Kedua insan itu seolah membeku. Tak ada satu pun dari mereka yang mengeluarkan sepatah kata pun. Perlahan Gomer membalikkan tubuhnya dan tangannya memeluk pinggang Hosea. Wanita itu menyembunyikan wajahnya di dada bidang milik Hosea. Perlahan Hosea mempererat pelukannya. Ia merasakan Gomer menangis di dalam pelukannya. Tangannya mengelus lembut punggung Gomer, memberikan ketenangan bagi wanita itu. Pelan-pelan Gomer mulai berhenti menangis. Tangannya bergerak menghapus air mata yang tersisa di wajahnya. Kemudian ia menatapku.
"Kamu tetap cantik walaupun sehabis menangis," goda Hosea sambil mengecup hidung mancung Gomer ringan.
"Kenapa kamu mencintaiku, Sea? Banyak wanita yang jauh lebih baik daripadaku di luar sana," lirih Gomer berkata. Hosea menangkap kesedihan di hati Gomer melalui perkataannya.
Tangan Hosea mengelus pipi Gomer dengan lembut dan mendongakkan wajah Gomer sehingga keduanya saling bertatapan. "Betul katamu tadi, Gomer. Diluar sana memang banyak wanita yang jauh lebih baik dari dirimu. Sayangnya, hanya kamu yang mencuri hatiku, bukan wanita yang banyak di luar sana itu tadi.... Sayangku, kamulah Permata Hati bagiku."
Gomer menggeleng lemah dan menundukkan kepalanya, "Jangan hancurkan dirimu karena aku, Sea. Aku bukanlah wanita yang pantas untukmu. Kamu pasti tahu rahasia umum diluar sana yang beredar tentang aku." Tampak buliran air mata menetes dari mata coklat indah Gomer. Gomer menunjukkan sisi yang tidak pernah dilihat orang lain, sisi yang menunjukkan betapa rapuhnya dia.
"Ssttt... Aku bisa apa, Gomer. Hatiku telah memilihmu, dan maut sekalipun akan aku hadapi demi rasa ini. Tak peduli apapun yang terjadi di depan, cinta ini tidak akan pernah berkurang dan padam. Berjalanlah bersamaku, kau akan melihat bukti dari perkataanku," jelas Hosea.
Gomer menangis lagi. Hosea memeluk Gomer erat. Entah bagaimana ceritanya namun ia merasakan kepedihan dan kesedihan hati wanita itu. Apakah ini yang dinamakan jodoh, ia tidak tahu. Seperti ada koneksi yang tersambung antara dia dengan Gomer, antara hatinya dengan hati Gomer.
Entah sudah berapa lama keduanya berpelukan. "Sudah lega?" tanya Hosea lembut.
"Maafkan aku, Sea. Entah mengapa air mata ini tidak mau berhenti mengalir. Tidak pernah aku seperti ini, seumur hidupku," ujar Gomer perlahan.
Hosea mendongakkan wajah wanita yang sangat dicintainya itu, hingga keduanya saling bertatapan. Lalu perlahan ia mengecup kening Gomer, kemudian secara bergantian kedua mata indah yang terpejam seolah menyerap semua cinta yang sedang disalurkan Hosea kepadanya. "Aku benar-benar mencintaimu, Gomer. Ayo kita menikah," ujar Hosea seperti pria yang sudah kehilangan akal sehatnya karena cinta.
"Hosea," lirih Gomer menyebut nama Hosea. Lagi-lagi Hosea merasakan kepedihan di hati wanita cantik itu.
"Aku serius terhadapmu, Gomer. Malam ini aku akan membawamu menemui Ayahku, dan aku akan menyatakan keinginan hatiku untuk menikah denganmu. Dan setelah itu, kita akan bertemu orang tuamu," ujar Hosea.
Gomer merenggangkan jarak antara dirinya dengan Hosea. Kepalanya menggeleng lemah, "kedua orang tua tidak akan peduli dengan apa yang aku lakukan. Tidak usah pedulikan mereka. Cukup aku saja yang menerima lamaranmu dan kita bisa melakukan upacara pernikahan. Kita tidak perlu kehadiran mereka."
"Sayang, kita akan memulai suatu perjalanan hidup yang baru. Aku tidak mau kau memasuki pernikahan dengan menyimpan kebencian dan rasa sakit hati terhadap kedua orang tua. Mari, bersama denganku, kita berdua bereskan hal-hal yang telah terjadi di masa lalu agar masa depan kita baik adanya," pinta Hosea lembut. Gomer diam tak menjawab pernyataan Hosea. Wanita tersebut tidak mengiyakan dan juga tidak menolak permintaan Hosea untuk memperbaiki hubungan dengan kedua orang tuanya.
Hosea membimbing Gomer ke tempat tidur berukuran king size yang berada di ruang pribadinya dan mendudukkan wanita itu di kasur yang empuk. Hosea berlutut di hadapan Gomer dan berkata sambil tangannya menggenggam lembut tangan Gomer, "Beristirahatlah sampai sore disini. Aku harus menghubungi Ayah dan kedua orang tuamu untuk mengatur pertemuan kita dengan mereka."
"Sea, aku takut tidak bisa mencintaimu seperti kamu mencintaiku," ujar Gomer pelan sekali. Hosea tersenyum dan membelai lembut pipi Gomer, lalu ia berdiri dan mengecup kening Gomer sebelum meninggalkan wanita itu beristirahat.