Chereads / Jatuh Cinta? / Chapter 2 - Gara - Gara Sakit

Chapter 2 - Gara - Gara Sakit

Seorang perempuan cantik sedang asik memasukkan atau lebih tepatnya membanting buku - bukunya ke dalam loker sambil menggerutu.

"Uh sialan si Tasya! dia meninggalkanku. Kita kan biasanya pulang bersama. Menyebalkan." Kesal Clara sambil memasukkan bukunya ke dalam loker.

"shit! jam 16.05 huh pasti busnya penuh." Clara masih asik menggerutu dan menyumpah serapah sahabatnya. Apalagi, Tasya selalu merecokinya dengan pertanyaan-pertanyaan aneh semenjak kejadian di toko waktu itu, jangan ingatkan Clara.

Dan sahabatnya sibuk menggosipkan laki - laki cabul kemarin, yang ternyata Clara ketahui adalah senior favorit di universitas ini. Clara tidak peduli dengan hal - hal yang dikatakan Tasya. Pada akhirnya, si bodoh Tasya meninggalkannya sekarang, dia pulang duluan tanpa menunggu Clara.

Saat kelas usai, Clara memang agak lama keluarnya karena ada urusan dengan dosen mata kuliahnya dan inilah akibatnya. Tasya menyebalkan.

"Huh, aku harus pulang sebelum menghancurkan kampus ini."

Kalau saja Tasya bukan sahabat satu - satunya dan teman yang paling Clara sayangi, dia pasti sudah membuang sahabatnya itu ke dalam parit di dekat gerbang kampus.

Setelah Clara selesai memasukkan buku - bukunya ke dalam loker, tiba - tiba dia mendengar suara yang tidak asing baginya sekaligus, suara yang membuatnya kesal seharian ini.

"Hai, junior kondom" tubuh Clara seketika menegang ketika mendengar suara baritone di belakangnya.

Terjebak di antara loker dan senior mesum itu kesialan pertama, di ikuti kesialan kedua yaitu kampus yang sudah mulai sepi.

'Siapapun tolong selamatkan aku!' jerit batin Clara merana.

Bukannya apa, Clara takut kalau - kalau senior mesum ini berbuat sesuatu yang aneh - aneh padanya.

Sedangkan Damian melihat perempuan yang ditemuinya di toko kemarin berniat 'menyapanya'. Menyapa versi Damian tentunya.

Sebenarnya, Damian sudah Ingin menemui gadis ini sedari pagi, dia jelas sudah mencari tahu tentang seluk beluk perempuan yang sudah menolaknya kemarin.

Kalau bukan karena tugas - tugasnya yang menumpuk, Damian dapat segera bertemu Clara.

Bukan hal sulit untuk mengetahui tentang Clara karena, kemarin perempuan bermata biru ini memakai jas almamater yang berlambang universitas NY University dan tentu saja dia juga mengetahui jadwal kuliah perempuan cantik ini.

Damian merasa perempuan yang diapit diantara tubuhnya dan loker ini menegang, membuat dia menyeringai senang.

'Ah rupanya perempuan manis ini masih mengingatnya' batin Damian.

"Bagaimana? apa kau masih belum mengerti kegunaan 'Permen karet' itu?Ah, aku juga ingin menambahkan apa yang kukatakan kemarin, 'Permen karet' itu kau bisa mengemutnya seperti permen tentu saja asal tidak mengunyahnya, kalau tidak akan terasa sakit." Ucap Damian menggoda Clara, yang dimana itu terdengar mesum baginya.

Damian membayangkan jika Clara melakukannya membuat dia panas dingin.

Ah, ternyata benar. Pikiran mesum seorang Damian.

Damian makin menipiskan jarak diantara dia dan Clara.

"Menjauhlah dariku!" ucap Clara dengan membanting loker di depannya.

Kalau saja Clara sedang tidak membelakangi seniornya, Damian pasti sudah menyeringai senang melihat perempuan yang digodanya memerah.

