Kabut tebal menutupi pandangan, udara dingin merasuk sampai ke tulang. Suasana terlihat asing, ornamen bangunan seperti di zaman kerajaan. "Dimana inih?" tanya bingung bah sanim kepada diri sendiri. Ia melihat sekitar dengan terheran, pandangnya celangak celongok bingung.
Bah sanim menyusuri langkah, yg ntah dimana iapun tak tahu.
Di depannya terdapat sebuah istana megah, bah sanim berjalan kearahnya.
Sampai di depan gerbang istana, berjejer penjagaan yg ketat dengan masing-masing tombak di tangannya.
Anehnya, para penjaga istana itu nampak cuek dengan keberadaan bah sanim, seakan mereka tak melihat adanya bah sanim di tempat itu.
Bah sanimpun masuk, ia kembali terkejut, saat melihat orang-orang di dalam istana memakai baju serba putih.
"Apakah ini dunia khayangan?" ucap bah sanim dalam hatinya.
Bah sanim kembali tercengang, pandangannya menadah ke atas, dengan mulut yg menganga serta mata tak berkedip, "ada yg bisa terbang juga!" ucap bah sanim saat melihat orang bisa terbang.
Banyak orang-orang yg berlalu lalang kesana kemari, tanpa menghiraukan bah sanim yg tengah berdiri di depan pendopo istana.
Di tengah perlamunannya, bah sanim di kagetkan dengan seseorang dari arah belakang, "salammualaikum" salam orang tersebut, hingga menepuk pundak bah sanim.
Sontak bah sanim terperenjat, "waalikum salam" dengan badan yg menjumbul bah sanim menekok ke belakang. Orang tersebut tak berbeda dengan orang di sekitar, memakai jubah putih, dengan balutan udeng putih, serta jenggot yg panjang sampai dada.
"Apakabar sanim?" tanya orang tersebut seperti tak asing.
"Alhamdulilah baik." jawab bah sanim. "Tempat ini dimana?" tambah bah sanim kemudian.
"Hehehe" tawa orang tersebut, berjalan laun, bah sanim mengikuti dari belakang.
"Tempat ini. Tempat yg biasa kamu lewati setiap hari!" tutur orang tersebut.
"Hah" rasa tak percaya bah sanim, ia menunduk dengan alis yg mengerut.
"Benar sanim, ini tempat yg biasa kamu lewati." tegas orang tersebut dengan berjalan laun, tangannya melingkar di punggung.
"Jika saya boleh tau, siapa ajengan?" tanya bah sanim.
Orang yg terlihat syekh itu tak menjawab, malah terus berjalan keluar meninggalkan istana.
Berhentilah orang tersebut bersama bah sanim, di atas tebing yg menjulur tinggi di atas permukaan.
"Lihat itu!" tunjuk orang tersebut.
Bah sanim mengikuti tunjuknya, "tegal pakuan!" jawab bah sanim laun.
"Iyah!"
Bah sanim menyorot tajam, menperhatikan ada apa di tempat itu.
"Disana terdapat istana iblis."
"Istana iblis!" situasi mulai berubah, kabut tebal yg menutupi kini hilang terbawa angin.
Bah sanim teringat bahwa tempat itu adalah puncak gunung karang.
Ia mulai menyadari, orang yg bersamanya adalah ki bandung sakti.
"Demi allah, saya tak sedikitpun mengerti dengan maksud semua ini!" ucap bah sanim dengang lantang.
"Sultan hasannudin pernah meramalkan, akan ada tiga generasi penganut iblis di fase yg berbeda." "mereka akan berbuat kerusakan, dengan ilmu hitamnya yg mumpuni." tutur ki bandung sakti dengan berkaca-kaca. Bah sanim mendengarkan penuh pemerhati dan masih tak mengerti dengan maksudnya.
"Dua dari tiga generasi sudah terjadi."tinggal yg terakhir, kekuatannya tiga kali lipat dari sebelumnya.!"
"Ajian apa yg di kuasainya?" tanya bah sanim.
"Bukan hanya ajian, tubuhnya akan bersatu dengan sangbatarakara. " senjata tajam takan mampuh menggores tubuhnya." tutur ki bandung sakti.
