Chereads / love, sex and friendship / Chapter 3 - Ke pahitan masa lalu

Chapter 3 - Ke pahitan masa lalu

"APA" pekik Alena kaget. Suara cemprengnya menggema diruang tamu tersebut membuat laki-laki yang duduk dihadapannya harus menutup telinga, karena dia tidak ingin tuli mendadak.

"Alena jaga intonasi suara kamu, nanti kalau tetangga dengar mereka bisa berpikir yang tidak-tidak" tegur laki-laki itu.

"maaf mas, habis aku terkejut mas bicara seperti itu " ucap alena merendahkan suaranya. wajahnya pun berubah menjadi sendu.

"mas juga memberitahu mendadak" lanjut Alena sambil mengerucutkan bibirnya kedepan .

"sebenarnya, mas sudah lama ingin memberitahukan hal ini ke kamu karena banyak pekerjaan yang harus diselasaikan dan sibuk mempersiapkan semua file yang akan dibawa ke Jerman, ditambah lagi saat mas pulang ke rumah kamu sudah tidur mas jadi lupa. " jelas lelaki bernama Steve.

Steve merupakan kakak lelaki satu-satunya yang di miliki Alena. Usianya kini telah menginjak 28 tahun. Steve ini adalah Alena versi cowok karena mereka begitu mirip yang membedakan hanya rahang kokoh steve, postur tubuhnya yang kekar plus six pack dan jenis kelamin tentunya.

Steve juga seorang Akuntan terpercaya di perusahaan swasta yang bergerak dibidang industri yang berpusat di Jerman, jadi ketika sang direktur utama hendak bertolak ke Jerman kenegeri asalnya . beliau memboyong Steve bersamanya, dia pikir sulit menemukan seseorang yang kompeten seperti Steve. Kemampuannya tidak akan berkembang jika hanya berada di anak perusahaan yang belum stabil Jadi, dia akan menempatkan steve di perusahaan induk yang kebetulan salah satu Akuntannya pensiun tahun ini.

"tapikan mas aku tidak harus ikut dengan mas ke Jerman, aku bisa tinggal disini. " jawab Alena masih dengan muka di tekuk.

"mas tidak bisa meninggalkan kamu sendirian disini karena kamu masih tanggung jawab mas" - Steve berdiri dari duduknya menuju dapur, membawa beberapa kantong plastik berisi makanan.

"tapikan aku udah dewasa mas, aku bisa jaga diri sendiri kok, aku juga punya pekerjaan disini dan tidak bisa langsung keluar begitu saja " - Alena mengekor dibelakang Steve.

"mas..." rengek Alena ketika sang kakak hanya diam dan sibuk mengeluarkan makanan siap saji dari bungkusannya dan memindahkannya ke piring.

"mas...mendengar aku tidak?" lanjut Alena kembali membututi Steve yang kini berjalan kemeja makan sambil membawa piring- piring berisi makanan.

"iya Alena, mas dengar. Sekarang kamu duduk dan makan" perintah Steve dengan lembut. Dengan sedikit menghentakan kaki Alena duduk dihadapan Steve, meraih makanan yang telah tersedia didepannya.

Sunyi

"mas" panggil Alena yang dijawab hmmm oleh Steve, mulut lelaki itu sedang dipenuhi makanan.

"aku janji sama mas kalau aku tidak akan macam-macam selama mas pergi, aku juga akan rajin kasih kabar mas tentang kondisi terkini ke mas. Jadi mas tidak usah khawatir. Disini kan juga ada Laura ada om (ayah Laura) juga " bujuk Alena. Steve hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik semata wayangnya itu. Alena tidak akan berhenti sebelum Steve menurutinya.

"mas tidak ingin mengambil resiko Alena. suka atau tidak minggu depan kita berangkat ke Jerman" ujar Steve tak terbantahkan.

" mas Steve tidak pernah mengerti aku!" Alena membanting sendok yang di pegangnya ke atas piring, membuat Steve sedikit terkejut.