Clara sudah tidak tahan mendengar bisikan seduktif dan vulgar dari orang dibelakangnya.

"Hn" Damian menjawab asal.

Bukannya menjauh, Damian malah memeluk Clara. Menghirup wangi tubuh perempuan yang sedang dipeluknya. Setelah menghirup wangi Clara, energi Damian seperti terisi kembali.

Tiba - tiba ...

Bbukk!!

Damian reflek memegang ulu hatinya, "Sssh, sakit bodoh!" sikutan Clara tidak pelan.

Mendengar itu Clara menjadi kesal, dia membalikkan tubuhnya menghadap laki - laki menyebalkan ini, "Apa?! otakmu itu yang sakit, Brengsek! dasar senior mesum! cabul!".

Clara segera berlari meninggalkan Damian dengan wajah yang memerah sempurna. Seperti kemarin Clara pun menghadiahkan injakan kaki dan jangan lupa tendangan di tulang kering Damian. Anggap saja bonus, agar seniornya ini tidak mengejarnya dan mengatakan hal - hal aneh kepada Clara.

Damian menutup mulutnya,"Dia menggemaskan sekali, huft dasar junior sadis".

Apakah Damian menjadi masokis karena Clara? Tulang keringnya telah ditendang oleh Clara, bukannya mengaduh sakit, tapi malah tersenyum.

Kalau bukan masokis, apalagi? Sinting?

"Dia seorang perempuan, tapi tidak ada feminim - feminimnya sama sekali... tapi itu manis. "lanjutnya, dengan seringai lebar tercetak di wajah tampannya.

***

Clara berjalan ke tempat kerja part time - nya.

Dia mendesah lelah, badannya sakit sekali. Setelah kuliah dari jam delapan pagi sampai jam lima sore sampai dirumah dan sekarang sudah berangkat kerja.

Jam kerja Clara dari jam 18 : 00 - 22 : 30 ditambah membersihkan cafe sekitar setengah jam.

Kehidupannya yang monoton, kuliah - kerja - tidur lalu berulang kembali

. Walaupun Clara sudah terbiasa mandiri sejak keluar dari panti asuhan, tetap saja dia juga seorang perempuan, dimana ia juga cepat lelah. Clara manusia bukan robot.

"Selamat sore." Clara masuk kedalam cafe menyapa teman - temannya.

"Sore Clara. Ganti bajumu, cafe sedang ramai hari ini." ucap perempuan berambut pirang, namanya Lina Calson. Dia gadis yang baik.

Tak jarang perempuan itu menawarkan bantuan biaya untuk keperluan kuliahnya. Perempuan yang dua tahun lebih tua darinya itu, sudah Clara anggap sebagai kakaknya sendiri.

Hidup sebatang kara di New York itu bukan hal yang mudah, apalagi dirinya.

Clara mengangguk dan segera melangkahkan kakinya ke ruang karyawan dan mengganti bajunya. Seperti biasa cafe ini selalu ramai pengunjung. Terlihat kesibukan para pelayan yang mondar - mandir dari meja satu ke meja yang lain.

"Hei Clara, antarkan pesanan ini ke meja No. 5. Uugh, aku dapat panggilan alam" teman kerjanya ini yang bernama Tera menaruh nampan yang dibawanya di tangan Clara dan segera melenggang pergi. Melihat ini Clara hanya menggeleng - gelengkan kepalanya.

"Silahkan tuan." Clara meletakkan pesanan pelanggan di meja.

"Thanks sweetheart." suara menyebalkan ini. Setelah mendengarnya membuat Clara menggeram kesal.

Dari semua pelanggan atau manusia yang hidup di planet bumi ini, kenapa dia harus bertemu orang ini? Rasanya Clara ingin melempar teman satu fakultasnya yang aneh ini ke mars.

"Sama - sama tuan." Bagaimanapun juga Clara harus profesional kan? Clara membungkuk dan pergi untuk melayani pelanggan yang lain, yah sebelum dia meledak dan menonjok temannya yang bernama Joshua itu.

