"Justru kami yang harus bertanya kau siapa?"
Suara rendah nan berat yang keluar dari bibir lelaki di depannya membuat Ursulla menyeret tubuhnya menjauh. Keringat dingin mengalir di keningnya. Rasa waspada kian mendominasi. Apalagi saat ini dirinya di kelilingi banyak pria~ menunggangi kuda~ berpenampilan aneh layaknya prajurit di zaman dulu.
Apakah mereka sedang syuting film kolosal?
Ursulla memandang bingung sekaligus waspada. Dia takut jika mereka adalah orang jahat. Apalagi ia wanita~ seorang diri. Jangan-jangan mereka akan menyiksanya. Yang terburuk mereka akan memerkosanya.
Ursulla menelan ludah. Dia harus mencari celah untuk melarikan diri.
Sementara lelaki di depannya mengerutkan kening memperhatikan penampilan wanita itu. Sungguh miris.
Beberapa luka goresan serta lebam-lebam terlihat jelas di tubuhnya. Rambut wanita itu acak-acakan. Lalu pakaiannya terlihat aneh. Sebuah gaun berwarna kuning sepanjang lutut dengan model yang asing bagi kaum hawa di jaman ini. Tetapi fokusnya lebih ke pakaian wanita itu yang robek di beberapa bagian. Lalu..... Netra hitamnya menyimpit mengamati reaksi wanita itu.
Wanita itu duduk meringkuk, memeluk dirinya dengan kedua tangan seolah sebagai perlindungan diri. Tubuhnya gemetar dan sorot mata itu dipenuhi kebingungan dan ketakutan.
Apakah dia baru saja menjadi korban pemerkosaan?
"Ada apa panglima Hito?"
Sebuah suara terdengar seiring munculnya rombongan berkuda lain. Sontak beberapa orang yang mengelilingi Ursulla bergeser membuka barisan untuk seseorang yang baru saja datang. Orang-orang itu menunduk hormat begitupun panglima Hito yang langsung berlutut saat sosok pria yang menunggangi kuda berwarna putih dengan pakaian berbeda datang.
Ursulla mendongak dan terpana melihat betapa rupawan laki-laki yang baru saja datang ini. Pria itu menunggangi kuda dengan gagah dan agung layaknya ksatria tampan yang sering ia lihat di film-film. Dan Ursulla membelalak terkejut saat mendengar sebuah kalimat berkumandang.
"Hormat hamba Yang Mulia, kami menemukan wanita ini sendirian di hutan."
****
Yang Mulia?
Apa-apaan ini? Mereka bercandakan? Dan aku tersesat di tengah proses pembuatan film kah?
Ursulla mengerjap bingung dan ingin tertawa mendengar kalimat itu. Sebutan Yang Mulia berarti untuk raja. Dan di negaranya tidak ada yang namanya raja. Jika ini adalah lokasi syuting film, maka Ursulla harus keluar dari sini karena ini bukan tempatnya.
Tetapi....
Ursulla mengedarkan pandang. Tidak ada kamera, mic atau segala macamnya untuk menandai bahwa ini adalah lokasi syuting. Dan itu membuat jantung Ursulla berdebar kencang. Apalagi ketika pandangannya tak sengaja bersinggungan dengan manik cokelat yang kini menatapnya tajam.
Pria yang disebut Yang Mulia itu masih berada di atas kuda mengamati dirinya dengan pandangan tak terbaca.
"Kau belum menjawab pertanyaan ku, nona?" Panglima Hito kembali bertanya, "Siapa kau? Dari mana asal mu? Dan apa yang terjadi dengan mu?"
"A... Aku~" Lidah Ursulla terasa kelu, ketakutan menjalar bukan karena pertanyaan itu melainkan lebih ke tatapan pria yang disebut mereka sebagai Yang Mulia terasa menusuk. Apalagi ia juga tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga bingung akan apa yang terjadi dengannya.
"A... Aku tidak tahu."
Panglima Hito mengerutkan kening. Sejenak ia menoleh ke arah Raja Reijin yang masih bergeming di atas kudanya menunggu.
"Sekali lagi katakan siapa nama mu dan darimana asal mu?"
"Ur.... Ursulla dan aku berasal dari kota Hanyang."
Mendengar jawaban itu semua orang mengerutkan kening bahkan ada yang tertawa. Menganggap jawaban gadis itu adalah lelucon.
"Nama yang aneh. Dan tidak ada kota Hanyang di negara ini." Panglima Hito bersiap menarik pedangnya. Dan itu tak luput dari mata Ursulla.
"Jangan berbohong di hadapan Yang Mulia. Hanyang hanyalah sebutan dari festival kerajaan." Ucap Panglima Hito yang seketika menarik pedangnya lalu mengacungkannya di hadapan Ursulla.
Mata Ursulla melebar. Dia tak menyangka akan mendapat todongan pedang. Lalu tiba-tiba Ursulla tertawa gugup.
"Ayolah, ini sudah berlebihan. Aku tidak termasuk bagian syuting kalian." Ursulla mencoba menepis pedang yang ia pikir hanyalah properti syuting. Dan pasti bukan pedang sungguhan. Tetapi ketika tangannya tak sengaja menggores pedang itu~ manik gelapnya melebar kala telapak tangannya berdarah.
Ini sungguhan?
Dan jantungnya terasa melompat keluar kala pemikiran konyol keluar.
'Apa dia sedang berada di zaman lain?'
Ursulla menelan ludah. Sekali lagi memandangi orang-orang itu. Lalu mengamati pria yang disebut mereka dengan Yang Mulia.
Tidak, tidak. Ini gila. Tidak mungkin aku berada di masa lalu.
Saat matanya berputar, dia melihat suatu celah untuk melarikan diri. Ursulla menggenggam pasir untuk kemudian ia lemparkan kepada pria yang tengah mengacungkan pedang di depannya.
Panglima Hito terkesiap dan spontan menutup matanya yang terkena debu. 'Sialan.'
Ursulla segera lari meski tubuhnya terasa sakit, tapi dia harus kabur dari mereka.
Jika dugaannya benar, dia tidak boleh dekat-dekat dengan orang kerajaan.
Menurut buku serta film yang pernah ia baca dan lihat bahwa orang kerajaan di zaman dulu terkenal kejam. Terlebih pria tampan yang ia yakin adalah raja itu terlihat angkuh dan tak berperasaan. Dia tak boleh tertangkap.
"Kejar dia!"
Kali ini perintah langsung keluar dari mulut Raja Reijin. Pria itu hanya diam menatap anak buahnya yang sedang mengejar gadis asing yang berani melempar tanah ke wajah panglima Hito.
Mungkin wanita itu adalah mata-mata dari selatan.
****
Jantung Ursulla bertalu-talu, dengan sekuat tenaga ia terus berlari meski yakin bahwa kaki manusia jauh lebih lambat ketimbang kaki kuda. Namun apa salahnya dirinya berusaha dan berdoa agar keajaiban datang. Tapi sepertinya doa dan usahanya tidak berhasil, prajurit-prajurit itu telah mengepungnya. Lalu Ursulla merasakan pukulan di tengkuknya membuat ia jatuh tak sadarkan diri.
"Bawa dia!"