Jalanan ibukota yang sedikit senggang membuat perjalanan mereka lebih tenang, meski jelas terdengar beberapa pengemudi yang tidak sabaran mengejar waktu dengan mengklakson mobil iring-iringan keluarga Dirgantara. Ya, Pandu sengaja mengemudi mobilnya sendiri, tentunya dengan Pitaloka. Sedangkan sang ibu dengan sopirnya. Dan yang paling depan dan paling belakang adalah mobil para Bodyguard nya.
Pandu menoleh pada Pita yang sedari tadi hanya diam. Pita terus-terusan menatap keluar kaca mobil seolah tengah menikmati perjalanan. Tidak, Pita tidak menikmati perjalanan. Namun ia jelas-jelas mengabaikan Pandu. Perubahan sikap Pita sungguh sangat mengganggu pikiran Pandu. Tidak ambil pusing ia membanting stirnya ke kiri membuat Pita terpekik lalu menatap Pandu dengan tatapan bertanya. Pandu mengabaikannya, ia lebih memilih menjangkau benda pipih disaku Jas nya dan menempelkannya ditelinga.
"Bawa ibuku ke Gallery. Aku akan menyusul." Titahnya tegas pada seseorang disebrang sana.
Saat itu juga Pita kembali mengabaikan Pandu, kembali menoleh keluar kaca mobil. Pandu mengeraskan rahangnya kemudian ia melepas seatbeltnya lalu tubuhnya mendekat kearah Pita. Pergerakan Pandu didalam mobil membuat Pita menoleh kearah Pandu. Alangkah terkejutnya ia saat mendapati wajah mereka sangat dekat. Pita bahkan melihat jelas raut marah diwajah Pandu dengan mata menyorot tajam dan rahang yang mengeras membuat keberanian Pita benar-benar hilang dihadapkan dengan situasi seperti ini.
"Kamu mengabaikanku, huh?" Tanya Pandu tetap dengan tatapan menusuk, dingin, dan menyeramkan. Ini kali pertama Pita melihat kilat kemarahan dalam diri Pandu. Pita menelan salivanya kasar.
"Emm... Itu..." gagapnya. Pandu tetap menatap Pita dengan mempertahankan rahangnya yang mengeras sedari tadi. Sedangkan Pita sudah tidak berani menatap wajah lelaki yang sejauh ini masih ia cintai."Ak--uuu... Ahhhh---" Gagapnya lagi diikuti pekikan terkejut saat Pandu dengan kecepatan kilat membuat kursi penumpang yang Pita duduki menjadi posisi telentang. Kemudian Pandu menyentuh lutut Pita. Sungguh Pita terkejut dengan kemarahan calon suaminya yang seperti iblis ini. Apakah ini sosok sebenarnya Pandu. Pandu mengelus lutut Pita dengan ekspresi layaknya iblis kelaparan membuat Pita menutup mata karena benar-benar dilanda ketakutan. Pandu tetap mengelus lutut Pita yang sebisa mungkin Pita rapatkan. Meski tidak bisa dipungkiri jika dress yang ia kenakan akan sedikit menyingkap karena posisinya yang tertidur. Namun Pandu lebih cekatan hingga jari-jarinya menembus dan berada ditengah-tengah kakinya. Dan.
'Ceklek'
Pita kembali terkejut dan membuka mata saat kursinya bergeser kebelakang membuat bagian depan mobil Pandu sedikit luas. Tanpa aba-aba, Pandu menindihnya. Dengan sigap pula Pita menahan dada Pandu dengan kedua tangannya. Matanya menyorot sebuah kekecewaan. Benar, Pita merasa kecewa dengan kemarahan Pandu yang selama ini tidak pernah terlintas akan semenakutkan ini. Pandu menelisik wajah Pita dengan mata hitam pekat miliknya. Ia memperhatikan sudut mata Pita mengeluarkan butir airmata. Itu karena dia.
Pita menangis?
Karena dia?!
Dia ketakutan?!
Bodoh!!
Ia memejamkan mata guna menormalkan amarahnya saat menyadari wanita dibawahnya ini ketakutan. Bukan, tapi kecewa. Itu yang Pandu baca dari cara Pita menatapnya.
Ia membuka mata kemudian jarinya menyentuh sudut mata kanan Pita, menghapus butir airmatanya yang siap menetes melintasi tiap inci wajah mulus Pita. Seketika pula cekalan tangannya didada Pandu melemah. Diikuti dengan Pandu yang mencium sudut mata bagian kiri Pita.
"Maaf." Hanya itu yang Pita dengar saat Pandu mengucapkan tepat didepan wajahnya. Namun Pita tetap bungkam tidak bereaksi. Pita hanya menatap dalam kedua bolamata mata Pandu. Dan tersirat sebuah penyesalan disana. Hening...
Tangan Pita terulur menyentuh rahang Pandu. Pandu balas menatapnya. Pita tersenyum manis diikuti tatapan menenangkannya. Detik itu juga Pandu merasa berdosa membuat malaikat lugu kiriman tuhan yang berada dibawahnya ketakutan. Padahal Pandu tahu jika Pita sangat mencintainya. Dan ia pun sama.