Ya, pelanggan yang dia layani tadi adalah Joshua, teman satu fakultasnya. Dia adalah orang yang sangat jahil sekali dan suka mengganggu Clara. Joshua adalah orang kedua yang tidak dia suka setelah senior cabul itu.

***

Damian duduk di sofa ruang kerja kakaknya dengan laptop di depannya.

"Adikku, berkas itu akan berlubang sebentar lagi jika kau menatapnya terus sedari tadi."

Daniel Addison, anak sulung dari keluarga Addison. Parasnya yang tak kalah dengan sang adik, membuat ia menjadi incaran setiap wanita. Dia memegang hampir seluruh perusahaan keluarganya. Namun, sesibuk - sibuknya Daniel, dia tetap meluangkan waktu untuk keluarganya.

Daniel sudah jengah dengan kelakuan adiknya. Sedari tadi adiknya itu hanya memandangi berkas yang ada di tangannya tanpa ada niat untuk mengerjakannya. Meskipun adiknya ini hanya membantu menyelesaikan sebagian pekerjaan perusahaan yang saat ini dipegang olehnya.

"Hn" jawabnya singkat, padat dan tidak jelas. Begitu menjengkelkan, kan?

"Sebenarnya, apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Daniel heran dengan sikap adiknya kali ini.

"Kerjakan saja berkas itu" jawabnya tanpa melihat kakaknya.

Damian masih asik memikirkan sesuatu, Clara lebih tepatnya. Rasanya Clara pernah bertemu perempuan itu sebelumnya. Tentu saja minus kejadian kondom di toko kemarin .

Daniel hanya menggelengkan kepala ketika adiknya kembali asik dengan dunianya lagi. Dia sedang dalam mood tidak ingin diganggu.

tok tok tok ...

Terdengar ketukan di pintu kantor Daniel.

"Masuk."

"Mr. Daniel, ini berkas penyelidikan perusahaan di London yang anda minta." Daniel segera membaca berkas yang diberikan oleh John, orang yang merangkap menjadi asisten dan agen rahasia milik perusahaannya.

Mendengar kata penyelidikan Damian segera menegakkan punggungnya, 'Kenapa dia tidak kepikiran sedari tadi?' batin Damian.

Efek menyukai orang bodoh membuatnya menjadi bodoh rupanya. Memikirkan ini membuat Damian terkekeh sendiri.

Di samping itu sang kakak, Daniel menoleh menatap adiknya dengan pandangan horor.

Oh Man! demi Tuhan! Adiknya? Apakah Damian tadi sedang terkekeh sendiri? Sedangkan John melihat Damian dengan heran. Pasalnya, dia tidak melihat Damian ketika dia masuk tadi. Mungkin dia kurang memperhatikan sekitar, atau dia butuh aqua?.

"Daniel, Aku meminjam agenmu." Itu pernyataan bukan permintaan.

Sebelum Daniel membuka suara ingin menegur adiknya, Damian lebih dulu mengeluarkan kalimat mutlak tak ingin dibantah. John yang mendengarnya hanya bisa meneteskan keringat.

'Selamat tinggal liburan dan novel hentaiku.' tangis John dalam hatinya.

Tunggu, hentai? Hentai dalam bahasa jepang artinya mesum. Berarti, John adalah orang yang mesum. Ck, tidak terduga.

"Aku sudah menjanjikan libur dua hari untuk John setelah menyelesaikan penyelidikan di London." ucap Daniel menatap adiknya.

Adiknya sedang tertarik dengan sesuatu itu adalah hal yang langka. Seperti menemukan berlian di tumpukan pasir gurun.

"Seminggu." Daniel dan John menatap Damian dengan kening berkerut, " Kau akan libur seminggu kalau mau melakukan pekerjaan ini, John." John menatap Damian.

Memangnya John diberi pilihan untuk menolak? Tentu saja tidak akan. Mau tidak mau suka tidak suka dia harus menuruti kemauan calon atasannya ini. Selain itu, lumayanlah libur seminggu.