"jaga sikap kamu Alena, ini meja makan bukan lapangan bermain! " bentak Steve karena Alena berlaku tak sopan di meja makan.

Mendengar bentakan Steve, Alena langsung berlari ke kamar dan mengunci pintu rapat-rapat. Lagi-lagi steve hanya bisa menarik napas melihat sikap adiknya itu. Pasti sekarang Alena sedang menangis dikamar, bagaimanapun bentakan Steve tadi pasti membuat Alena terkejut. Karena biasanya Steve selalu bersikap lembut padanya. Tapi hari ini perasaanya sedang tidak baik akibat rasa letih dari pekerjaan yang butuh diselesaikan dengan cepat. Ditambah lagi pekerjaannya membutuhkan keakuratan yang tinggi. Karena jika salah memasukkan satu angka saja maka bisa berdampak kepada perusahaan tempatnya bekerja

Steve memijit keningnya dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Andai saja ke dua orang tuanya masih hidup mungkin tidak begini keadaan Steve dan Alena sekarang.

Sikap manja Alena barusan mau tak mau memaksa Steve mengingat kejadian 10 tahun silam , kecelakaan tragis yang menimpa kedua orang tuanya dan Alena. Kecelakaan itu telah merenggut nyawa kedua orangtuanya dan membuatnya juga hampir kehilangan Alena. Alena koma beberapa minggu akibat kecelakaan itu dan bahkan harapan hidupnya tipis, bahkan dokter yang merawatnya menyarankan untuk mencabut alat-alat penunjang kehidupan yang tertempel hampir diseluruh tubuh Alena. Steve sudah benar- benar putus asa.

Hingga sebuah keajaiban terjadi, Alena siuman dari tidur panjangnya meski keadaannya tidak sama seperti dulu. Kecelakaan itu mengakibatkan beberapa bagian tulangnya patah dan meninggalkan rasa trauma yang mendalam bagi Alena. Benak Steve masih mengingat dengan sangat jelas bagaimana adik perempuannya itu menangis histeris setiap malam sementara yang bisa dilakukan Steve hanya lah memeluk Alena berusaha menenangkannya,sejak saat itu Steve berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi Alena sekuat tenaga.

Luka fisiknya mungkin bisa sembuh setelah beberapa waktu namun tidak dengan luka psikisnya yang hingga kini pun masih belum sembuh sepenuhnya.

*****

" apa? Kau sudah mendiamkan mas Steve selama 2 hari?" Tanya Laura kaget ketika Alena baru selesai bercerita permasalahannya dengan Steve. Alena mengangguk dengan wajah innocent.

" kau keterlaluan Alena, tega sekali kau melakukan hal itu pada mas Steve " protes Laura.

" loh? Kenapa kau jadi marah padaku? Harusnya kau juga marah pada mas Steve yang ingin membawaku ke Jerman tanpa memikirkan pendapatku, apa kau juga ingin aku pergi ?"Alena

" bukan seperti itu. Tapi tak seharusnya kau melempar sendok saat makan, bukankah kau tahu sendiri itu adalah tindakan yang tidak sopan wajar jika mas Steve marah, kalau saja aku jadi mas Steve aku sudah menelanmu hidup- hidup"-Laura terbawa emosi.

" menelan ku hidup-hidup? Kenapa begitu? Jelas-jelas mas Steve yang salah, kenapa dia membentak ku, aku bukan anak kecil lagi yang kalau ada masalah harus digertak dengan bentakan, dia bisa bicara baik-baik tidak perlu mem-"

" heeh, kau sudah jelas - jelas salah kenapa masih ngotot?" Potong Laura sebelum Alena menyelesaikan ucapannya.

" Alena dengarkan aku" ujar Laura cepat membuat Alena kembali menutup mulut ketika hendak membantah penyataannya.

"selama ini mas Steve selalu memperlihatkanmu, dia sangat menyayangimu, dia merelakan masa remajanya terlewatkan begitu saja dan bekerja keras untukmu. Agar kau bisa hidup dengan nyaman. Dia tidak pernah mengeluh dan bahkan tidak meminta imbalan apapun padamu"- Laura.

