Deas menghembuskan nafasnya kesal, karena teriknya matahari di lobby Bandara. Deas benci Indonesia, negaranya sendiri, ia benci panas matahari yang menyengat, dan ia membenci budaya ikut campur orang-orang di negara ini.
Sial! ia harus kembali kesini karena permintaan kakeknya.
Deas menghentakkan kakinya lagi sambil melihat jam tangan di pergelangan tangan kirinya, menggerutu karena sudah hampir setengah jam ia menunggu.
Deas mengambil ponselnya, di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang koper berukuran standart.
"Bangsat! cepetan kesini" umpatnya kasar saat telfonnya di angkat.
Menghembuskan nafas kasar "10 Menit aku tidak melihat batang hidung mu, aku akan naik taksi. Lagipula, jika kau terlalu sibuk mengurusi tunangan mu, harusnya tidak usah sok peduli menjemputku di bandara sialan! " Rentetan nada perintah itu meluncur dengan lancar dari bibir mungilnya.
Wajah Deas sepenuhnya merengut kesal saat BMW putih berhenti di depannya. Pria itu membuka pintu mobil, menghampiri Deas yang sedang menatap pria itu sebal.
"Apa kau harus berbicara sekasar itu? Apa Inggris sebar-bar itu? " suara bariton pria itu terdengar marah.
Deas menaikkan sebelah alisnya sinis, menatap pria di depannya seolah memiliki tanduk di kepalanya.
Memilih berbicara sambil membawa koper menuju bagasi mobil "harusnya kau tau, aku tidak suka menunggu. Melihat wajahmu membuatku muak Dayas" Deas menutup pintu bagasi, berjalan ke arah tempat penumpang.
Pria yang di panggil Dayas itu tersenyum tipis "aku tidak tahu, jika kau masih mencintaiku"
Perkataan Dayas seketika membuat Deas pias, beruntung Deas menghadap ke arah pintu mobil, sehingga Dayas tidak tahu, bagaimana efek dari ucapan Dayas padanya.
Deas mendengus, menoleh kearah Dayas menatap pria itu datar "aku benci barang bekas, kau tahu itu dari dulu" Deas membuka pintu penumpang, masuk ke dalam mobil.
Andai saja dulu Dayas tahu, andai saja Dayas dulu mengerti, andai saja dulu Dayas sedikit percaya padanya seperti ia mempercayai Dayas. Andai saja, dulu Dayas sedikit menanyakan perasaanya.
Deas tidak akan membenci semua hal di negaranya; cuaca, Orang-orang, termasuk keluarganya.
Deas melihat ke jendela, memilih melihat jalan sambil mengepalkan erat tangannya.