"Damian, setelah John libur aku akan mengirimnya kembali ke London untuk mengurus tikus - tikus disana dan membantu Jack yang sekarang sedang ditugaskan" Daniel gemas dengan sifat diktator adiknya yang bangkit.

"Aku yang akan mengurusnya." ujar Damian tidak mau dibantah.

John hanya bisa pasrah. Terpenting dia bisa libur dan beristirahat lalu membaca novel hentainya. Hehe.

"Bagaimana dengan kuliahmu?" Sanggah Daniel.

"Ck." Damian mendecakkan lidah kesal ketika mendengar sanggahan kakaknya.

"Baiklah, terserah." Daniel akhirnya mengalah sebelum adiknya itu meledakkan kantor perusahaan mereka. Kemarahan Damian adalah hal kedua yang Daniel hindari setelah kemarahan Istrinya.

"Cari tahu tentang perempuan yang bernama Clara Robert. Satu kampus denganku." singkat dan tidak jelas.

Tentu saja kalau sudah jelas calon atasannya tidak akan memakai jasanya bukan? batin John tertawa miris. Lagi - lagi John hanya bisa pasrah, yah setidaknya dia libur seminggu.

"Baik Mr. Damian" John sedikit membungkuk hormat.

"Satu hari dimulai dari jam 8 ini. semakin cepat lebih baik" Damian Adison dan sifat diktatornya.

John harus mengisi ulang kesabarannya kalau berurusan dengan Damian sepertinya.

Daniel hanya bisa mendoakan keselamatan hidup damai sang asisten di tangan adiknya. Damian itu tak kenal ampun, persis dengan kakek mereka. Herry Addison.

Damian memberesi berkas-berkas di mejanya, sudah tidak minat melihat deretan huruf dan angka-angka yang membuatnya semakin jenuh. Damian berjalan menghampiri Kakaknya dan menaruh semua berkas dihadapan kakaknya, lalu dia melenggang pergi.

Daniel melihat ini mengernyitkan dahinya.

Hey, adiknya ini tidak bermaksud melimpahkan semua pekerjaan kepadanya kan?

"Damian! selesaikan bagianmu dulu, baru kau bisa pergi!" Daniel mulai panik kalau harus mengerjakan berkas-berkas dihadapannya sendiri.

Perusahaan mereka tidak hanya satu, oke dan Daniel juga manusia yang butuh hiburan. Dia sudah lembur selama tiga hari. Dia ingin segera pulang menemui istri tercintanya Cellie dan Anaknya.

Daniel hanya bisa mendesah pasrah dan menatap tajam berkas-berkas dihadapannya ketika Adiknya sama sekali tidak menggubris kata-katanya. Dia menjadi korban badmood Damian hari ini.

"Aku penasaran dengan perempuan bernama Clara Robert itu. Seberapa cantik dia, sehingga membuat adikku yang seperti es kutub itu tertarik?" monolog Daniel.

***

Clara baru pulang jam sebelas malam dengan kepala yang ingin meledak. Wajahnya yang cantik itu pucat. Dia merasa pusing juga badannya terasa aneh.

"Kumohon jangan sakit. Uuuhh, pusing pusing - pusing" Clara berjalan dengan menahan rasa sakit yang membuat kepalanya berdenyut- denyut. Clara mencari kunci flat di tasnya sambil menyenderkan kepalanya di pintu.

"Kurasa aku butuh parasetamol dan ahh dimana aku menaruh termometer? Kompres - kompres~" kebiasaan Clara ketika sakit adalah meracau.

Setelah dia meminum obat, Clara tertidur tanpa berganti baju ataupun mandi.

Keesokannya, Tasya datang dengan menggedor pintu flat Clara. Demi Tuhan! dia sudah menekan bel dari 10 menit yang lalu. Tasya panik luar biasa sewaktu membaca sms sahabatnya yang katanya sedang demam.

cklek!