" coba kau pikir Alena bagaimana perasaan mas Steve saat kau mengatakan dia tidak pernah mengerti kau?" – Laura

Alena terdiam

Semua yang dikatakan Laura benar. Mas Steve selalu peduli padanya, dia tidak pernah bernada tinggi jika Alena tidak keterlaluan. Perlahan air mata penyesalan berlinang dimatanya.

Steve mengajaknya ke Jerman pasti dia khawatir pada Alena, tapi Alena benar- benar tidak ingin pergi. Jika mereka pindah masih diwilayah Negara A ini mungkin tidak masalah. Tapi mereka pindah ke Negara asing, mereka tidak punya satu kenalan pun disana pasti mereka akan kesulitan apa lagi, mereka sulit percaya pada orang lain.

"aku aku tidak ingin ikut " jawab alena tersendat-sendat karena menahan tangisnya. Alena merasa benar-benar putus asa dia juga sudah membujuk Steve dan Steve kekeh pada keputusannya.

Laura menepuk bahu Alena, " sebaiknya kau minta maaf dulu pada mas Steve, lalu utarakan kekhawatiran yang ada didalam hatimu mas Steve pasti paham, dan aku yakin mas Steve juga pasti memikirkan masalah ini "

Alena mengangguk menyeka pipinya yang basah lalu, dia berdiri berpamitan kepada Laura kemudian berlari kembali ke rumah.

" mas Steve" teriak Alena begitu sampai dirumah. begitu melihat Steve duduk diruang tamu, Alena bergegas menghampiri Steve lalu memeluknya erat.

" mas Steve maafin Alena ya, Alena udah jahat sama mas, Alena udah tega diamin mas,udah buat mas marah, udah nyusahin mas selama ini. Maafin alena ya mas" -Alena membenamkan wajahnya dipelukan Steve air matanya merembes membentuk dua jalur dipipinya.

" iya mas sudah memaafkan kamu ." jawab Steve membalas pelukan Alena lalu membelai sayang rambut panjang Alena yang saat itu terurai. Sepanjang hari Steve cukup cemas memikirkan Alena yang tak menjawab semua sapaannya, dia sudah memikirkan alternative lain untuk membujuk adiknya itu.

Mendapat perlakuan seperti itu tangis Alena semakin pecah dia sangat menyesali tindakan bodoh yang dilakukannya.

" sudah sudah hentikan tangismu Malu tuh diliatin sama tamu kita"- Steve

Mendengar kata tamu Alena langsung melepas pelukannya dan menoleh kearah sang tamu yang duduk tepat dihadapan mereka. Tanpa repot menghapus air matanya Alena bertanya,

" ibu ini siapa mas?".

"menurut kamu dia siapa?" – Steve kembali bertanya.

Alena melihat dengan teliti memperhatikan penampilan wanita didepannya. wanita itu seumuran dengan ibunya namun penampilannya sangat elegan, cincin diamon besar yang cantik melingkar di jari tengahnya menandakan bahwa beliau bukanlah wanita sembarangan

"kenapa mas pacaran dengan wanita yang sudah berumur?" – ucap Alena terkejut, dia tak menyangka bahwa kakak lelakinya itu penyuka wanita yang lebih tua.

"heh jangan berpikir yang aneh-aneh dulu"-ucap Steve sambil menjitak kepala Alena. Alena mengaduh sambil mengelus kepalanya.

"lalu dia siapa mas? " tanya Alena lagi .

"Alena ini tante Claudya tetangga kita dulu" jelas Steve

"tante Claudya?" Tanya alena sambil mengernyit keningnya berusaha mengingat-ingat beberapa tetangganya dulu.

"tante Claudya" serunya berdiri menghampiri lalu memeluk tante Claudya setelah dia mengingat salah seorang teman ibunya.