"Tanah banten, akan diliputi warna hitam, kerusakan dimana-mana, ketakutan dan perbudakan akan meraja lela. " para pembuka agama, adalah musuh yg akan di bunuh oleh golongan hitam, karena dendam masa lalu."
Raut wajah bah sanim diliputi rasa cemas, badannya mulai menggigil membayangkan yg akan terjadi kelak.
"Bagaimana cara menaklukkan sang batarakara tersebut?" tanya bah sanim.
"Wallah hu a'lam."allah pasti akan menolong orang-orang yg berada di jalannya." pungkas ki bandung sakti.
Ki bandung sakti memejamkan mata, secepat kilat sebuah kitab sudah ada di tangannya.
"Aku titipkan kepadamu kitab ini!" ujar ki bandung sakti dengan menyerahkan sebuah kitab kuno kepada bah sanim.
Tangan bah sanim gemeteran saat menerima kita tersebut, tertulis di sampulnya bacaan "istanbul" dengan tulisan arab.
"Kamu jaga kitab itu! Kelak pemiliknya akan datang kepadamu!" pungkas ki bandung sakti lalu menghilang dari pandangan bah sanim.
Sesaat setelah kejadian itu, bah sanim terperenjat hingga terbangun dari tidurnya, "astagfirallah hal adzim!" bunyi istigfar bah sanim dengan kaget. Istri di sebelahnya ikut terbangun melihat bah sanim.
"Mimpi apa tadi?" bertanya-tanya bah sanim pada diri sendiri. Ia melihat di tangannya sudah ada buku yg di berikan oleh ki bandung sakiti lewat mimpinya tadi.
"Ini kitab pemberian dari ki bandung sakti, berarti tadi mimpi yg nyata!" ucap dalam hatinya.
"Kenapa bah?" tanya istrinya merasa heran.
"Gk papah bu!" bah sanimpun bangun lalu menunaikan shalat tahajud.
Dikala pagi menyambut, bah sanim termenung di bale-bale depan rumahnya, sambil memandang kearah gunung karang.
Dengan berlari, anak satu-satunya bah sanim yg bernama ali jabar, menghampiri.
"Bah abah, ali lihat di kamar abah ada sinar yg keluar berwana terang emas." kata ali dengan heboh.
Mendengar hal itu, bah sanim tak menghiraukannya, ia mengelus kepala ali hingga di rangkul duduk bersamanya.
Padahal ali kecil, melihat sinar yg keluar dari balik lembaran kitab istanbul.
"Kita ke padepokan yuk!" ajak bah sanim "mumpung masih pagi, sehat buat olahraga." tambah bah sanim.
Alipun mengikuti ajakan ayahnya.
Padepokan tapak jalak. Bah sanim pemilik sekaligus guru yg mengajarkan ilmu bela diri. Untuk berjaga-jaga dan membela orang-orang lemah.
Dimasa itu, pasca kemerdekaan republik indonesia. Banyak yg mendirikan padepokan-padepokan pencak silat, namun banyak yg menyalah gunakan kemampuannya untuk menindas dan merampas hak milik orang lain. Tak ayal jika tanah pandeglang selalu terlibat bentrokan antar jawara. Popularitas jawara dan dukun sangat mendominasi dan mewarnai ketika itu.
"Salam muaalakum!" sapa salam bah sanim terhadap murid-muridnya, dengan tangan yg melambai. "Waalakum salam!" jawab ramai semua murid, hingga meberikan penghormatan untuk bah sanim.
Di malam berikutnya, saat bah sanim tertidur alam mimpinya membawa dalam kejadian aneh. Ia temukan dirinya berada di tengah hutan larangan, yaituh tegal pakuan, puncak dari gunung karang.
Di depan pandangannya, terdapat sebuah batu raksasa, di sampingnya ada sebuah pohon yg begitu besar serta rindang daunnya.
Dalam hati bah sanim berkata, "belum pernah saya melihat batu dan pohon sebesar ini sebelumnya." ia berdiri tegak penuh pemerhati.
Pusaran angin yg berputar, datang dari tiap-tiap penjuru. Merasa takut di terjang, bah sanim memundurkan langkahnya sedik menjauh dari tempat itu.