"Clara! ya tuhan kau mengerikan" Tasya heboh melihat penampilan Clara. Bagaimana tidak, wajah Clara pucat dengan kantung mata hitam dan bibir kering pecah - pecah.

"Kau menggedor pintu seperti orang gila. Aku sedang membasuh tubuhku tadi" Clara ingin memukul kepala Tasya sekarang. Tapi tubuhnya terlalu lemas untuk melakukannya.

"Kau yakin akan berangkat ke kampus? kau bisa minta ujian susulan nanti dengan dosenmu, Mr. Tony. Lagi pula kau dekat dengannya kan?" Tasya mencoba membujuk sahabatnya yang sedang memaksakan diri untuk berangkat ke kampus. Dia tidak mau menyeret Clara nanti kalau ia pingsan di kampus.

"Kurasa aku merasa sedikit lebih baik" ucap Clara yang bisa dipastikan itu adalah bohong. Kepalanya terasa seperti ingin pecah, tapi dia meyakinkan sahabatnya bahwa dia baik - baik saja.

Sedangkan Tasya memandang Clara dengan kening berkerut. "Baiklah aku membawakan bubur dan bekal untuk nanti siang dari ibuku. Kadang aku heran yang anaknya itu diriku kenapa malah ibuku lebih perhatian kepadamu. Lagipula kau selalu menolak keinginan keluargaku yang menyuruhmu untuk tinggal dirumahku" Tasya menaruh bubur ke dalam mangkok untuknya dan Clara sambil mengomel. Tasya bahkan belum sarapan karena langsung bergegas kemari.

Clara hanya tersenyum manis memandang sahabatnya yang asik mengomel, "Aku hanya ingin mandiri Tasya."

"Baiklah, makan ini dan minum obatmu." Tasya menaruh bubur dan susu didepan Clara serta obat demam, tentu saja.

***

Damian berjalan menuju meja makan. Tadi malam dia menginap di rumah kakaknya karena Peter, anak kakaknya ingin bertemu dengannya.

Dia melihat kakaknya dan keluarganya sudah menikmati sarapan pagi.

"Selamat pagi" Ucap mereka berbarengan.

'Keluarga kompak' batin Damian sweatdrop mendengarnya.

"Hn, Pagi" Damian duduk disamping Peter, keponakannya. Lalu dia menoleh ke arah kakaknya.

"Kau mengerikan." Damian berkomentar dengan penampilan kakaknya, yang bisa di bilang berantakan.

"Kau pikir ulah siapa, heh?" Daniel masih dendam dengan Damian rupanya.

Daniel pulang Jam 3 pagi karena menyelesaikan pekerjaan kantor, dan gara - gara itu dia tidak mendapat 'jatah' dari istrinya seperti yang di rencanakannya kemarin.

"Hn" gumam Damian, masa bodoh.

"Paman, nanti jemput Peter yah? Peter mau memperkenalkan paman dengan teman - teman Peter" bocah berusia 5 tahun yang mirip dengan kakaknya itu memandang Damian penuh harap.

"Hmm, entahlah. Hari ini paman kuliah sampai." Damian menjawab dengan lembut hanya untuk bocah disampingnya, dia tidak mungkin kan mencemari pikiran anak polos disampingnya ini. Kalau tidak, dia akan dibunuh wanita rubah itu dan kakaknya.

"Peter, pamanmu kan kuliah hari ini, biar mama yang menjemputmu. Dan jangan berbicara ketika makan, nanti kau tersedak" ujar Cellie mengingatkan putranya.

Peter yang mendengarnya hanya bisa menundukkan kepala dan menggigit bibir bawahnya. Sementara Damian yang melihat bocah disampingnya yang tadinya cerah menjadi mendung merasa tidak tega.

"Bagaimana kalau besok? Paman rasa tidak ada jadwal kuliah besok," Damian mencoba menghibur.

"Apa kau tidak kerepotan, Damian? bukankah besok kau ke London? Kau ingat janjimu, kan?" kali ini Daniel mengeluarkan suaranya. Putranya memang sedikit manja dengan Damian.

