Semenjak Bianca mengetahui jika pemilik cafe itu adalah Binar, dia tidak pernah mendatangi cafe tersebut. Menghindarinya adalah cara satu-satunya bagi Bianca untuk tidak bertemu dengan Binar. Karena rasa bersalah masih membayanginya sampai saat ini. Meskipun dalam hatinya ingin sekali memeluk sahabatnya itu.
Sedangkan Binar masih berharap untuk bertemu dengan Bianca, dia merasa jika sahabatnya itu sudah banyak berubah. Ingin rasanya dia memeluk dan bersenda gurau seperti dulu. Namun, semua itu tidak mungkin bisa terulang kembali.
"Nona, ada yang mencarimu." Kata Ga Eun yang baru saja masuk ke ruangannya.
"Siapa?" tanya Binar padanya.
Ga Eun menggelengkan kepalanya, dia berkata jika pria itu hanya meminta untuk bertemu dengan Binar dan tidak mau mengatakan siapa dirinya. Binar pun beranjak lalu berjalan menuju orang yang ingin bertemu dengannya.
Mata Binar terbelalak saat melihat siapa pria yang ingin bertemu dengannya, dia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan pria itu. Pria yang sudah sejak lama menempati hatinya hingga saat ini. Namun, dia kembali tersadar jika dirinya sudah tidak sendiri lagi.
"Bi, bagaimana kabarmu?" tanya pria itu dengan senyum yang begitu lembut.
"Aku baik," jawabnya singkat.
Binar masih ingat benar dengan setiap perlakuan pria itu padanya, kebaikannya dan perhatiannya yang membuat dia tidak bisa lupa begitu saja. Namun, dia kembali teringat dengan suatu peristiwa yang membuatnya sangat membenci pria itu.
"Dari mana kau tahu aku ada di sini?!" Binar bertanya pada pria yang selalu menatapnya dengan lembut.
"Sudah satu bulan Bi dan aku baru berani menemuinya," jawabnya dengan nada lembut.
Pria itu terus menatap Binar, dia begitu merindukan wanita yang ada di hadapannya itu. Dia sungguh menyesal dengan apa yang sudah diperbuatnya sehingga kehilangan wanita yang sangat disayanginya itu.
"Bi—bisakah kita kembali seperti dulu?" pria itu bertanya dengan nada penuh harap.
"Sudah terlambat Cello," Binar menjawab dengan datar meski dalam hatinya ingin memeluknya sekaligus ada rasa kecewa.
Pria itu bernama Marcello, dia terlihat sangat kecewa dengan jawaban Binar. Dia tahu dirinya sudah melakukan kesalahan yang tidak mungkin untuk dimaafkan. Namun, dia ingin memperbaiki kesalahan itu tetapi Binar masih tidak bisa memaafkan Marcello.
"Sebaiknya kau pergi jika ingin mengatakan semua ini! Aku sibuk," kata Binar sembari beranjak dan berjalan meninggalkan Marcello.
Marcello masih duduk dengan menatap kepergian Binar, dia sungguh-sungguh ingin memperbaiki semuanya. Karena dia masih belum bisa melupakan Binar dan masih sangat mencintainya. Meski sudah terpisah bertahun-tahun lamanya.
Binar menghilang dari pandangan Marcello, dia pun beranjak dari duduknya lalu berjalan meninggalkan cafe. Sedangkan Binar hanya melihat kepergian pria yang sudah membuat hatinya merasa bahagia sekaligus menderita.
"Luka yang kau berikan masih terasa olehku, meski kau masih ada di dalam hatiku Marcello!" gumam Binar sembari kembali duduk di kursi kerjanya.
Pekerjaan yang banyak sudah menyita waktunya, siang pun sudah berganti malam. Ini saatnya Binar kembali ke apartemennya, cafe pun akan ditutup oleh karyawannya. Dia melihat motor yang terparkir di depan cafe, meregangkan otot-otot yang sudah kaku lalu dia bersiap menaiki motor tersebut.
Ya, selama ini dia selalu menggunakan sepeda motor dari apartemen menuju cafe. Karena dia merasa bebas jika menggunakan sepeda motor kesayangannya yang dikirim langsung dari Jakarta.
Mesin motor dinyalakan, dia menarik gas motor perlahan keluar dari area parkir. Setelah keluar dia menambahkan kecepatannya sehingga melesat meninggalkan cafe. Menikmati udara yang menerpanya dikala menunggangi sepeda motor membuatnya merasa bebas.
Ckitttt!