Di balik akar pohon, bah sanim memperhatikan apa yg akan terjadi.
Pusaran angin yg datang dari empat penjuru, bersatu menjadi pusaran yg besar. Suara gemuruh muali terdengar kencang. Bah sanim berpegangan dengan erat, takut terbawa oleh angin.
Tak lama setelah itu, tanah menjadi goyang, bah sanimpun terjungkal beberapakali. Suasana menjadi gelap pekat, cuaca yg tadinya cerah mendadak mendung seketika. Sambaran halilintar menghantam batu raksasa tersebut.
Sesaat setelah itu, suasana menjadi hening. Awan gelap kini hilang berganti langit cerah.
Angin yg kencang kini sudah tak terasa lagi.
Dirasa sudah aman, bah sanim penasaran lantas mendekat kembali ke batu raksasa.
Retakan-retakan besar nampak setelah sambaran petir menghantamnya.
Bah sanim dibuat tercengan, dengan gelengan kepala ia bertanya-tanya, "apa yg akan terjadi?"
Tiba-tiba batu raksasa tersebut terbelah, dan menimbulkan getaran, bah sanim kembali mundur dengan cepat, sampai-sampai kakinya tersandung di akar hingga membuatnya terjungkal.
Dari dalam belahan batu, keluar asap putih tebal yg terus menerus. Dentuman kencang terjadi hingga batu tersebut hancur lebur.
Asap putih tebal bersatu menyerupai bentuk manusia raksasa. "Buahahaaa." gumamnya berdengung. Angin kencangpun datang kembali, menyapu menumbangkan apa saja yg di terjangnya. Bah sanimpun ikut tersapu hingga terpental jauh sampai ke pemukiman.
Batu-batuan berjatuhan, pohon-pohon bertumbangan, air mengalir dengan kencang menimpah pemukiman warga pasir angin. Warga berhamburan keluara, "kiamat kiamat" dengan berlari menyelamatkan diri sendiri, tak peduli anak, istri, adik ataupun keluarga.
Suasana kian mencekam, korban berjatuhan, dengan paniknya bah sanim menyelamatkan anak dan istrinya. Pandangannya menengok kearah gunung, terdapat sebuah batu yg terjatuh akan menghantam dirinya. Dengan mata terpejam bah sanim mengucapkan takbir "allahhu akbar!" bah sanimpun kembali terbangun dari mimpinya, "hah haha haha." napas ngos-ngosan serta keringat bercucuran membasahi sekujur tubuhnya.
"Astagfirallah hal adzim." bah sanim mengelus wajah. Lagi-lagi istrinya ikut kaget dengan mimpi yg di alami bah sanim.
"Mimpi buruk lagi bah?" tanya istrinya laun, sambil mengelus ngelus dada bah sanim.
Bah sanim mengangguk, lantas berdiri keluar dalam kamar, mengambil air wudhu lantas shalat tahajud.
Pagi setelah itu. Di pekarangan rumahnya, bah sanim yg diliputi rasa cemas memandang gunung karang dengan gelisah.
Selera makannya hilang, bah sanimpun mendadak jadi pendiam, kerjanya melamun mondar-mandir gk karuan.
Di dalam kamar, ali jabar tengah membuka kitab istanbul yg di titipkan ki bandung sakti.
Ali yg masih kecil, tak mengerti isi kitab adalah ajian-ajian sakti. Ali hanya senang dengan cahaya yg keluar dari hurup-hurup di dalamnya.
Mengetahui hal itu, bah sanim menegur ali, agar menutup kitabnya. Sontak ali langsung menutup dan meminta maaf kepada ayahnya.
Bah sanim tak percaya, di dalam kitab tersebut mengeluarkan cahaya yg terang.
"Ali, kamu keluar dulu!" suruh bah sanim meninggalkannya sendiri.
Setelah ali keluar, bah sanim penasaran dengan isi kitab. Lantas ia mencoba membukanya. Aneh kita tersebut tak mampuh terbuka, meskipun tangan bah sanim menarik dengan sekuat tenaga tapi tetap kitab istanbul tak mau terbuka olehnya.
Iapun menggelangkan kepala, "aneh, kenapa kitab ini tak bisa di buka?" "padahal tadi ali bisa membukanya?"
