Teriknya matahari serasa membakar penduduk New York, tak terkecuali bagi dua perempuan yang baru turun dari bus.
"Sial panas sekali. Apakah neraka sedang bocor?" keluh salah satu dari dua perempuan yang turun dari bus tadi.
Perempuan itu bernama Clara Robert. Parasnya yang cantik dengan mata biru seperti lautan serta tubuh yang sexy yang membuat pria harus dua kali melirik ke arahnya.
Sedangkan perempuan satu lagi yang merupakan teman clara yaitu, Tasya Stanson mendengar keluhan temannya memutar bola mata jengah, "Jangan lebay. Lebih baik kita cari tempat berteduh dan membeli minuman untuk sedikit membasahi tenggorokanku yang kering ini" ucapnya sambil menoleh kesana kemari mencari tempat jual minuman.
Dan dia menemukan apa yang ia cari, tempat itu tepat di depan jidatnya, eh salah. Tepat di seberang jalan.
"Ayo, kita ke toko seberang sana." Tunjuk Tasya ke arah toko yang ditemukannya tadi bertuliskan 'LO NIKMAT GUE NIKMAT'.
Clara lalu melihat arah yang di tunjuk Tasya, entah kenapa nama toko itu agak ambigu.
"Ck, menyebalkan. Tapi, kita tidak bisa lama." sahut Clara kesal. Pasalnya, ada hal yang harus dia urus.
"Iya, iya. Bawel." Tasya langsung menyeret Clara tanpa memperdulikan ocehan sahabatnya.
Ketika memasuki toko 'LO NIKMAT GUE NIKMAT' Clara dan Tasya disambut sapaan ramah dari pelayannya. Tasya segera menyeret Clara ke rak makanan dan minuman.
"Shit, jangan menyeretku seperti sapi," gerutu Clara kesal dengan ulah Tasya yang menyeret dia.
"Oh, kalau kau mengajakku ke sini, berarti kau akan mentraktirku, kan?" tanya Clara penuh harap.
"Enak saja! Kau kan punya uang, jadi beli sendiri dengan uangmu," jawab Tasya tanpa menoleh ke arah Clara.
"Dasar pelit! aku pergi berkeliling" tanpa menunggu sahutan dari Tasya, Clara langsung saja melenggang pergi dengan muka masam dan mulut berkomat - kamit.
'Dasar. Memaksa untuk ke sini tapi, tidak mau mentraktir. Menyebalkan' gerutu Clara dalam hati.
Saat Clara berkeliling, dia tiba - tiba berhenti. Clara melihat sesuatu yang menurutnya aneh, tepat di depan matanya. Benda itu terlihat seperti permen karet, tapi tidak juga seperti permen karet.
"Stoberi? mint?" gumam Clara bertanya - tanya, karena dalam kemasan terpampang gambar buah dan lain - lainnya.
"Tasya, ini permen karet, kah?" merasa ada orang disebelahnya dan Clara yakin dia adalah temannya Tasya, jadi dia bertanya tanpa melihat ke arah orang yang disampingnya.
Terjadi hening sesaat sebelum 'orang' itu menjawab pertanyaan Clara, "Itu memang karet tapi bukan permen, kau ingin mencobanya?" sahut suara baritone disebelahnya dan jangan lupa nada menggodanya yang ia lontarkan.
Clara kaget karena yang menyahut pertanyaannya bukanlah suara cempreng dan cerewet sahabatnya tetapi, terdengar suara bariton dengan serak - serak sexy.
Clara segera menoleh ke asal suara dengan wajah kaget.
'Wow, tampan' jerit batin Clara, karena kagum dengan wajah orang yang ada di sampingnya ini.
Lelaki yang Clara kira adalah Tasya ini memang tampan. Hidung mancung bagai perosotan taman kanak - kanak dengan mata tajam bak elang mengintai mangsanya dan body yang proporsional. Clara yakin dibalik kaos hitam yang dipakai laki - laki ini tersimpan enam roti sobek yang bisa membuat para hawa terkagum - kagum.
Tersadar dengan apa yang dia pikirkan, wajah Clara langsung memerah.
"M - maaf. Ku kira kau tadi adalah sahabatku" sesal Clara dengan senyum canggung, menatap malu ke arah laki - laki di depannya karena kecerobohannya tadi.
Lalu Clara melongokkan kepalanya kesana kemari mencari keberadaan sahabatnya, dan ia menemukan Tasya berada di dekat box es krim.
Ingatkan Clara nanti untuk memukul kepala sahabatnya karena tidak menemaninya sehingga dia mendapat masalah yang memalukan ini.
Dan laki - laki tadi, hanya diam melihat tingkah Clara.
Saat laki - laki bertatapan dengan mata indah Clara, dia langsung terpesona.
'Cantik.' kata yang ada di benak laki - laki itu.
