Karena jumlah Goblin yang menghadang mereka tidak terlalu banyak, Shiro dan yang lainnya mampu menyelesaikan pertempuran pertama mereka dengan sangat mudah. Mereka melanjutkan perjalanan mereka menyusuri goa dan berusaha untuk mencari jalan yang benar menuju sarang Goblin.
"Grrr.." Canis Lupus berjalan di samping Niken dan memandangi Nichole dengan air liur yang terus menetes dari mulutnya.
"Apa monster ini benar-benar sudah jinak??!" seru Nichole, semakin measa ketakutan melihat peliharaan Niken terus mengerang memandanginya.
"Bukankah sudah kukatakan untuk jangan khawatir. Dia tidak akan memakanmu karena dia sudah kenyang." jawab Niken, terus berjalan.
Mereka semua memandangi Niken karena perkataannya yang terdengar meragukan. Sedangkan Nichole yang merasa tidak aman berjalan di samping serigala itu menarik lengan Shiro dan berjalan di depannya.
"Aku rasa kita terus berputar-putar di tempat yang sama. Apa kita ada di jalur yang benar?" tanya Dara.
"Aku tidak tahu. Sama sekali tidak ada petunjuk." kata Slayer, memandangi dinding-dinding goa.
Sarang Goblin yang berada di perbatasan kerajaan Mataram itu terletak di sebuah hutan yang dikelilingi oleh pegunungan Muria. Karena pegunungan Muria yang terkenal curam dan tidak dapat didaki, membuat goa tersebut menjadi satu-satunya jalan masuk menuju ke hutan itu. Namun untuk dapat menuju ke hutan tersebut tidaklah mudah, karena mereka harus terlebih dahulu melewati gerbang yang berupa labirin yang mengarah menuju ke sarang utama bangsa Goblin yang berada di balik pegunungan.
"Berhentilah. Aku sudah lelah menelusuri goa yang tidak jelas ini." kata Shiro, menghentikan langkah kakinya.
Mereka berhenti berjalan dan menoleh kearah Shiro.
"Ada apa?" tanya Slayer.
"Aku juga sudah lelah. Shiro-san... Gendong lagi." keluh Putri Cindy, berjalan dengan lesu.
"Kalau seperti ini terus, kita akan tertinggal dan tidak dapat membunuh satupun Goblin lagi. Aku akan mencoba menyuruh para Rajul Mustanie untuk pergi ke sarang Goblin itu." kata Shiro, sambil menghubungi Bunda via telepati.
"Hmm?" Slayer dan yang lainnya yang tidak terlalu mengerti apa yang Shiro katakan pun hanya bisa terdiam menunggu ia melakukan rencananya.
Mereka duduk-duduk dan menunggu kehadiran Bunda yang telah Shiro panggil untuk datang.
Beberapa saat kemudian muncul sebuah portal yang kemudian terlihat Bunda yang berjalan keluar dari dalam portal.
"Shiro-sama." kata Bunda, menyapa Shiro. "Saya baru saja dari salah satu puncak dan bertemu dengan salah seekor RJ-Kalong. Kemudian saya menyuruhnya untuk terbang ke tempat aman di dalam hutan." kata Bunda, memberikan laporan.
"Baguslah kalau begitu. Bukakan portal menuju ke tempat itu." kata Shiro, memerintah Bunda.
"Aku mengerti sekarang. Tapi bagaimana cara Rajul Mustanie yang kau kirim itu melewati pegunungan Muria yang curam?" tanya Slayer. "Dan... Ternyata kau bisa menciptakan Rajul Mustanie dengan jenis kelamin wanita?" imbuhnya, merasa curiga.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?! Aku tidak akan macam-macam dengan manusia yang aku ciptakan sendiri." kata Shiro, menyadari maksud dari pertanyaan Slayer yang mengira bahwa dia akan berlaku mesum kepada para Rajul Mustanie dengan jenis kelamin perempuan.
"Aku hanya bertanya. Apa kau mengira jika aku berpikir kau akan berbuat hal yang mesum kepada mereka?" kata Slayer, tersenyum sinis untuk mengejek Shiro.
