Chereads / Sebuah teori / Chapter 2 - Chapter 2

Chapter 2 - Chapter 2

Setelah pertemuan singkat sore itu, aku kembali tenggelam dalam pekerjaan. Dua hari berturut-turut lembur, ngebut menyelesaikan tugas dari kantor pusat. Beberapa kali aku terpaksa menolak ajakan Hariyanto untuk hangout bareng, meskipun sebenarnya aku penasaran sekali untuk mengulik lebih jauh tentang "profesi" germo nya itu hahaha.

Panggilan video call ke Arbaleta istriku, hanya sebentar kulakukan menjelang tidur, termasuk bercengkrama dengan Nanda dan Tommy. Seminggu berkutat dengan tugas kantor membuat energiku serasa mau drop, untunglah tugas-tugas prioritas akhirnya bisa kuselesaikan sesuai deadline. Hanya tinggal sinkronisasi, dan itu cukup dilakukan oleh tim internalku saja.

Dihari kedelapan masa dinasku, setelah menyelesaikan draft laporan, aku mengontak Hariyanto dan kemudian kami kembali nongkrong bareng. Bicara tentang perkembangan kabar sahabat-sahabat lama dan bernostalgia soal kenangan-kenangan masa sekolah dahulu. Lalu diajaknya aku makan malam di pusat kuliner kota, setelah itu kembali ke Khok Thonk buat ngopi.

Setelah ngobrol ngalor-ngidul segala macam, dengan halus kembali kugiring dia untuk masuk kepembicaraan soal kegiatan "germo" nya. Sungguh mati aku memang penasaran ingin tahu lebih jauh.

"Sepertinya kau ingin tahu sekali soal itu hehh…"

"Sangat…" Tukasku cepat

Lalu dia mulai bercerita tentang seorang bernama Abraham Maslow, dengan teori kebutuhan manusianya. Aku pernah dengar soal Abraham Maslow dengan teorinya itu, tetapi tidak terlalu detail. Menurut Maslow, katanya meneruskan, manusia normal dan sehat memiliki 5 tingkatan kebutuhan. Yaitu tingkat pertama kebutuhan fisiologis dasar, terdiri dari kebutuhan udara, makanan, minuman, istirahat atau tidur dan ngeseks. Bila salah satu dari kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka akan mengancam eksistensi hidup dari manusia itu sendiri. Setelah itu, ada kebutuhan level kedua yakni rasa aman dan keselamatan, biasanya diperoleh manusia di rumah, keluarga dan orang-orang terdekatnya. Selanjutnya ada kebutuhan level ketiga yakni perasaan mencintai, dicintai dan perasaan memiliki dan dimilki. Itu adalah 3 level dasar yang harus dimiliki manusia normal dan sehat.

Diatas ketiga kebutuhan dasar itu, ada level keempat yaitu kebutuhan harga diri atau pengakuan dari lingkungan sosial akan eksistensi kita. Kebutuhan level keempat ini tidak semua orang beruntung mencapainya, walaupun begitu setiap orang pada akhirnya selalu berusaha mencapai level ini. Puncak dari kebutuhan manusia adalah level aktualisasi diri, biasanya ini dicapai sedikit orang yang sudah memiliki semuanya dalam hidup. Seseorang jika sudah mencapai level aktualisasi diri dengan sendirinya masuk jajaran orang elit dengan status sosial khusus, biasanya sangat dihormati dalam masyarakat.

Aku manggut-manggut mendengar panjang lebar penjelasan Hariyanto. Kupikir aku dapat menerima tanpa sanggahan. Bagaimanapun itu adalah teori yang sudah diterima dan diakui dikalangan akademisi dan dunia ilmu pengetahuan, mendengar ia mengatakannya secara detail, kuanggap sebagai pintu masuk agar aku bisa memahami apa yang selanjutnya akan dia katakan. Walaupun sejujurnya, aku masih merasa agak bingung sedikit.

"Terus apa hubungannya….dengan opportunis freelancemu, menghubungkan hasrat primitif orang-orang?…."

"Nah, saat seseorang sudah mencapai tahap aktualisasi diri…. " Hariyanto membenarkan duduknya

"Kebutuhan dasarnya akan makanan, minuman, udara, istirahat dan tidur dan ngeseks juga berubah…dibanding orang-orang kebanyakan.."

