Chereads / Roh kupu kupu liar / Chapter 4 - Chapter 4 (Buku)

Chapter 4 - Chapter 4 (Buku)

Vanesa tau bahwa seorang pria yang ada dihadapannya mirip Randi Pangestu teman sekolahnya. Kabarnya ia kuliah di luar negri. Tapi, entah bagaimana bisa ada di depan mata sekarang.

"Randi? Lo randi kan?" Vanesa bertanya kaget.

"Ya, ini gue," katanya, "Apa kabar?" mengulurkan tangan.

"Alhmdulilah, baik," seraya menyambut jabat tangannya, "Lo?"

"Sama, seperti yang dilihat, baik."

Kemudian Randi menceritakan bahwa ia baru saja pulang pagi tadi pukul 09.12 WIB. Ia juga langsung mendapat kerja di Indonesia sebagai dokter rumah sakit umum.

Mereka tetap berdiri di teras, karena Randi meminta demikian. Sejak tiba di rumah Vanesa setengah jam yang lalu, adiknya meminta mereka duduk di ruang tamu. Tetapi, Randi tak bisa lama-lama.

Bukan menolak suguhan teh atau kopi, padahal Adiknya telah ke dapur untuk membuatkan minum.

***

Malam.

"Nih buku siapa, dek? Vanesa bertanya bingung menemukan sebuah buku saat menyusun baju yang telah selesai di strika ke dalam lemari.

Adiknya masih sibuk dengan laptop di hadapannya.

"Buku apa kak?" balas adiknya tanpa menoleh.

Vanesa langsung beranjak menghampiri adiknya, melihatkan buku itu dihadapan layar laptop.

"Jangan kaitkan buku itu dengan mistis lagi kak," kata adiknya berhenti mengetik seakan ikut tertarik dengan buku ini.

Terdapat halaman pertama yang tertulis "Roh kupu-kupu liar".

Mereka saling menatap, melihat tulisan ini seperti tulisan alm ibu mereka.

"Bukan ibu telah lama tidak menulis, kak?" tanya adiknya.

Vanesa menganggukkan kepala.

Sepengetahuan mereka ibunya telah lama tidak masuk kedalam dunia menulis setelah menikah. Membuang kata sebagai novelis horor dihidupnya menjadi ibu rumah tangga, mengurus anak atau memanjakan suami lebih baik dan tidak terlalu berisiko untuk penelusuran hal mistis yang terkadang dapat mengorbankan nyawanya, karena banyak penulis yang tewas dalam penelitian menulis novel horor.

Buku itu telah mereka buka perlahan, lembar demi lembar, buku yang belum terselesaikan. Benar, ini membuat Vanesa semakin penasaran dan masih membuka buku itu kembali dari halaman perhalaman demi memahami cerita.

Dalam keterangan buku ini ditulis setelah alm ayah mereka meninggal, ternyata ibu mereka menulis lagi saat ayah mereka meninggal untuk melanjutkan hobby dan penghasilan tambahan menunjang perekonomian keluarga.

Mistis, mistis dan ternyata ini berkaitan lagi dengan mistis mungkin juga berkaitan dengan kisah keluarganya dan ibunya. Mungkin ini juga yang membuat ibunya memiliki jam kerja pulang larut malam atau subuh, mungkin itu membuat tetangga memegang bukti berpikiran miring tentang ibunya. Namun, buku ini belum terselaikan membuat Vanesa berniat menyelesaikannya.

"Yakin? Bukannya kakak penakut?" tanya adiknya.

Vanesa menganggukkan kepalanya berekspresi wajah meyakinkan.

"Kakak memang gila," kata adiknya.

Vanesa memutar otak, berfikir bila ia hanya pergi dengan adiknya sepertinya terlalu nekat dan mencoba mengajak seseorang. Namun siapa?

Tak lama berfikir ia mengingat bahwa Arial pernah bilang akan siap membantunya dan ternyata benar Arial memegang ucapannya.

***

Pagi begitu cerah.

"Musik kak, biar gak hening banget," terdengar pinta adiknya dari belakang.

Arial dengan sigap tangan kirinya mengarah ke tipe mobil, dan menekan tombol play dengan jari telunjuknya dan tangan kanannya memegang stir mobil.

Vanesa yang duduk di sebelah Arial masih fokus membaca buku yang ditemuinya itu.

"Masih lama?" tanya Vanesa melihat di sekeliling luar penuh dengan mobil dan motor yang padat.

