"Apa yang telah kulakukan?" Aku menjambak rambutku dengan frustrasi.
Memikirkan bahwa aku akan dikorbankan oleh kakekku sendiri membuatku menjadi paranoid. Aku kesal karena Raja Bellamy menolak untuk menunda pernikahanku dengan Pangeran Maximilian. Yang membuat aku semakin frustrasi adalah bahwa Maximilian juga gagal meyakinkan sang raja vampir untuk menunda pernikahan kami. Semua perasaan yang menggelegak dalam diriku membuat aku kehilangan kendali atas emosiku. Sampai tanpa sadar aku melampiaskan amarahku pada Maximilian. Tetapi setelah Maximilian pergi, aku akhirnya menyesali apa yang telah aku lakukan.
"Aku seharusnya tidak marah pada Maximilian," pikirku, "Kemungkinan dia adalah satu-satunya tiket bagiku untuk keluar dari sini. Dan aku tidak ingin kehilangan itu."
Sekali lagi, aku menjambak rambutku. "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" aku bertanya-tanya sambil berjalan mondar-mandir di kamarku.
Aku bersyukur Sigmund memutuskan untuk menunggu di luar setelah Maximilian meninggalkan kamarku, atau dia akan mulai mengeluh tentang kekonyolanku lagi.
Setelah memikirkannya dengan baik-baik untuk waktu yang lama, akhirnya aku mendapatkan sebuah ide.
"Aku pikir aku harus minta maaf pada Maximilian sekarang. Setelah itu, aku akan memintanya untuk membawaku ke kota sehingga aku dapat merencanakan pelarianku. Semakin cepat aku pergi dari sini, semakin baik."
Tanpa membuang waktu, aku melangkah menuju pintu dan membukanya. Menjulurkan kepalaku keluar, aku berkata, "Sigmund, bisakah kamu membawaku ke Pangeran Maximilian sekarang?"
"Kau baru saja mengusirnya dari kamarmu, kan? Kenapa kamu ingin bertemu dengannya lagi sekarang?" dia mengejekku.
"Aku hanya ingin minta maaf padanya, oke?" kataku dengan kesal.
"Baik. Aku akan membawamu kepadanya. Ikuti aku!"
Sigmund mulai berjalan dan aku mengejarnya. Sungguh menjengkelkan sekali karena para pengawal mengikuti di belakang kami.
Aku mendekati Sigmund dan berjinjit agar aku bisa berbisik di telinganya. "Apakah mereka harus mengikuti kita kemana-mana seperti ini?"
"Tentu saja!" Sigmund menjawab, "Para pengawal itu ada di sini untuk menjamin keselamatanmu."
Aku memutar bola mataku dengan jengah. "Mereka di sini untuk menjamin keselamatanku atau untuk memastikan bahwa aku tidak bisa melarikan diri?" aku menggerutu dalam hati.
Segera setelah kami tiba di depan kamar Maximilian, aku mengetuk pintu.
"Maxim, ini aku Rosanne. Tolong bukakan pintunya!"
Sesaat kemudian, Maximilian akhirnya membuka pintu. Aku pikir dia akan marah kepadaku setelah aku mengusirnya dari kamarku. Tapi aku lega karena dia justru tampak senang melihatku.
"Rosanne?" Wajah Maximilian berseri-seri.
"Hmm Maxim, bisakah kita bicara sebentar?" tanyaku.
"Tentu," jawabnya, "Silakan masuk!"
Maximilian melangkah ke samping untuk membiarkan aku memasuki kamarnya.
Sigmund juga akan masuk, tapi aku melarangnya. "Tidak, Sigmund, kau tunggu di luar saja! Aku ingin berbicara dengan Pangeran Maximilian secara pribadi."
"Kamu dengar dia!" Maximilian mencibir.
"Jika kamu ingin berbicara dengan Maximilian secara pribadi, mengapa pengawalnya masih di sini?" Sigmund memprotes, menggerakkan kepalanya ke arah Jasper yang duduk di sofa dekat jendela.
Jasper bangkit, mengangkat kedua tangannya ke atas. "Tenang, Bung! Aku akan pergi sekarang."
Tidak lama setelah Jasper dan Sigmund keluar dari kamar, Maximilian menutup pintu.
"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Rosanne?" Maximilian bertanya dengan penasaran.