"Jadi itulah akarnya…."

"Ini bukan lah soal uang atau materi…walaupun tak kupungkiri uang dan materi juga akan terlibat pada proses akhirnya…"

"Mosok iya kebutuhan udara juga berubah?? Bagaimana bisa??" Otak kritisku mulai mengambil alih. Aku tak mau menelan bulat-bulat teorinya, kayak dia yang lebih pintar aja.

"Mereka jenuh dengan udara…katakanlah udara Jakarta….."

"Jadi mereka mengejar spektrum udara yang lebih epic ke Puncak, Bali, Raja Ampat…atau mungkin Kepulauan Karibia…"

Aku menelan ludah, menyadari kebenaran penjelasannya.

"Begitu juga kebutuhan akan sensasi seks dan kepuasan…"

Sekarang mulai dapat kucerna kata-katanya dengan lebih baik. dan aku merasa itu semacam mukadimah sebelum ia masuk ke inti cerita soal profesi "germonya". Hariyanto mengambil smartphonenya, membuka-buka laman Facebook, lalu menyodorkannya padaku.

Kusimak laman Facebook dihapenya, menampilkan akun seorang perempuan muda cantik. Dari penampilan dan latar belakang foto-fotonya yang eksotis, nampaknya orang berada dengan status social tinggi, high profile. Sudah berkeluarga dengan tiga anak tampan dan cantik. Suaminya juga keren, kayaknya seorang profesional muda. Dari foto-foto romantisme mereka kusimpulkan kehidupan pernikahan pasangan muda ini sangat bahagia dan atraktif.

"Menurutmu…" Kudengar suara pelan Hariyanto "Mungkinkah perempuan itu menyelingkuhi suaminya?…"

Aku menggeleng.

"Seharusnya dia tak punya alasan untuk itu. Dia punya segalanya. "

"Tapi bisa saja…" Aku melanjutkan. "Didunia ini ngga ada yang ngga mungkin…"

"Aku senang kau punya pikiran terbuka begitu, San."

"Tapi jujur saja, bagaimana menurutmu?…apakah perempuan itu berselingkuh?…"

Aku masih mengamati koleksi foto foto dilaman Facebook. Benar-benar cantik, tubuhnya seksi dan tinggi. Ngga kelihatan kalau sudah tiga kali turun mesin. Tentu membutuhkan biaya perawatan ekstra untuk mempertahankan penampilan seksi seperti itu.

"Aku sebenarnya ngga percaya sih, kalau perempuan ini bisa selingkuh…" Sekarang aku mengamati koleksi foto suaminya, ganteng dan gagah. Berduit juga dilihat dari mobil dan tampilan rumah mewahnya juga latar belakang tempat foto yang variatif.

"Kau tahu?….."

"Hemmm apaan?..."

"Aku langsung tahu kalau perempuan ini bisa selingkuh saat pertama kali melihat fotonya…"

Aku mengangkat kepalaku. Kupikir dia agak berlebihan sedikit sekarang. Hanya melihat dari foto?!, megalomania banget nih kawan.

"Foto mana yang kau lihat?…"

Hariyanto mengambil smartphone dari tanganku, mengulik sebentar lantas menyerahkannya kembali padaku. Dilayar kulihat perempuan itu, sudah kulihat sih tadi, tapi kulewatkan begitu saja karena menurutku posenya biasa aja, berada disuatu ruangan, kayaknya kamar hotel begitu, memakai kimono merah jambu, rambutnya tergerai lepas, agak berantakan tetapi makin menonjolkan aura kecantikan dan keseksiannya, wajahnya berkilat mulus dan berpose memiringkan kepala sedikit sambil memeletkan lidahnya keluar, lidah seksi merah segar.

"Lidah itu bagian tubuh personal. Sama erotis dan vitalnya dengan bagian tubuh yang selalu kita tutupi…" Kudengar suara Hariyanto, seperti menganalisis dan menggiring jalan pikiranku.