Binar menghentikan sepeda motornya, dia melihat ada sekelompok orang yang menyerang dua orang pria. Jika dilihat kedua pria itu adalah orang penting dengan setelan jas menurutnya tidak murahan.
Dia hanya memperhatikan saja dari jauh, belum saatnya untuk dirinya ikut campur dalam masalah mereka. Matanya tertuju pada seorang pria yang wajahnya mirip dengan Candra yang merupakan asisten dari Adnan. Namun, dia tidak melihat Adnan bersamanya. Dalam benaknya berkata mungkin pria yang bersama Candra salah client-nya.
Bug! Bug! Pukulan demi pukulan dilayangkan Candra untuk mengalahkan para musuhnya. Namun, jumlah mereka tidak sedikit sehingga membuat dia kelelahan. Dia berpikir mengapa bala bantuan sangat lama datangnya, Candra melirik pria yang ada di sampingnya pun sudah terlihat kelelahan.
"Bagaimana Tuan, apakah Anda masih sanggup?!" tanyanya dengan napas terengah-engah.
"Kau meremehkan aku, Candra!" jawabnya sembari menyeringai lalu dia kembali melayangkan pukulannya dan diakhiri dengan tendangan yang mematikan.
Bukannya semakin berkurang musuh yang mereka hadapi tetapi jumlah mereka bertambah karena bantuan dari mereka sudah tiba. Sedangkan bantuan yang dipanggil Candra tidak kunjung jua.
"Sial—jumlah mereka semakin bertambah! Bagaimana dengan bala bantuan yang kau panggil, Candra?!" ucap pria itu dengan nada kesal.
"Saya tidak tahu Tuan, biar saya hukum mereka jika semua ini sudah selesai!" Candra menjawab.
Bruggg!
Pria itu terjatuh, dia tidak menyadari jika di belakangnya ada seorang musuh yang sudah memegang pemukul baseball dan menghantam punggungnya. Candra terlihat khawatir, dia tahu jika pria yang ada di sampingnya itu sudah kelelahan.
Bug! Brugggg! Musuh yang menghantam pria itu terjatuh.
"Tidak aku sangka kalian sangat lemah, sudah main keroyokan sekarang menyerang dari belakang!" ucap Binar dengan nada merendahkan pada para musuh Candra.
Seorang musuh merasa kesal dengan apa yang dikatakan oleh Binar, dia menyerangnya dengan pukulan bertubi-tubi. Namun, Binar tidak mudah dihadapi, dia berhasil menghindar dari setiap serangan pria itu.
Binar tersenyum, musuh yang menyerangnya tidak memiliki kemampuan untuk menang darinya. Kali ini dia akan menyerang balik setelah memberikan kesempatan pada musuhnya untuk menyerangnya terlebih dahulu.
Bug! Bug! Whussss! Binar menyerang balik dengan pukulan bertubi-tubi dan diakhiri dengan tendangan. Musuh yang terkejut dengan serangan Binar tidak bisa balik melawan dan akhirnya dia tersungkur di atas jalanan beraspal.
Chandra tidak mengetahui jika wanita yang membantunya itu adalah Binar karena saat ini Binar menggunakan masker. Sehingga wajahnya tidak terlihat dengan jelas. Suaranya pun tidak terdengar jelas seperti Binar yang dikenal olehnya.
"Tuan sepertinya dia seorang wanita yang tangguh," kata Candra pada Andan. Ya, pria yang berada di sampingnya selama ini adalah Adnan yang tidak dikenali oleh Binar.
"Apa kau akan diam saja? Cepat bereskan para preman ini!" jawab Adnan dengan nada kesal.
Anggukan kepala Candra yang mengartikan dia mengerti dan kembali menyerang para musuhnya. Begitu pula dengan Adnan, dia tidak menyadari jika wanita yang membantunya itu adalah istrinya sendiri. Perkelahian mereka masih berlangsung, bantuan pun masih belum tiba. Namun, baik Binar, Adnan dan Candra masih bisa menghadapi mereka.
Candra kembali menghubungi para pengawalnya dengan nada kesal, pengawal yang dihubunginya berkata jika mereka pun diserang dan sekarang masih menghadapi para musuh. Mereka berusaha secepat mungkin untuk melumpuhkannya lalu menuju tempat Candra berada.
"Sial!" umpat Candra sangat kesal.
"Ada apa?!" tanya Andan.
Candra mengatakan jika para pengawal di serang juga oleh musuh dan sekarang mereka sedang berusaha untuk melumpuhkan para musuh. Andan berpikir siapa yang sudah berani menyerangnya, jika dia tahu maka dia tidak akan melepaskannya begitu saja.