Dari google map jarak ketempat tujuan mereka tidak terlalu jauh, hanya menempuh waktu sekitar dua jam, karena macet itulah membuat perjalanan menambah lama.

"Huft...." Vanesa mulai merasa bosan, menaruh buku yang ia baca ke dalam tas ranselnya, "Bisa gue aja yang nyetir, Al?"

Arial menoleh kaget, "Lo?" menoleh ke belakang adik Vanesa pun telah memasang sabuk pengaman, seakan tau bahwa ini akan mengerikan.

Vanesa mengeluarkan tangannya melipat spion mobil kedalam, lalu berpindah posisi dengan Arial.

Mata Vanesa cekatan melirik celah-celah kecil untuk menerobos mobil dan motor, lalu menaikkan volume tipe diiringi menaikkan kecepatan mobil.

"Gila, berasa kayak Fast and furious! Bisa pelan dikit gak!" Arial panik.

"Mobil yang sudah uzur ini, gesit juga," puji Vanesa.

"Y-ya dong! M-mobil holden ini peningalan bokap gue. L-lagi pula gue s-s-suka, jadi tentu gue rawat b-baik!" jawab Arial gemetaran dan gagap, memegang sabuk pengaman semakin erat.

"Napa kak?" tanya adiknya, mobil terhenti mendadak.

Arial lekas mengambil kotak perlengkapan yang berisi kunci ban.

"Hmm... Pecah ban, untung ada ban serep," seru Arial lalu turun dari mobil, "Kalian tunggu di dalam aja, biar gue!"

Diluar cuaca panas, Arial mengelap dahinya yang berkeringat dengan sapu tangan di saku celana jeans biru sobeknya.

"Hufttt... Ahkirnya selesai."

"Mau kemana nak?" tanya tiba-tiba dari arah belakang, membuat Arial menoleh terkejut.

"Buseeetttt... Tempat sepi gini ada nini," dalam benak Arial. Ya, mana mungkin ditengah jalan yang dikelilingi pohon rimbun, tidak ada pula gubuk terdekat seorang nenek mampu berjalan sampai disini, membuat pikiran Arial terpesona.

"Kok, melamun?" tanya nenek.

"Hmmm... Gak nek. Kaget aja, nenek ajaib nih! Pasti rumahnya jauh, disinikan hutan semua, rumahnya mana nek? Biar bareng kami aja," Ajak Arial iba.

Nenek tersenyum, "Emang kamu mau kemana nak?"

Arial ingin menceritakan secara singkat soal tempat yang ingin didatangi dan tujuannya, baru saja menyusun kunci ban kedalam kotak nenek itu menghilang.

"Nenek yang kemana? Kok tiba-tiba hilang!" Arial mengerutkan kening.

"Nah, ini nih, yang gue gk suka, seperti di film-film aja," Arial menelan ludahnya, menyangking kotak kunci lalu masuk kedalam mobil.

"Sudah?" tanya Vanesa tak mendapat balasan.

"Hoyyy?" tangan Vanesa melambai-lambai di hadapan mata Arial.

"J-j-jalannnn!" perintah Arial tak setenang tadi, membayangkan senyum nenek itu ternyata menyeramkan.

Saat mobil berjalan Vanesa melihat Arial yang menoleh kebelakang.

"Adik lo tidur?" tanya Arial padahal menggeser pandangnya kearah jauh kebelakang melihat keberadaan nenek itu benar-benar telah tidak ada, hanya ada pohon yang rimbun di sepanjang perjalanan.

"Ya, mungkin ngantuk malam tadi ia begadang kerjain tugas sekolah."

"Hmmm..." Arial mengangguk kecil.

"Benar gak nih jalannya! Jangan-jangan google map salah," tanya Vanesa sedikit bingung menyadari jalan ini begitu sepi tidak ada mobil atau motor yang tampak lewat.

"Coba kita kesana," Arial mengacungkan ke arah rumah tua berdinding kayu, "Siapa tau ada orang, kita bisa bertanya."

"Serem ah, tempatnya!" Vanesa menolak.

"Gue yang turun, gue yang nanya kalau ada orang. Lo di dalam mobil aja dulu kalau takut."

"Hooaaammm... Udah sampai kak?" Adiknya terbangun.

"Kayaknya kita salah jalan, dek," Jawab Vanesa.

Mobil pun berhenti di depan pagar bambu rumah itu.

"Gue ikut!" Vanesa membuaka pintu mobil, lalu mengejar Arial.

Tiba-tiba ada suara nenek dari arah belakang mereka, "Cari siapa, cu?"

Mereka menoleh serentak, kaget.

Bersambung....