"Tapi dengan exiting ia pamerkan, rambutnya berantakan, dan di kamar hotel ber AC mukanya mengkilap keringatan, fix, dia difoto setelah baru selesai ngentot …"

Aku tertawa mendengarnya. Geli mendengar istilah tak beradab barusan.

Hariyanto mengambil smartphone dari tanganku. Kembali dia mengulik layar hapenya.

"Aku berteman dengannya sekitar 1 bulanan…"

"Inisiatif siapa ngajak bertemen?"

"Ya akulah, mosok dia duluan…"

"Sekarang…." Hariyanto mengangkat kepalanya, matanya berkilat aneh saat menatap lurus langsung kemataku. "Apakah kau siap mendengar bagian paling epiknya?…."

Entah kenapa aku jadi penasaran. Mengatupkan mulut aku mengangguk.

"Minggu lalu aku mewujudkan penyaluran hasrat primitif terbesarnya.…"

"Dia terobsesi pengen tahu, gimana sensasi di treesome 2 orang atlet MMA…"

Tanganku serasa akan tremor saat menerima hape yang diangsurkannya. Dilayar hape, setengah tak percaya aku melihat koleksi foto-foto jahanam perempuan itu. Benar-benar dia. Ada dia duduk sendirian diatas sofa merah, nampak menggoda memakai gaun terusan simple bercorak bunga-bunga. Selanjutnya, duduk diapit dua laki-laki muda atlet MMA bertubuh atletis. Lalu foto dia berlutut telanjang dengan dua laki-laki berdiri mengelilinginya. Dua laki laki yang juga bugil dengan kemaluan ngaceng maksimal. Selanjutnya adalah adegan dan pose seksual seperti yang sering kulihat di film film bokep treesome, semua gaya terdokumentasi dengan baik, hanya pose penetrasi anal saja ngga ada, ereksiku seketika maksimal dibalik celana bahan yang kukenakan.

Napasku jadi cepat saat akhirnya selesai melihat koleksi foto-foto jahanam perempuan itu. Tapi itu baru pemanasan, karena dalam setengah jam kemudian, kembali aku disodorkan belasan akun Facebook perempuan baik-baik dan high profile, yang langsung diteruskan dengan bukti-bukti koleksi foto jahanam tak terbantahkan betapa liar dan gilanya hasrat terpendam mereka, dan semuanya terdokumentasi sangat baik dan professional. Bahkan close up dengan resolusi foto HD pula. Ada sama brondong, ada dengan seorang pria berkulit legam, sepertinya keturunan Benggali. Bahkan ada yang disetubuhi sosok pria yang masih berseragam pilot. Tak ada satupun dari perempuan-perempuan ini kukenal.

"Mereka bukan professional...dan jelas perempuan baik-baik dengan eksklusif status social …" Kembali Hariyanto bersuara. Aku masih asik memelototi koleksi foto-foto porno tersebut.

"Semua baru melakukannya untuk pertama kali, masuk kedunia yang selama ini hanya dalam imajinasi bisa mereka masuki…."

"And then…cut…tak akan pernah ada second session…."

"Walau aku sangat yakin, perempuan-perempuan ini justru akan dengan sukarela melanjutkan adventure dengan caranya sendiri. Pasti ketagihanlah kalau udah nyoba sekali…"

Kupesan cangkir kopi kedua sambil menyerahkan smartphonenya, badanku basah berkeringat. Sejujurnya aku masih belum percaya sepenuhnya, walau bukti-bukti foto ini sepertinya benar-benar tak terbantahkan.

"Jadi apa yang kau dapat dari semua ini Har,…" Kuusap wajah dan rambutku yang berpeluh.

"Itulah aktualisasi diriku…"

"Aku masuk, memanipulasi pikiran, emosi dan hasrat terdalam mereka. Menguliti dan menelanjangi sisi tergelap tiap orang dan memberikan saluran aman untuk semua hasrat terpendam yang selama ini coba mereka tutup rapat dan hilangkan…"

Terdengar agak berlebihan menurutku.

"Jadi kalau hasrat terpendamnya pengen maen ama Ariel Noah misalnya, gimana?