"Namaku Damian Addinson. Kau bisa memanggilku Damian." Laki - laki itu memperkenalkan diri tanpa Clara menanyakan siapa dirinya.
'Aku kan tidak menanyakan namanya, tapi sudahlah.' Batin Clara, karena heran dengan laki - laki yang bernama Damian ini.
"Oh, iya. Namaku Clara Robert, kau juga bisa memanggilku Clara" ucapnya sambil berjabat tangan dengan Damian serta senyum canggung di wajahnya.
Clara masih sangat malu tentang kejadian tadi, padahal itu adalah masalah sepele. Jadi di depan Damian, Clara menjadi perempuan pendiam. Padahal, heh. Jangan tanya.
"Jadi, ingin mencoba itu denganku?" Suara baritone itu terdengar lagi, menunjuk benda yang ternyata di pegang Clara sedari tadi.
"Hah, apa?" Clara menelengkan kepalanya bingung. Pasalnya, saat Damian berbicara di awal tadi, Clara belum ngeh apa yang dia bicarakan. Makanya dia bingung dengan pertanyaan yang di ajukan Damian.
Clara melihat sumber arah yang di tunjuk Damian, dia diam sejenak dan ia langsung kaget dengan apa yang dia lihat dan dia pegang. Yang ternyata itu adalah, 'kondom?! Oh, shit!' teriak batin Clara disertai malu. Sangat malu, sehingga membuat wajahnya merah seperti tomat.
Bisa - bisanya Clara tidak tahu bahwa, benda yang dia anggap permen karet tadi itu adalah kondom, padahal sudah jelas tertera namanya di sana.
Melihat gadis di depannya memerah sampai ke telinga, membuat seorang Damian Addinson yang biasanya wajahnya sedatar papan setrika tersenyum tipis. Sangat tipis, hingga orang tidak tahu dia tersenyum atau tidak.
'Perempuan ini menarik' puji Damian dalam hati.
Bila orang yang kenal dengan Damian mendengar apa yang dia pikirkan, akan di buat terperangah olehnya.
Jika para pembaca ingin tahu, Damian ini memiliki kepribadian yang sangat dingin bagai es di kutub dan dia juga orangnya acuh tak acuh dengan sekitar. Banyak perempuan yang mengejar dia, tapi diabaikannya. Hingga banyak yang berspekulasi bahwa Damian ini gay.
Tapi nyatanya, tidak.
"Jadi bagaimana? mau mencobanya denganku?" Damian membuka suara mengalihkan pikiran gadis bermata biru itu dari acara mengumpatnya.
sedetik ..
dua detik ...
tiga detik ...
twitchh!!
Kerutan kesal muncul di dahi Clara, lalu dia melangkahkan kakinya mendekati Damian. Damian yang melihat hal tersebut semakin memperlebar seringainya. Dan ...
Duggg!!!! ....
"Dasar cabul!!" Clara segera berlari menyusul Tasya dan meninggalkan Damian yang merintih kesakitan, karena kakinya di injak kuat - kuat oleh Clara.
"Oh Shitt" umpat Damian menahan nyeri di kakinya. Tenaga yang di keluarkan Clara untuk menginjak kaki Damian tidak lah kecil, sehingga rasanya sangat sakit.
"Awas saja kau cantik, aku akan mendapatkanmu. Lihat saja!" ucapnya sambil melihat kepergian Clara.
Damian tidak main - main dengan apa yang di ucapkannya. Bila dia sudah tertarik dengan sesuatu, ia akan mendapatkannya dengan segala cara.
Mata Damian beralih ke arah tulisan yang tertera di jas almamater yang dipakai Clara.
"NY University, heh. Kita akan bertemu kembali manis. " Damian menyeringai memandang ke arah pergi nya Clara. Gadis yang berani menolak seorang Damian Addinson.
"Dan kau akan menjadi milikku." Klaim Damian dengan seenak pusarnya.
Kebetulan, Clara dan Tasya adalah seorang mahasiswi di salah satu kampus di New York.
Clara menyeret Tasya tanpa memperdulikan sahabatnya yang sibuk mengoceh berkat kelakuan aneh Clara. Tapi, Tasya sempat menengok ke belakang melihat laki - laki yang berdiri menghadap ke arah Clara dan Tasya.
'Wah, dia sangat tampan. Tapi, mengapa dia melihat ke arah sini?' batin Tasya, bertanya - tanya. Belum sempat dia bertanya pada Clara, tapi sudah di seret pergi olehnya.
Clara ingin segera pergi dari tempat terkutuk ini, karena membuatnya bertemu dengan orang cabul yang sayangnya tampan.
'Aku harap tidak akan bertemu lagi dengan si cabul menyebalkan itu' harap Clara.
Namun, Clara tidak akan menyangka setelah kejadian ini akan membuat hari - hari tenangnya sirna. Kejadian demi kejadian akan menimpa perempuan cantik ini.