Ternyata kita itu, takan bisa terbuka oleh siapapun kecuali pemiliknya.
Bah sanim mulai beranggapan, "bahwa kitab ini, kelak akan di miliki oleh ali."
Malam ketiga dari mimpinya. Suasana di balik lembah, bah sanim terduduk di atas batu mengucur deras air terjun. Ia tengan bersemedi dengan mata tertutup.
Datanglah kake-kake menghampirinya. Ketukan suara tongkat sedikit menyelup kedalam air, nyaring di telinga bah sanim, wangi farpum kasturi khas dengan gurunya.
Keadaan mata terpejam, bah sanim sudah mengira bahwa yg datang adalah gurunya.
"Kabar bangkitnya sang batarakara, sudah tersiar luas di kalangan peramal dan dukun."
"Misi iblis, untuk menyesatkan umat manusia takan berhenti hingga kiamat tiba!" tutur guru bah sanim.
Bah sanim masih terpokus dalam semedinya, tanpa membuka mata, ia mendengarkan kata yg di ucapkan oleh gurunya.
"Kamu harus tahu, bertemunya dengan ki bandung sakti, adalah titah agar kamu menjaga, melindungi cikal bakal yg akan menghancurkan sang batarakara."
"Jauhkan dia dari tanah banten! Agar keberadaannya tak di ketahui golongan hitam." "saya khawatir mereka akan menangkap dan membunuhnya.!" pungkas guru bah sanim, tanpa menyebut siapa namanya. Bah sanim kembali terbangun, kali ini dengan tenang dan santainya. Ia kembali melakukan shalat tahajud dan bermunajak kepada allah.
Bah sanim paham, siapa orang yg di maksud oleh gurunya dalam mimpi, ia berencana akan membawa ali jabar ke jawa timur, guna menuntut ilmu dan menghilangkan jejak dari sang batarakara.
Tekad bah sanim sudah bulat, tapi istrinya merasa keberatan, ia tak mau anak satu-satu harus pergi jauh meninggalkan, maka terjadilah perselisihan yg cukup alot.
"Pokonya ibu gk setuju bah, kalo anak kita ali, harus pergi mesanter ke jawa!" ucap istrinya.
"Ini untuk kebaikannya bu! Abah pengen anak kita paham dengan ilmu agamanya."
"Iyah, tapi kenapa harus ke jawa? "Di tanah kita kan banyak ulama-ulama yg mashiur!"
"Bukan gitu bu! Tapi ini berhubungan dengan tiga mimpi yg abah alami!"
"Halah, mimpi itukan cuma bunga tidur, ngapain harus bawa-bawa ali."
Percekcokan bah sanim dan istrinya terus menerus tak menemui titik temu.
Ali yg mendengat ayah dan ibunya sedang berselisih segera menghampiri. Sontak membuat bah sanim dan istrinya langsung terhening. Munculah kesepakatan dari bah sanim dan istrinya, semua akan di tentukan tergantung pilihan ali.
Prasaan bah sanim dag dig dug khawatir, cemas kalo-kalo ali gk mau pergi ke jawa.
Begitupun dengan istrinya yg berharap agar ali tak mau pergi ke jawa.
Sebelum menjawab, ali memandang wajah ayahnya, ia lihat ayahnya mengangguk.
Kemudian ali berganti memandang ibunya, terlihat ibunya menggeleng.
"Bismilah!" ucap ali berdoa. Semua kian tegang dengan keputusan ali.
"Ali putuskan, akan pergi ke jawa, untuk menuntut ilmu!"
"Alhamdulilah." puji syukur bah sanim. Sementara istrinya cemberut pasrah.
Ali yg masih berusia belasan tahun, di titipkan oleh bah sanim di sebuah pesantren, supaya menjadi anak yg berguna, bagi dirinya sendiri, keluarga serta agama dan negara.
"Cerita ini hanya fiktip belaka, apabila ada kesamaan nama tempat dan kejadian. Itu hanya kebetulan semata! Tidak ada unsur penghinaan, atau menyudutkan suatu golongan."
Sampai jumpa di halaman berikutnya, jangan lupa vote dan komennya.