"Itu hasrat terpendam universal namanya. Semua orang juga punya fantasi-fantasi model begitu. Ngga ngefek itu buat adrenalin kita. Mau terwujud atau ngga, biasa aja. Kalau dalam skala 1 sampai 5, itu nilainya 2"

"Hasrat terpendam paling dahsyat efeknya adalah fantasi yang sebenarnya bisa kita wujudkan, tapi karena bermacam alasan, kita mati-matian nahan diri"

Aku jadi terdiam. Baru kali ini aku tahu hal beginian ada ukurannya.

"Yang bernilai 3 apaan?"

"Affair dengan salah satu anggota keluarga dari pihak pasangan kita."

"Kalo 4?"

"Affair dengan rekan kerja. Termasuk dan tak terbatas pada atasan, bawahan, mitra kerja, rekanan, temen sekerja pasangan kita, pokoknya terkait dengan lingkungan pekerjaan lah…"

"Yang poin 5 itu ama orang asing." Mungkin jengkel aku nanya-nanya terus Hariyanto melanjutkan. "Orang asing itu bukan berarti orang dari luar negeri atau luar planet. Tapi orang yang benar-benar kita ngga kenal sebelumnya, tapi dengan melihatnya aja kita jadi horny dan kepengen …"

"Ngentotin…" Sambungku memelankan suara.

Kamipun tergelak. Kampret juga ni kawan, mentang mentang basicnya psiko, ngomong sama dia kayak siswa ngomong ama guru aja jadinya.

"Apa ada bedanya tehnik pendekatan ke laki-laki dan ke perempuan?"

"Maksudmu?"

"Lha itu para lelaki yang difoto, kan you manipulasi juga biar mau"

"Ohh itu toh maksudnya…" Ia mengusap-usap dagunya. "Laki-laki ngga perlu dimanipulasi otaknya kalau soal gituan…"

"Matanya aja ditampol ama foto toket atau foto lubang puki, otomatis perasaan, otak ama jimatnya langsung connect…sinkron seketika"

Joke garingnya gak kutanggapi, aku masih penasaran bagaimana dia mengkondisikan laki-laki dalam foto-foto itu. Sepertinya ia berusaha menyembunyikan sesuatu. Hariyanto menjelaskan dengan gamblang bagaimana ia menarik perempuan-perempuan kedalam habitat baru ciptaannya, tetapi apa yang terjadi dengan para laki-laki? Bagaimana prosesnya ia bisa melibatkan mereka, bahkan sampai mau difoto-foto begitu.

"Gak ada rahasia segala macemlah.." Terang Hariyanto.

"Aku hanya ngajak ngopi bareng. Persis seperti kita sekarang inilah. Kukasi tunjuk foto-foto. Kujelaskan latar belakang target. Ya udah gitu aja."

"Perempuan itu beda dengan kita laki-laki, termasuk urusan ngeseks."

"Untuk ngeseks perempuan perlu alasan yang jelas, logic, mengapa dia harus mau ditiduri…"

"Kalau laki-laki?…" Untuk kesekian kalinya bagai dialog murid kepada gurunya aku bertanya

"Laki-laki hanya butuh tempat."

"Yang paling ditakuti laki-laki kalau pengen ngeseks ama cewe itu cuman satu, ketularan penyakit. Begitu ada jaminan bersih, gak peduli mau ada pacarnya, ada suaminya, asal mau ditekan ya bakalan ditekan."

"Kalau perempuan, takutnya juga cuman satu. Takut ketahuan. Gitu dijamin ngga bakal ada yang tahu, ya sudah giling terus."

"Berarti you hanya mengondisikan target perempuamu aja ya, setelah tahu apa fantasi nya baru dikoneksikan dengan target laki-laki?"

"Kurang lebih ya begitu…"

"Jadi dari total semua target perempuan yang udah kau manipulasi, berapa persen tingkat keberhasilannya?"

"Sejauh ini 100%...."

Aku ternganga takjub. Sedahsyat itukah kemampuannya mempengaruhi orang?.

"Kau pernah selingkuh, San?"

Setelah beberapa saat terdiam. Aku terkejut mendengar Hariyanto menanyakan hal itu. Sama sekali ngga menyangka kalau dia akan begitu to the point. Mata kami bertemu dalam diam selama beberapa detik.

"Apakah pijet di Spa dan nyari ayam disposibble termasuk?"