"Cara berpikirmu dapat dengan mudah ku tebak. Mereka melewati pegunungan Muria dengan terbang. Aku telah membuat Rajul Mustanie jenis baru dengan bentuk monster bersayap." kata Shiro.
"Itu hebat. Kau juga bisa membuat Rajul Mustanie seperti Canis?" tanya Niken, terkagum.
"Bahkan lebih berguna dari hewan-hewan peliharaanmu. Ayo kita pergi." kata Shiro, berjalan memasuki portal.
"Cyih! Sombong sekali!" keluh Niken, merasa kesal.
Mereka berjalan memasuki portal dan tidak lama kemudian mereka keluar dari portal dan berada di sebuah tepi sungai yang dekat dengan sebuah air terjun.
"Ternyata di tempat ini juga ada air terjun..." kata Dara, memandangi air terjun yang mengalir deras.
"Inikah Rajul Mustanie jenis baru yang kau maksudkan, Shiro-san?" kata Nichole, memandangi kelelawar yang terbang rendah di hadapan mereka.
"Woa, hebat sekali! Apa kau juga bisa membuat monster jenis yang lain? Seperti Dragon mungkin." tanya Niken.
"Lihatlah, ada sebuah desa." kata Slayer, melihat dari balik semak-semak.
"Ayo kita kesana." sahut Shiro, berjalan menghampiri Slayer.
"Aku dihiraukan?!" keluh Niken, terkejut dan kesal.
"Bukankah tadi sudah di jawab? Ayo. Apa kau ingin disini sendiri?" kata Nichole, menepuk pundak Niken dan kemudian berjalan menyusul Shiro dan yang lainnya.
Mereka berjalan perlahan menghampiri desa tersebut dan bersembunyi di semak-semak untuk mengamati situasi sekitar.
Desa yang bernama Goblin Valley itu terlihat sangat ramai. Di pusat desa, terlihat kerumunan Goblin yang sedang beraktivitas. Sedangkan di tepi pegunungan, terlihat kerumunan Nice Goblin yang sedang menggali bebatuan di pegunungan Muria untuk membuat jalan menuju ke seberang.
"Ternyata belum ada satupun dari mereka yang sampai disini." kata Nichole, mengintip dari balik semak-semak.
"Sepertinya mereka juga belum menyadari jika para Senshi sedang menuju ke tempat ini." sahut Lin, memandangi para Goblin yang sedang berpatroli.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Slayer, penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh Shiro.
"Tidak apa. Aku hanya menyuruh RJ-Kalong untuk terbang mengelilingi tempat ini." jawab Shiro.
"Lalu apa yang harus kita lakukan? Kalau hanya kita bersebelas, kita tidak bisa menyerbu mereka begitu saja." kata Slayer.
"Benar juga. Dan kita juga tidak bisa terus-terusan bersembunyi seperti ini. Cepat atau lambat, mereka pasti akan menemukan kita." sahut Dara.
Shiro hanya termenung, memandangi pasukan Goblin yang sedang berpatroli. Dia memikirkan cara agar dapat menyerang mereka tanpa menimbulkan banyak kerugian bagi kelompoknya.
"Hmm... Sebenarnya aku punya sebuah ide. Hanya saja hal itu akan membahayakan pemain lainnya yang masih berada di dalam labirin. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan mereka. Tapi walaupun begitu aku masih harus meminta pendapat kalian." kata Shiro.
"Apa itu?" kata para gadis, penasaran.
"Aku mungkin bisa memancing sebagian besar pasukan Goblin untuk pergi ke labirin dan membuat tempat ini sedikit sepi penjagaan. Dengan begitu kita bisa menyerang tempat ini jauh lebih mudah." kata Shiro, mengutarakan idenya.
"Huh? Bagaimana caranya?" tanya Niken.
"Aku rasa barisan depan para Senshi tidak akan terlalu kerepotan untuk menghadapi para Goblin. Jadi aku rasa itu bukan ide yang buruk. Benarkan, Alice-nee?" kata Nichole, menoleh ke Slayer.
"Aku tidak peduli dengan mereka. Lakukan saja rencanamu itu." kata Slayer.