"Aku berangkat jam 11" ucapnya.

"Yay! besok paman menjemputku" orang dewasa disana hanya bisa menggelengkan kepala ketika melihat Peter melonjak bahagia.

***

Tasya mengantarkan Clara sampai di depan kelasnya. " Clara aku tidak bisa mengunjungimu nanti siang karena aku ada praktek, maaf ya" Tasya merasa bersalah karena tidak bisa menemani Clara, apalagi dia sedang sakit. Mengetahui itu Clara hanya mengangguk.

"Baiklah, nanti aku akan menelponmu. Bye." Tasya berlalu sambil melayangkan flying kiss ke arah Clara dan di balasnya dengan menutup mulut. Dasar!

Damian bergegas keluar kelas ketika kelasnya berakhir. Dia ingin menemui Clara padahal, baru kemarin mereka bertemu dan sekarang Damian merasa rindu dengan Clara. Dia berjalan di fakultas psikologi tanpa mempedulikan orang yang berbisik - bisik karena kedatangannya.

Clara sudah memakan bekalnya di kelas dan meminum obatnya. Dia memilih tempat duduk paling belakang atau lebih tepatnya di pojok kelas agar lebih leluasa untuk tidur. Tapi entah kenapa dia merasa perutnya bergejolak sekarang.

Clara meletakkan kepalanya di atas meja, merasa kalau kepalanya semakin berat. Dia bahkan tidak yakin dengan hasil ujiannya nanti.

"Hai, babe." Damian mendudukkan diri di samping Clara sambil menyangga dagu menatap ke arah Clara.

Meskipun Clara menghadap tembok dan tidak melihat wajah orang yang dengan seenaknya menghuni pikirannya, dia akan selalu tahu pemilik suara menyebalkan ini.

"Jangan ganggu aku, Damian" Clara berucap dengan suara serak juga lemas khas orang sakit. Clara kehilangan tenaga untuk berdebat dan diganggu senior mesumnya ini.

Dan itulah pertama kalinya Clara menyebut nama Damian.

Mendengar ini, Damian langsung bertanya dengan khawatir, "Apakah kau sakit?"

'Apakah dia salah dengar? Damian terdengar seperti mengkhawatirkannya'

Clara membuka matanya sebentar ketika ada tangan yang menempel di dahinya. 'Panas' pikir Damian.

Damian segera menggendong Clara, "Apa yang kau lakukan? Turunkan aku!" Ucap Clara lirih meskipun begitu Damian mampu mendengarnya.

"Membawamu ke rumah sakit." Damian berujar datar tanpa intonasi, berbeda dengan hatinya yang khawatir atas kesehatan Clara.

"Aku tidak mau, sebentar lagi aku sembuh" Clara meronta pelan di gendongan Damian, tapi itu sia - sia. Apalah daya keadaannya yang lemas, lagi pula dia sangat malu di gendong ala pengantin seperti ini dan disaksikan oleh mahasiswa lainnya.

"Aku sedang tidak ingin mendengar kalimat penolakan darimu" ucap Damian tegas.

"Baiklah. Tapi jangan di rumah sakit, kumohon" mendengar lirihan Clara dengan nada memohon membuat si mesum Damian membayangkan hal yang iya - iya. Damian menggelengkan kepalanya ketika sekelebat bayang iya - iya itu mampir di kepalanya.

'Clara sedang sakit Damian ingat itu. Bayangkan saja Pak Bambang sedang memakai celana pendek berwarna pink. ' Damian mencoba merapalkan mantra.

Damian dengan segala kemesumannya bila sedang berdekatan dengan Clara.

Akhirnya, Damian menggendong Clara sampai ke parkiran dan berencana membawanya ke apartemennya. Damian meletakkan Clara yang sudah tertidur di kursi belakang lalu dia ikut masuk ke dalam mobil dan menyetir mobilnya untuk meninggalkan parkiran kampus.