Lebih baik aku terus terang saja. Dengan background pendidikannya mudah saja dia tahu aku berbohong atau tidak. Lagian buat apa jadi hipokrit?.

"Secara teknis termasuk lah.."

"Tapi itu transaksional, kan." Ia memberi jeda sedikit, menyesal juga aku mengapa jadi gantian digiring bahas hal beginian, kan posisi kartuku jadi terbuka.

"Kau tetap pulang kerumah, jadi suami yang baik, buat istri, buat anak-anak…dan kupikir budgetnya ngga terlalu besar, jadi ngga terlalu desktruktif lah asal kau maennya safety…." Halah, bilang aja maen pake kondom, pake istilah safety segala.

"Kau sering tugas keluar kota berhari-hari. Jenis pekerjaanmu pun melelahkan baik fisik maupun mental, menurutku masih dalam batas wajarlah itu.."

Feelingku mulai ngga nyaman, tapi untuk membelokkan topik kok ya rasanya ngga enak gitu. jadi aku tertawa saja mendengarnya memberikan rasionalisasi. Atau jangan-jangan dia mau…

Seolah bisa membaca pikiranku, Hariyanto mengibaskan tangannya di depan wajahku

"Hehh jangan kau pikir aku mau menawarimu salah satu dari perempuan-perempuan itu ya…"

"Ya engga apa apa juga lah…kulihat cantik cantik semua hahaha…"

Kamipun tertawa.

"Aku mau meluruskan persepsimu. Kalau aku sama sekali bukan germo, muncikari, papi ayam atau sejenis itulah…"

"Orientasiku bukan uang, dan apa yang kulakukan sama sekali bukan transaksional…"

"Dan, kan udah kubilang ngga bakal ada session kedua bagi perempuan-perempuan itu dengan aku terlibat didalamnya. Kalau aku ga dilibatkan, ya itu urusan pribadi mereka masing-masing lah…"

"Oke fine. Aku ngerti."

Walau masih merasa ngga mungkin, dan menganggap kalau semua yang dikatakannya separoh omong kosong, kuputuskan untuk mengatakan apa saja yang ingin dia dengar.

"Lantas, kau sendiri bagaimana?.." Sebelum merembet kemana mana sebuah counter attack kulepaskan.

"Apalagi kelihatannya kau betah menduda…"

"Kau pikir aku bisa, cuman nonton kelakuan mereka aja?…"

Aku menelan ludah, bisa menangkap maksud jawaban diplomatisnya. Terbayang betapa cantik dan high class perempuan-perempuan dalam koleksi fotonya. Fresh meat semua itu, pantesan betah menduda. Tapi tetap saja aku masih ngga bisa percaya, kok kelihatannya terlalu enak buat dia.

"Darimana aku tahu, kalau kau ngga bullshit. Satupun fotomu ngga ada…."

Hariyanto menatapku dengan ekspresi aneh, kayak nahan jengkel gitu.

"Kau pernah nonton bokep kan?"

"Hemm. Ya pernahlah..." Untung pertanyaannya pernah, bukannya sering.

"Scene nya dilakukan aktor dan aktris kan?, terlepas mau prof atau amatir.."

" Iya bener.."

"Nahh, pernah ngga kau tonton produser nya yang take action?"

Aku tertawa. Sebenernya aku mau bilang ada, tapi nanti malah jadi ketahuan literasi ******* demikian komplit hahaha. Ternyata masih lebih pintar aku dibanding dia, milih analogi aja keliru nih kawan. Tapi poinnya aku udah dapat.

"Tapi produser kan, money oriented, Har.."

"Itu aja bedanya..."

"Aku tidak, San"

"Jadi satupun tidak ada yang kembali menghubungimu?…"

"Ada. Tapi tentu saja tak pernah kurespon. Dari awal kesepakatannya begitu. Dan itulah komitment dan integritasku."

"Menurutmu, apakah mereka akan melakukannya lagi, meski tanpamu?"

"Yap…kemungkinan besar iya. Tergantung niat dan kesempatan juga"

"Kayak bang Napi aja akhirnya."