"Maxim, aku ingin minta maaf padamu," ucapku.
"Minta maaf? Untuk apa?" dia bertanya.
"Untuk apa yang aku katakan kepadamu ketika kamu datang ke kamarku," jawabku.
Dia mengangguk tanda mengerti.
"Aku seharusnya tidak memarahimu dan mengusirmu dari kamarku seperti itu. Aku tahu bukan salahmu bahwa Raja Bellamy menolak untuk menunda pernikahan kita. Kakekku itu sangat keras kepala. Jadi aku seharusnya tahu bahwa ia tidak dapat dibujuk untuk mengubah pikirannya dengan mudah."
Maximilian memegang tanganku dengan lembut. "Tidak apa-apa, Rosanne. Aku tidak marah padamu. Aku mengerti apa yang kamu rasakan. Aku tahu kamu masih terlalu muda, jadi kamu belum siap untuk pernikahan ini. Namun, karena tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mencegahnya, mari kita jalani saja, oke?"
Aku menganggukkan kepala dan kemudian memeluknya. "Terima kasih, Maxim."
Pangeran Maximilian balas memelukku. "Terima kasih kembali, Sayang."
Begitu kami saling melepaskan pelukan masing-masing, aku bertanya, "Maxim, bisakah kamu membawaku ke kota malam ini?"
Maximilian mengerutkan kening. "Mengapa kamu tiba-tiba ingin pergi ke kota?"
"Aku hanya ingin berkeliling kota. Mari kita anggap itu sebagai kencan terakhir kita sebelum menikah!" aku menjawab sambil mengedipkan mata.
"Tidak, Rosanne. Aku pikir itu bukan ide yang bagus," ujar Maximilian.
"Aku mohon, Maxim! Aku sangat ingin untuk pergi. Tolonglah!" aku memohon.
Sebelum Pangeran Maximilian bisa memberikan jawaban, tiba-tiba, Sigmund menerobos masuk ke dalam ruangan ini.
"Tidak, kamu tidak bisa pergi," katanya dengan tegas. Tidak diragukan bahwa Sigmund telah menguping pembicaraan kami.
Jasper bergegas masuk ke dalam kamar setelahnya. Dia mencoba menyeret Sigmund keluar dari ruangan ini, tetapi Sigmund tidak mau mengalah.
"Ya, kami bisa pergi. Dan kamu tidak bisa menghentikan kami, Sigmund," ucapku.
"Dengar, Putri! Para manusia serigala masih bersembunyi di luar sana. Jadi sangat berbahaya bagimu untuk meninggalkan istana sekarang," ujar Sigmund.
"Aku benci mengakuinya. Tapi Sigmund benar," Maximilian setuju. "Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu, Rosanne. Itu sebabnya kita tidak bisa pergi malam ini."
"Tidak ada yang akan terjadi padaku karena kamu dan Jasper akan ada di sana untuk melindungiku. Bahkan Sigmund bisa ikut dengan kita juga untuk memastikan keselamatanku. Jadi tolong Maxim, bawa aku ke kota malam ini!" aku memohon.
"TIDAK!" Pangeran Maximilian dan Sigmund berkata secara bersamaan.
Aku tahu aku tidak suka ketika Sigmund dan Maximilian terus bertengkar sepanjang waktu. Tetapi setelah dipikir-pikir, aku lebih membenci ketika mereka berdua berkonspirasi melawanku.
Mengetahui aku tidak akan pernah bisa membujuk Sigmund dan Maximilian untuk membawaku ke kota, aku akhirnya mencoba rencana B.
"Oke, karena kamu tidak ingin membawaku ke kota, bisakah kamu memberiku tur di istana ini?"
Maximilian tampak terkejut dengan permintaanku. "Jadi kamu ingin melihat-lihat istana?"
Aku mengangguk. "Aku belum sempat melihat-lihat istana ini sejak aku datang ke sini, jadi aku ingin kamu mengajakku berkeliling istana sekarang."
Sigmund berseru, "Tidak—"
"Jasper," Maximilian memotong ucapan Sigmund.
Jasper mengangguk tanda mengerti. Dia meletakkan tangannya di bahu Sigmund, dan dalam sekejap mata, mereka berdua menghilang secara tiba-tiba.
Maximilian mengulurkan tangannya padaku. "Ayo kita pergi!"
Aku meraih tangannya. "Oke, ayo!"