku keluar dari jeruji besi.
Raja Bellamy mengabaikan aku dan terus melenggang keluar dari penjara bawah tanah.
Aku menatap Sigmund dengan memelas. Tapi dia memalingkan kepalanya, dan kemudian mengikuti sang raja keluar dari penjara bawah tanah ini.
Pangeran Maximilian menatapku dengan simpatik. Dia juga akan keluar dari ruang bawah tanah ini, tapi aku menahannya.
"Maxim, tolong kamu harus mengeluarkanku dari sini," aku memohon.
"Maafkan aku, Rosanne. Aku tidak dapat membantu kamu saat ini," dia meminta maaf.
"Tolong Maxim! Aku takut. Aku tidak ingin berada di sini," aku mencoba membujuknya.
"Aku berharap bisa membantumu, Rosanne, tapi aku benar-benar tidak bisa melakukannya. Aku tidak ingin mengkhianati Raja Bellamy," katanya menyesal.
"Tapi kamu kan mateku, Maxim," ucapku, "Tolong—"
"Mate?" Raja Ignatius tertawa terbahak-bahak seolah-olah aku baru saja mengatakan sesuatu yang lucu.
"Apa yang Anda tertawakan?" tanyaku bingung.
Mendengar pertanyaanku, tawa sang raja mereda. Akhirnya, dia menjawabku dengan mencibir, "Kau tahu, Putri, Maximilian bukanlah matemu."