Rasa penasaranku pada profesi "germo" freelancenya jadi makin besar sekarang. Apalagi setelah mendengar penjelasan separoh omong kosongnya barusan, plus analogi ngawur ngga pernah ada produser film bokep take action. Kalau tadi dia mau humble cerita apa adanya, selesai sudah rasa penasaranku. Penghubung yang menjembatani kepentingan dua orang, ya disebut makelar, kalau dua orang beda jenis kelamin dikondisikan bertemu untuk tujuan erotis bersama, ya penghubungnya disebut germo, atau papi/mami ayam, a.k.a muncikari. Tapi ini pake ngeles lagi?, Dasar saiko.

Untuk pertama kalinya aku merasa ada bagian kehidupanku yang kalah menarik dibandingkan dirinya. Mungkin aku naïf, atau apalah sebutannya. Tapi membandingkan kegemaranku yang suka keluar masuk spa plus-plus dan ngerental ayam jelas kalah berkelas dengan kemampuannya menarik dan mempengaruhi perempuan-perempuan baik-baik dengan profile tinggi masuk dalam affair ciptaannya.

Dan sama seperti yang terjadi sejak dulu, ego kemudian mengambil alih kewarasanku. Aku lantas berpikir harus memberi pelajaran padanya bahwa terlalu banyak omong kosong itu juga ngga baik. Ceritanya yang demikian absurd seharusnya bisa kucounter dengan respon tak kalah absurdnya juga, itu akan membuat aku dan Hariyanto paling tidak berada pada level yang sama.

Dalam posisi kami sekarang, aku hanya memegang reputasi sebagai generik user prostitute, sedangkan dia berada di level expert pleasure seeker. Kurang ajar bener.

Kemudian, entah dapat wahyu kegilaan darimana, selintas pikiran memasuki benakku.

"Bagaimana kalau aku memberikan challenge,…apakah kau mau terima?…"

Hariyanto melebarkan tangan, senyum penuh percaya diri terukir diwajahnya.

"Aku suka challenge….'

Kuulik layar smartphoneku, masuk ke laman Facebook, dan mengklik akun kakak iparku, atau kakak kandung Arlet, panggilan Arbaleta istriku. Beda usia mereka hanya tiga tahun. Kecantikannya sebelas dua belas dengan Arbaleta. Walau masih lebih cantik dan seksi Arlet donk hehehe. Suaminya pengusaha tambang di Kalimantan. kakak iparku ini aktif juga di kegiatan sosial yang berhubungan dengan pendidikan dan perkembangan anak-anak jalanan.

Dia harus membuktikan semua omong kosongnya, kalau masih mau punya muka untuk ketemu lagi denganku besok-besok.

Hariyanto tersenyum simpul sambil geleng-geleng kepala, mengamati hape yang memuat laman akun Facebook kakak iparku.

"Kupikir selama ini aku sudah gila dengan melakukan ini semua…."

"Ternyata masih ada yang lebih gilak lagi…."

Aku terkekeh. Menghembuskan asap rokok dan mencoba membaca ekspresi wajah seriusnya.

"Kau serius San?"

"Sangat…."

"Dan kalau bisa jangan foto-foto doank…" Lanjutku mencondongkan tubuh kedepan.

"Aku mau bukti berupa rekaman video kualitas HD dengan candid camera. Kualitas audio visualnya harus cukup jelas, biar aku yakin itu bukan rekayasa digital…"

"Seperti video Fake Agent atau Fake Shooting di Bangbros…" Tanyanya, spesifik.

Aku terbahak. Jadi ketahuan kan, suka streaming film-film begituan.

"Oke confirm…"

"Tapi sekali lagi, kau yakin mau aku melakukannya pada kakak iparmu ini?…"

"Sangat yakin…"

"Tidak ada penyesalan?…."

"Sama sekali tidak ada penyesalan…"

"Kalau aku berhasil memenuhi challengemu ini bagaimana?…"

"Kuakui kau hebat…."

"Hanya hebat?…"

"Kuakui kalau kau jenius, lebih baik dan lebih unggul dariku…."

"Dan aku mengaku kalah secara kualitas personal darimu…"

Tawa Hariyanto pecah berderai, matanya berbinar saat kami kemudian serius bersalaman tanda deal dengan semangat.