"Tidak apa!!" Aku Pita dengan senyumnya. Membuat dada Pandu serasa diremas.
Dia berhasil menjadi lelaki brengsek.
"Kita pulang." Balas Pandu.
Pita menggeleng cepat. "Tidak, mommy sudah disana. Dia menunggu kita!!" Jawab Pita.
"Tapi, aku... Membuatmu..." Aku Pandu merasa bersalah.
"Kamu, membuatku mengetahui sisi burukmu!! Setidaknya, kamu bisa mengontrol emosimu agar tidak menyakitiku. Aku mencintaimu!!" Potong Pita kemudian tangannya yang berada dirahang Pandu berpindah ke tengkuknya lalu menarik pelan dan mencium bibir Pandu dengan lembut. Ini kali kedua ia mencium Pandu. Akan sedikit aneh dengan ciumannya. Tapi dia tidak peduli. Dan ternyata Pandu menerima ciuman Pita dengan senang hati. Bahkan Pandu yang malah mendominasi ciumannya.
Mereka mengakhirinya saat sebuah ketukan dikaca mobil terdengar. Pandu menoleh dan mendapati seorang pria tua memakai seragam polisi sedang menelisik isi didalam mobil. Pandu menjauhkan diri dan membantu Pita duduk. Ia menggeser kursi itu dengan menekan tombol dibawah sana lalu memposisikan kursi itu seperti semula. Ia mengelus lembut pipi Pita. Kemudian beralih membuka kaca mobilnya.
"Selamat sore Pak." Sapanya. "Maaf mengganggu. Mobil anda mengganggu pengendara lain!! Anda tidak bisa parkir sembarangan." Akunya. Pandu hanya mengangguk
"Maaf sebelumnya. Istri saya tadi mual. Jadi saya menepi." Jawab Pandu beralasan.
"Bisa tunjukan surat-surat dan sim anda?" Tanyanya. Pandu pun menurut memberikan surat-surat itu.
"Baik pak. Silahkan lanjutkan perjalanan jika istri anda sudah tidak mual." Titahnya. Pandu mengangguk kemudian menutup kembali kaca mobilnya dan berkendara melanjutkan perjalanan menuju Gallery sahabat dari ibu nya.
"Dia bawel." Ucap Pita
"Itu sudah tugasnya."
"Aku pernah ditilang saat mengendarai motor dengan ayah dulu." Ucap Pita.
"Karena?" Tanya Pandu.
"Saat itu aku memakai helm, tapi ayah tidak!! Ayah memberikan helm nya padaku. Kau tau?? Helmnya terlalu besar dikepalaku. Dan kami pun ditilang karna ayah yang mengendarai motor tidak memakai helm." Ucap Pita dengan tawanya saat mengingat kenangan konyol dengan ayahnya. Pandu terkekeh pelan.
"Ayahmu sangat menyayangimu." Ucap Pandu.
"Tentu. Dia rela melakukan apapun demi aku." Bangga Pita diikuti senyumannya.
Pandu terdiam sesaat. Menerawang kejadian beberapa menit yang lalu. Dimana Pandu membuat Pita ketakutan dan menangis. Ia salah.
Kemudian tangannya terulur menyentuh jemari Pita dan mengelusnya pelan. Pita menatap elusan tangan Pandu dalam diam. Sejujurnya perbincangan Pandu dengan Ibunya dimansion membuat Pita sedikit penasaran dengan sosok Andien. Sosok yang membuat Pandu dan Ibunya sangat merindukan wanita bernama Andien itu. Ya, Pita mendengar perbincangan mereka saat hendak menghampirinya. Entah seberapa berartinya sosok Andien dikeluarga Dirgantara Pita tidak peduli. Ia memiliki Pandu. Dan sebentar lagi ia akan menjadi satu-satunya milik Pandu. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi itu karna Pandu hanya mencintainya.
Ia kembali dalam kesadarannya. Saat Pandu mengelus jarinya dan menghentikan mobilnya disebuah Gallery milik sahabat dari calon mertuanya. Dilihat dari besarnya Gallery ini dapat Pita simpulkan jika Designer nya pasti sangat terkenal. Pita tidak sabar mencoba gaun pangantinnya.
***
Katakanlah Pitaloka beruntung memiliki seseorang yang menyayanginya sangat dalam. Yang menerima segala kekurangannya. Yang tetap berada disampingnya saat Pitaloka merasa sendiri. Sosok yang tengah menggandeng tangannya begitu posesif. Tidak apa Pita menyukainya, ia merasa terlindungi.
Pita berjanji akan selalu setia disamping pria bernama Pandu Dirgantara.
Ia menoleh kesamping, dan mendapati Pandu juga menoleh kepadanya. Entah mengapa, tatapan Pandu yang intens membuat dadanya bergemuruh. Tidak henti-hentinya ia mencintai Pandu. Itu yang Pita rasakan. Hingga pandangannya tertuju pada dua wanita paruh baya namun tetap cantik dan elegan. Wanita itu tersenyum manis saat melihat kehadiran calon menantu dan Putranya. Ia berdiri lalu memeluk. Sudah tidak diragukan lagi jika Erie Dirgantara adalah wanita super hangat. Dia sangat suka memeluk Pitaloka. Ah-- mungkin juga pada oranglain. Ia melerai pelukannya dengan tersenyum tipis.