"ya, ampun tante Alena rindu, sudah lama Alena tidak bertemu tante "-Alena

"iya sayang, tante juga rindu sama kamu" jawab tante Claudya sambil membalas pelukan Alena.

"oh ya, tante sudah dengar semua dari Steve. Meski pun ini memang terlambat tante turut berduka cita atas meninggalnya orangtua kalian"-lanjut tante Claudya. Mengenggam lembut tangan Alena.

" iya tante terimakasih " jawab Alena dengan nada sedih. dia teringat lagi kenangan pilu itu.

"oh iya, tante kenapa bisa ada disini?"tanya Alena, setahu Alena keluarga tante Claudya sudah lama pindah keluar negeri kenapa tiba-tiba muncul dirumah baru Steve dan Alena?.

" tante tadi ada urusan di kantor kependudukan kebetulan tante bertemu dengan Steve" - Claudya menjawab kebingungan Alena.

Steve mengangguk membenarkan ucapan tante Claudya. Pagi tadi Steve berkunjung ke kantor kependudukan untuk mengurus surat-surat kepindahannya lalu ada seorang wanita menghampiri nya ternyata wanita itu adalah sahabat almarhumah ibunya sekaligus tetangga nya dulu sewaktu mereka masih tinggal di daerah R.

" Steve juga mengatakan kalau dia ditugaskan ke Jerman dia ingin membawa kamu tapi kamu bersikeras tidak mau ikut. Sampai - sampai kamu tidak mau berbicara lagi dengan Steve" ujar Claudya membuat Alena tertunduk malu ,Kelakuannya kemarin benar kekanak- kanakan.

" karena tante lihat Steve sedikit tertekan jadi tante mengusulkan kepada Steven, bagaimana kalau tante yang menggantikan Steve menjaga kamu disini, Steve juga kan sudah lama mengenal tante jadi Steve tidak perlu khawatir ,kamu aman kalau tinggal sama tante" jelas Claudya.

" karena ini menyangkut kamu jadi Steve meminta tante untuk bertanya langsung kepada kamu maka dari itu tante datang kesini untuk menemui kamu, bagaimana kamu mau tinggal dengan tante atau ikut Steve?"- Tanya Claudia penuh harap.

Mendengar penjelas Claudya, Alena menatap Steve lama, benarkah Alena bisa memilih?

" tidak apa – apa" ujar Steve menyadari keraguan dimata Alena. Selama Alena bisa senang, Steve akan melakukan apapun selagi mampu.

Entah kenapa mendengar ucapan Steve Alena menunduk sambil memilih ujung bajunya , tiba-tiba dia merasa sedih dan senang disaat bersamaan.

" bagaimana Alena? kalau kamu merasa tidak bisa berpisah dengan kakakmu tante tidak keberatan kalau kamu memilih ikut Steve, kalau kamu ingin tetap disini tante dengan senang hati menyambut kamu'' – ujar Claudya menatap Alena yang diam tenggelam dengan pikirannya sendiri.

Alena mengangkat wajahnya memandang claudya dan Steve bergantian sebelum dia mengatakan ingin tetap tinggal di sini.

Steve menghela nafas, lalu menatap Alena lekat- lekat ada kesedihan terpancar di bola mata hitamnya,detik kemudian Steve menepis rasa itu.

" tapi ingat kamu tidak boleh macam-macam dan nurut sama tante Claudya" Steve memperingatkan. Alena menganguk dengan semangat lalu,bangkit dari duduknya menghampiri Steve.

" terimakasih mas, Alena janji akan jaga diri baik-baik " – Alena memeluk Steve. Steve membalas pelukan Alena sambil mengecup kepala adik kesayangannya itu. Mungkin dengan begini hidup mereka akan sedikit berkembang, tidak melulu memasang benteng pembatas diri dan merasa was-was ketika ada orang lain yang hendak mengulurkan tangan untuk menolong mereka.

Kepahitan di masa lalu mungkin tidak akan pernah bisa dilupakan, namun mereka bisa berusaha untuk tidak mengulang mala petaka tersebut.