"Maaf, tapi bukankah disana juga ada para warga lokal? Mungkin para Senshi tidak akan kesulitan, tapi kami para warga lokal tidak sekuat para Senshi." sahut Ana, merasa khawatir.
"Berisik sekali kau ini! Bukankah sudah kubilang untuk tidak merepotkan kami!" sentak Slayer, kesal.
Ana yang telah memberanikan diri untuk mengutarakan pendapatnya kembali dimarahi oleh Slayer dan membuat gadis montok itu terdiam sedih.
"Eh, Slayer-san... Tapi mereka itu adalah rakyatku. Aku tidak bisa membiarkan mereka mati begitu saja." sahut Putri Cindy cemberut, merasa sedikit kesal dengan ucapan Slayer.
"Apa yang dikatakan tuan Putri itu benar, Slayer-san. Kita anggota ROG juga tidak akan membiarkan hal itu terjadi begitu saja." sahut Yin, mendukung perkataan Putri Cindy.
"Itu benar." sahut Lin.
"Cih." Slayer merasa kesal karena Cindy dan Yin membela Ana yang keberadaannya tidak diinginkan dan selalu mengganggu pikiran Slayer.
"Jangan khawatir. Mereka akan baik-baik saja. Para Senshi pasti akan melindungi mereka." kata Shiro, menenangkan mereka.
"Ehm.. Aku percaya juga begitu. Hanya saja aku tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh Slayer-san." kata Putri Cindy, cemberut memandangi Slayer.
"Imut sekali..." kata Dara dan Nichole lirih, terpana memandangi Putri Cindy.
"Baik.. Baik.. Aku salah. Maafkan perkataanku tadi." kata Slayer, tersenyum dan mengelus kepala Cindy.
"Lalu? Rencana semacam apa yang anda maksudkan tadi, tuan?" kata Rin.
"Mmaa.. Tunggu saja. Nanti kalian juga akan melihatnya sendiri." kata Shiro, membuka tampilan ruang penyimpanan miliknya.
Shiro kemudian membuat puluhan Rajul Mustanie baru dan menyuruh Bunda memimpin mereka untuk memancing pasukan Goblin yang sedang berpatroli masuk ke dalam labirin.
"Maafkan aku, tapi bisakah kalian mengorbankan diri kalian untuk memancing para Goblin itu masuk ke dalam labirin?" kata Shiro, menanyai para Rajul Mustanie yang berbaris di hadapannya.
Salah satu Rajul Mustanie dengan nomor seri tertinggi berlutut. "Nyawa kita adalah milik anda, Shiro-sama. Tentu saja kita para Rajul Mustanie akan dengan senang hati melakukannya." jawab salah seorang Rajul Mustanie, mewakili Rajul Mustanie lain.
"Yosh. Kalau begitu mulailah rencananya." kata Shiro, penuh yakin.
Sesaat setelah para Rajul Mustanie pergi, Shiro dan yang lainnya pergi bersembunyi di tepi sungai. Tidak lama kemudian, terdengar suara sebuah ledakan yang merupakan serangan Bunda untuk menarik perhatian para Goblin.
"Sudah dimulai. Bersembunyilah." kata Shiro.
Sementara itu di tempat Bunda. Saat kawanan Goblin masih bingung dengan serangan yang tiba-tiba menewaskan teman-teman mereka, Bunda menyuruh para Rajul Mustanie untuk berlari menuju ke dalam labirin. "Pancing mereka masuk ke dalam labirin." kata Bunda, menunjuk ke pintu masuk labirin. "Baik, Bunda-sama." jawab para Rajul Mustanie yang kemudian berlarian keluar dari balik semak-semak, pergi menuju ke dalam labirin.
Salah seekor Goblin yang melihat para Rajul Mustanie berlari menuju ke dalam labirin berteriak untuk memperingatkan teman-temannya, "Manusia!!"
Ratusan Goblin yang sedang berpatroli pun bergegas untuk mengejar mereka dan berlari memasuki labirin. Sedangkan beberapa Goblin yang lainnya berusaha untuk memadamkan api yang membakar salah satu pos keamanan mereka.