"Kalian lama sekali?!" Tanyanya.
"Kita----."
"Dia ingin buang air kecil mom. Jadi kita menepi."
Suaranya menggantung diudara saat Pandu lebih dulu menjawabnya. Membuat Pita melirik tajam kearah Pandu yang sudah mendaratkan bokongnya disofa. Tentang menepi memang benar, tapi untuk buang air kecil tidak.
'Cih... Kembalilah si menyebalkan ini'. Batin Pita mengumpat
"Sudah, duduklah nak. Oh--- kenalkan ini Tante widia, perancang gaun pengantin kalian berdua...".
Pita menoleh ke arah wanita seumuran Erie lalu tersenyum ramah dengan mengulurkan tangan memperkenalkan diri. Wanita dengan mata jernih miliknya. Membuat dada Pita berdesir merasakan sesuatu dalam dirinya. Namun ia mengabaikannya. Widia menatap lekat Pita tanpa ekspresi saat uluran tangan Pita terlepas, membuat Pita sedikit risih dibuatnya.
"Wid?? Widia..." Erie mengguncangkan lengan Widia, sahabatnya. Seketika Widia tersenyum saat kembali dari acara lamunannya.
"Menantuku memang cantik, kamu terpukau sampai segitunya Wid.." Kekeh Erie, dibarengi kekehan tipis Widia. Sedangkan Pita ikut tersenyum sambil menyelipkan rambutnya yang tergerai menutupi pipinya kebelakang daun telinganya.
"Iya, dia cantik. Nama panjangmu apa nak?" Tanya Widia membuat Pita menatap Widia. Lalu Pita menjawab
"Pitaloka tan." Jawab Pita.
"Bukan itu, maksud tante nama belakang... Nama belakang keluarga!!" Ucapnya. Membuat Pandu yang tengah membaca majalah menghentikan aktivitasnya. Sedangkan Erie juga menoleh pada calon menantunya. Benar, Erie juga belum mengetahui nama belakang calon menantunya ini. Dan Pita hanya bungkam. Namun tak lama ia tersenyum manis.
"Tidak ada tan... Hanya Pitaloka saja." Jawab Pita membuat Widia merasa tidak puas. Namun ia mengangguk paham.
"Kenapa Wid?" Tanya Erie penasaran.
"Kamu lupa Ri? Aku selalu menanyakan nama belakang keluarga dari customerku..." Erie terkekeh sambil memukul kecil tangan Widia saat menyadari jika memang sahabatnya ini adalah designer terkenal. Yang meminta untuk dibuatkan gaun pastinya dari kalangan atas.
"Menantuku bukan dari kalangan atas Wid. Tapi hati, dan juga ketulusannya sangat luar biasa. Anakku bahkan dibuat gila hanya karena Pitaloka mengabaikan pesan dan panggilannya." Widia tertawa kencang. Sedangkan Pandu melotot saat Erie membongkar kartunya dihadapan Widia. Pitaloka tersipu malu.
"Iya, aku bisa melihatnya..." Aku Widia. Pita menoleh, menatap Widia yang ternyata tengah tersenyum padanya. Tidak--- hanya dengan melihat senyum Widia saja, dadanya kembali berdesir. Ia hanya diam. Hingga sebuah suara mengintrupsi.
"Mari nona. Ikuti saya ke ruang ganti!!" Ucap seorang wanita muda yang Pita yakini adalah Asisten Widia. Karena wanita itu yang paling mencolok diantara pegawai yang lain.
"Biar aku saja.!!" Erie, dan Asistennya terkejut dengan ucapan Widia. Baru kaliini Widia menawarkan diri untuk membantu customer nya mencoba gaun rancangannya. Biasanya ia hanya memberi arahan pada Asistennya.
"Biasanya Asistenmu yang melakukannya?!" Tanya Erie.
"Kamu benar Ri, calon menantumu ini cantik. Sangat, jadi aku ingin mengurus yang satu ini. Berhubung dia adalah menantu dari sahabatku jadi tidak ada salahnya kan?!" Widia meyakinkan lalu berdiri. "Kamu bawa kamera??" Tanyanya lagi. "Abadikan ekspresi putramu, matanya tidak akan berkedip saat melihat kekasihnya memakai gaun rancanganku yang dipadukan dengan kecantikannya." Aku Widia sombong membuat Pandu mengangkat alisnya sebelah.
"Oke, oke." Jawab Erie.
Lalu Widia berjalan terlebih dahulu diekori oleh Pita dan juga Asisten Widia memasuki ruang ganti Gallery itu.
🧡🧡🧡
Hi... Pandu dan Pita balik lagi. Maaf jika up nya lama parah!! dikarenakan aku sedang sibuk nyari kerjaan😂 jadi mohon bersabar, aku juga kangen manjain mata kalian loh. meski ngga rutin tapi aku usahain update😉
-TBC-