Malam ini terlihat begitu indah. Rembulan bersinar syahdu, bintang – bintang berkelip riang menerangi angkasa. Udara malam pun bersahabat. Tidak terlalu dingin, tidak juga gerah. Ursulla membuka jendela kamar lalu melihat ke atas langit, entah kenapa suasana hatinya terlihat lebih baik dari sebelumnya. Mungkin dirinya sudah mulai beradaptasi, mempelajari suasana serta orang – orang yang berada dalam istana. Tetapi satu hal yang belum ia pahami, yaitu Raja Reijin.
Pria itu selalu memasang wajah datar dan dingin membuat dirinya tak tahu lelaki seperti apa dia. Dirinya juga sangat penasaran akan penyakit Raja Reijin, kenapa ia bisa mengalami insomnia parah? Dan yang lebih tak masuk akal ialah, bagaimana seseorang tidak bisa tersenyum? Bukankah itu mustahil? Sedingin apapun karakter seseorang, pasti dia tetap dapat melengkungkan bibirnya. Tersenyum dan tertawa ketika bahagia. Raja Reijin terlalu tidak masuk akal. Atau jangan – jangan itu hanya tipuan Raja Reijin saja? tetapi jika itu tipuan, kenapa berlangsung bertahun – tahun bahkan pertunjukkan terbaik pun saat festival Hanyang diadakan Raja Reijin sama sekali tak menunjukkan reaksi apapun.
Memikirkan itu, Ursulla merasa pusing sendiri. Lalu tiba – tiba ia tersentak. Teringat bahwa malam ini dirinya harus menemui Raja Reijin. Gawat kalau sampai dirinya tak datang. Ursulla segera menutup jendela kemudian mengganti pakaiannya.
Pakaian yang disediakan istana begitu indah. Dia memilih gaun berwarna merah muda bercorak bunga sakura. Meski sederhana, namun pakaian ini sangat pas dan nyaman dipakai. Ursulla lalu duduk, menatap pantulan dirinya di cermin. Selama di istana Cheon, dirinya sama sekali tak berias. Wajahnya dibiarkan polos tanpa bedak maupun lipstik.
Ia menyentuh wajahnya dan sejenak berpikir. Dia tidak buruk. Ursulla menyadari bahwa ia mempunyai wajah yang cukup menarik. Selir – selir Raja yang sombong itu mungkin mengandalkan kecantikan karena riasan dan perawatan mahal ala bangsawan. Mereka hanya beruntung saja. Bagaimana jika mereka berasal dari kalangan biasa, apakah mereka masih memiliki kulit seputih salju dan wajah secantik bidadari?
Ursulla mencibir. Bukannya dia iri atau apa. Hanya saja ia merasa kesal atas kelakuan selir – selir Raja. Mereka seenaknya merendahkan orang, mencaci, menindas, dan memfitnah orang kecil. Dan dari cerita para dayang, perlakuan selir Gun yang paling kejam. Dan entah kenapa Ursulla merasa tertantang. Dia akan membuat kesombongan mereka terhenti.
Ursulla menarik sebagian rambutnya ke belakang lalu mengikatnya rapi. Membiarkan sebagian rambut panjangnya terurai. Dirinya membuka laci meja rias, dan di sana terdapat alat make up perempuan. Dayang Han sudah lama menyiapkan itu untuknya, namun Ursulla enggan memakai. Tetapi hari ini, ia merasa perlu memakainya.
Ursulla memoleskan bedak di wajahnya lalu memoleskan sedikit lipstik di bibirnya. Dia tidak ingin tampil mencolok, namun ia juga tidak membiarkan wajahnya terlalu polos. Polesan itu cukup membuat wajah Ursulla menjadi lebih segar. Setelah siap, ia pun membuka pintu melangkah menuju taman bunga.
****
Ketika sampai di taman bunga, Ursulla mendengar sebuah suara alunan musik. Melodinya mengalun lembut dan begitu indah. Dari suaranya, ia bisa menebak bahwa itu adalah alat musik petik. Ursulla melangkah mencari sumber suara. Dari celah dedaunan, ia melihat Raja Reijin sedang memainkan alat musik tersebut.
Pria itu mengenakan pakaian berwarna putih yang tampak mewah. Bagian depan pakaiannya terdapat sulaman naga dari benang emas. Membuat sosoknya bagai malaikat turun dari surga. Dan tak bisa dipungkiri Raja Reijin sangat tampan.
"Ku kira kau tak datang." Seruan Raja Reijin menyentaknya. Ursulla lalu melangkah mendekat.
"Saya tidak mungkin berani melakukan itu, Yang Mulia." Jawab Ursulla lantas membungkuk hormat.
Raja Reijin menghentikan permainannya kemudian menyuruh Ursulla duduk. Mereka duduk di pavilium yang terletak di tengah pohon bunga Tatebuya. Di sampingnya terdapat kolam ikan berhias teratai diterangi lentera yang membuat suasana tampak temaram tetapi tetap jelas dipandang.