Sesampainya di apartemen Damian, dia langsung membawa Clara dan menidurkannya di kamarnya lalu memanggil dokter keluarga Addison.

Damian mengganti kompres Clara setelah dia sudah di periksa dokter keluarganya. 'Kelelahan dan kurang istirahat, heh?' ingatkan Damian untuk mengurung perempuan ini di apartemennya, sehingga dia tidak akan keluar dan kelelahan. Mungkin dia lelah karena pekerjaanya.

Setelah merawat Clara, Damian mengambil laptopnya dan mengerjakan skripsinya yang memang sudah tahap akhir.

Setelah minum obat Clara langsung tak sadarkan diri lagi alias tertidur. Damian bahkan harus menyuapi Clara dan dia menerima suapan Damian dengan mata terpejam. Damian merasa lucu karena dia seperti baby sitter sekarang.

Damian cukup puas karena nafas Clara sudah tidak tersengal karena suhu tubuh yang tinggi seperti tadi siang. Damian ikut merebahkan tubuhnya disamping Clara dan memeluk erat tubuhnya.

Keesokannya.

Clara menggeliatkan badannya merasa sesuatu yang berat berada di atas perutnya.

"Diamlah, babe." Damian berbicara dengan mata terpejam, dia masih mengantuk karena semalaman sibuk menggonta - ganti kompres Clara.

Clara yang merasa tubuhnya sudah mendingan segera membalikkan badannya, memastikan kalau dia tidak salah dengar atau sedang berhalusinasi akibat efek dari sakitnya. Sepertinya Clara salah mengambil tindakan, ketika Clara membalikkan badannya dia harus berhadapan dengan wajah tampan Damian dan demi Tuhan, Damian topless alias setengah naked!

'Sialan! kenapa dia tampan dan sexy sekali sih!' seketika Clara bersemu merah dan menepuk - nepuk pipinya.

Damian membuka matanya dan menempelkan dahinya ke dahi Clara." Normal." ujar Damian. Wajah Clara memerah sempurna, dia mendorong bahu Damian. "T - terima kasih sudah merawatku" ucap Clara terbata karena salah tingkah.

"Hmm, kau pikir ini gratis?" Damian mengeratkan pelukannya di pinggang Clara ketika dia meronta pelan menggeser tubuhnya menjauh dari Damian.

"Kau tidak tulus membantuku!" Clara mendorong bahu Damian. Sedangkan Damian menutup telinganya ketika suara melengking Clara menyapa indra pendengarannya.

"Dan lagi, kenapa kau membawaku ke apartemenmu dan tidak dirumahku saja jika kau tidak tulus membantuku, brengsek?! " ucapnya marah, karena dia juga baru sadar bahwa ia berada di tempat Damian, dan bukan di tempatnya.

Clara kira, kemarin Damian membawanya ke flatnya dan bukan di apartmen Damian.

Dan ingatkan Clara bahwa dia seorang permpuan, apa baik seorang perempuan berada di tempat seorang laki - laki, apalagi hanya berdua begini?

"Sepertinya kau sudah sangat sehat, babe." Damian tersenyum penuh arti, mengabaikan pertanyaan Clara yang terakhir.

"Huh?" dan perempuan cantik ini bingung dan belum mengerti.

Damian langsung saja menindih tubuh Clara, dan sekarang Clara mulai tahu apa mau Damian, "Damian, jangan macam - macam denganku atau ..." ujar Clara panik.

"Atau apa sayang?" Belum Clara selesai mengatakan apa yang ingin dia katakan, tapi sudah di potong oleh Damian dengan senyum ejekan di wajahnya.

"Lepas Damian!" jerit Clara, dan berusaha mendorong Damian menjauh, tapi usahanya sia - sia.

"Tak akan." Damian mulai mencium bibir Clara dan tangannya sudah berkeliaran di tubuhnya.

'Ya Tuhan, maafkan aku' jerit Clara dalam hati dan selanjutnya hanya terdengar suara desahan dan lenguhan Clara.