Kaito
"Senpai memang tolol!!", tiba Ame adaa di depan ku dengan wajah cemberut nya.
"Eh?! ... etto ... kenapa?", tanya ku bingung sembari melihat sekeliling.
"Cari apa? kita lagi di perpus", ujar nya sembari memukul perut ku dengan tangan kecil nya itu.
Ternyata benar kami berdua sedang duduk di tempat biasa yang kami duduki bersama tiga tahun lalu.
"Kenapa marah gitu?", tanya ku saat melihat wajah cemberut Ame.
"Jangan pikir kamu bisa merubah takdir seenak nya saja", kata Ame dengan wajah serius nya.
"Kenapa?", lanjut ku bertanya.
"Senpai langsung kena efek samping nya kan ... senpai bisa mati kalo pake kekuatan itu", jelas Ame.
Apa?! jadi ada efek samping nya ya?
"Mati? ... seharus nya kamu bilang dari awal tau ...", ucap ku dengan wajah datar.
"Kenapa senpai bisa sesantai itu urusan sama hidup mu sendiri sih?!", ujar Ame memukul kepala ku perlahan.
"Maaf maaf ... habis nya aku cuma mau bukti sih", kata ku dengan sedikit senyum.
"Kau sudah dapat cukup bukti kan? jadi ... berhentilah mengubah takdir", ucap seorang gadis yang tiba tiba duduk di kursi yang ada di seberang meja.
Gadis rambut putih yang panjang, bola mata merah muda nya itu tampak tak asing bagi ku.
"Yume?!", aku terperanjat saat menyadari yang ada di depan ku adalah malaikat mimpi yang menemuiku beberapa waktu lalu.
"Kekuatan mu itu ... sangat berbahaya bagi dunia dan diri mu sendiri tau?", ujar Yume dengan tatapan tajam nya.
"Ja-jadi?", aku masih tak mengerti banyak tentang kekuatan ku dan berharap Yume bisa menjelaskan nya.
"Dasar!! ... jika kau mengubah takdir yang efek nya cukup besar ... kau akan mendapat luka yang cukup parah ... dan bisa bisa ... kau akan mati", jelas Yume.
"Ohh ... jadi ... gitu ... lalu apa yang dimaksud membuat dunia mimpi ku sendiri?", lanjut ku bertanya.
"Kau bisa membuat orang atau tempat yang bisa kau lihat setiap kali kau tidur dan bermimpi ... singkat nya kau bisa mengendalikan mimpi mu", jawab Yume menjelaskan semua nya.
"Ohh ... gitu ... mirip kekuatan mu kan?", tanya ku pada Yume yang jelas jelas bisa mengendalikan mimpi juga.
"Hmm ... tapi beda nya aku bisa memanipulasi mimpi orang dan masuk ke dalam nya", kata Yume.
Ya ... jelas dia lebih kuat dari aku ...
"Jadi ... jangan sekali kali pake kekuatan mu sembarangan", pesan Yume.
"Ya ... lagi pula aku hanya akan menyelamatkan hidup Ai", ucap ku dengan santai.
"Cih ... kau memang keras kepala ... tapi jangan sampai lupa kau masih punya adik", kata kata Yume yang menyadarkan ku.
Sial!! jika aku mati ...
"Aku cemburu tau? ... sampe segitu nya senpai peduli sama kakak ... tapi aku seneng", ujar Ame dengan senyuman manis yang selalu aku rindukan itu.
"Bukanya kamu sendiri yang bilang dia boleh mencintai ku?", kata ku dengan wajah datar.
"Hahaha ... wajah senpai pasti gitu deh", tawa imut Ame yang telah lama tak aku dengar.
"Sudahlah ... yang penting ... Yume seberapa besar luka ku kalau aku mengubah takdir Ai", lanjut ku bertanya pada Yume.
"Sebentar ... kalo buat tubuh lemah mu itu ... sembilan puluh persen kamu bakal mati", jawaban Yume yang membuat aku sangat terkejut dan terpukul.
"Tunggu tunggu tunggu ... serius?! ... setinggi itu resiko nya?", aku berdiri dari bangku yang ku duduki ini.
"Hmm ... gitu lah ...kau hanya bisa mengandalkan sepuluh persen saja ... ya sudah aku pergi dulu", tiba tiba Yume lenyap begitu saja dari hadapan ku seolah menghindar dari jutaan pertanyaan ku.
Sial!!! Sial!!! Sial!!!
Aku memukul meja dengan kedua tangan ku berkali kali.
"Senpai ... tenang dulu ...", wajah Ame terlihat sangat kahawatir.
"Cih ... maaf ... aku cuma sedikit pusing", aku kembali duduk dan menghela nafas ku.
"Nee ... adik mu menunggu mu", ucap Ame.
"Terus? cara bangun nya?", tanya ku.
"Tinggal pikirin kata, aku pengen bangun", jawab Ame.
"Ya sudah sampai besok Ame", aneh nya aku, mengucapkan sampai besok ke orang yang sudah mati.
Aku mulai merasa mimpi ini mulai memudar. Pandangan ku berubah menjadi hitam sepenuh nya. Saat membuka mata ku, wajah ku tepat ada di depan wajah Hanabi yang juga sudah membuka mata nya dengan lebar.
Wajah kami hanya berjarak kurang dari satu sentimeter. Aku pun terperanjat dan terjatuh dari kasur ke lantai yang keras.
"Aduh?!", aku mengusap kepala ku yang sedikit sakit ini.
Saat kembali melihat Hanabi. Wajah nya sangat merah seperti hendak meledak.
"Hanabi ... kamu gak apa apa kan?", tanya ku dengan wajah datar.
"Kyaaaaaaa!!!!!"
Teriakan Hanabi yang sangat keras sampai terdengar ke luar rumah.