"Yang Mulia, benarkah anda akan menghukum saya?" Tanya Ursulla memastikan. Sejujurnya ia tidak merasa Raja Reijin akan benar – benar menghukumnya. Tetapi jikalau dia menghukunya, Ursulla yakin bahwa itu bukan hukuman mati. Jadi dia tetap tenang.
"Ya, aku akan menghukum mu." Raja Reijin menjawab santai, "Hukuman mu ialah menemani ku begadang sampai pagi."
"Ehh... apa?" Ursulla menatap Raja Reijin kaget. Hukuman apa ini? begadang sampai pagi? Ya ampun, rasanya itu lebih berat daripada berlari 10 kali keliling lapangan.
Raja Reijin memperhatikan ekspresi Ursulla dan mengetahui bahwa wanita itu terlihat keberatan. Tetapi siapa yang berani menentang perintah Raja. Ia yakin gadis di depannya tak berani melakukannya.
"Ahh, baik Yang Mulia." Benar saja, Ursulla tetap menurut.
"Kau bisa memakan apapun yang tersedia di sini." Ujar Raja Reijin melihat atensi Ursulla tertuju pada makanan serta minuman yang tersaji di tempat itu.
Raja Reijin meletakkan alat musiknya kemudian maju menuangkan teh untuk Ursulla dan Ursulla dengan sopan menerima minuman tersebut.
"Terimakasih Yang Mulia."
Dibatasi meja kecil, Raja Reijin mengamati Ursulla seksama. Dia menyadari ada yang sedikit berbeda, wanita itu mengenakan bedak dan lipstik tipis rupanya.
Ursulla sadar bila Raja Reijin menatapnya. Dengan gugup, ia pun menunduk. Sungguh tatapan Raja Reijin membuatnya merasa tertusuk.
"Hmmm.... Permainan Yang Mulia tadi begitu indah." Ungkap Ursulla memecah kecanggungan.
"Benarkah?"
Ursulla mengangguk, "Tidak banyak yang bisa memainkan Guzheng dengan mahir."
"Darimana kau tahu kalau nama alat musik ini Guzheng?"
"Di zaman saya juga ada alat musik ini. Guzheng merupakan alat musik petik tradisional yang masih dilestarikan di zaman ku. Namun, sudah tidak banyak yang memainkannya." Jelas Ursulla. Dia tersenyum ketika menceritakan tempat asalnya.
"Kau bisa memainkannya?"
Ursulla mengangguk tanpa sadar, hal itu membuat Raja Reijin menyerahkan Guzhengnya kepada Ursulla.
"Kalau begitu mainkan!"
Ursulla langsung menatap Raja gugup,
"Ta... tapi Yang Mulia, saya tidak terlalu mahir."
Raja Reijin mengangkat sebelah alis, "Tak masalah. Kau bisa bernyanyi juga."
Sejenak Ursulla menatap ragu. Dahulu di masa modern bersama kelompok menyanyinya, ia sempat belajar memainkan alat musik itu meski hanya sementara. Dan tak yakin sekarang dirinya bisa menciptakan melodi indah untuk telinga Raja Reijin.
Tetapi melihat Raja Reijin yang tampak menunggu, pada akhirnya dengan terpakasa ia memainkan Guzheng itu meski mungkin tidak semahir Raja Reijin.
"Akan saya mainkan. Tetapi jika jelek jangan memarahi saya ya Yang Mulia!"
Permintaan polos Ursulla itu terlihat lucu hingga membuat panglima Hito yang mengawasi di kejauhan menahan tawa. Mungkin Raja Reijin jika tidak memiliki kelainan juga akan bereaksi sama.
Raja Reijin mengangguk setelah terhenyak cukup lama.
Ursulla menegakkan tubuh. Memposisikan Guzheng di pangkuannya. Lalu jemari lentiknya mulai memetik senar – senar Guzheng. Menciptakan melodi indah nan menenangkan. Lalu Ursulla mulai melantukan suaranya.
Seperti ada angin lembut yang mengusap wajah Raja Reijin saat melihat pemandangan di depannya. Entah mengapa matanya seolah melihat seorang dewi yang sedang bernyanyi di atas awan.
****
"Yang Mulia, Yang Mulia." Seoramg dayang bergegas masuk ke dalam sebuah ruangan.
Tempat peristirahatan selir tingkat atas.
"Apa yang kau dapat?" Tanya selir Gun. Ia menatap tampilan dirinya di cermin dan menyisir rambutnya yang sudah halus.
"Raja Reijin benar-benar menghukum Ursulla."
Mendengar itu, selir Gun melengkungkan bibir membentuk senyuman. Ia tadi sengaja menyuruh dayang setianya mencari informasi mengenai keadaan Ursulla. Dan perasaannya begitu lega bahwa Raja Reijin mendengar permintaannya.
Dia ingin sekali melihat wanita itu dihukum. Ohh kira-kira hukuman apa yang ia dapat?
Cambuk kah? Berlutut sepanjang malam? Atau bersih-bersih seluruh ruangan?
"Hukuman apa?"
Sejenak, sang dayang tampak ragu ketika mengatakannya, "Me... Menemani Yang Mulia bergadang sampai pagi."
"APA?"