Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Toradora !!!

🇮🇩Kisaragi_Rose
--
chs / week
--
NOT RATINGS
14k
Views

Table of contents

Latest Update2
Bab 25 years ago
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1

"Sial!"

Jam tujuh tiga puluh di pagi hari. Hari yang indah, dan redup di dalam ruangan tersebut. Rumah itu adalah apartemen dengan dua kamar ditambah sebuah dapur yang menghadap ke arah selatan sebuah townhouse berlantai dua, untuk mencapai stasiun kereta dapat ditempuh dalam waktu sepuluh menit dengan berjalan kaki. Harga sewanya adalah 80.000 yen (sekitar 8 juta).

"Aku menyerah! Aku tidak bisa membetulkan ini!"

Sebuah tangan yang frustasi menyeka embun dari kaca. Kamar mandi itu berkabut karena shower di pagi hari. Setelah menyekanya, cermin itu kembali berembun. Sungguh sia-sia untuk menyalurkan kemarahan pada sebuah cermin betapapun frustasinya engkau...

"Omong kosong!"

Buat dirimu terlihat lembut dengan poni yang mengembang --- Slogan itu terlihat di dalam majalah mode laki-laki yang terbaru. Poni Takasu Ryuji sekarang telah "mengembang". Seperti yang telah diinstruksikan oleh artikel itu, dia menarik poninya, mengeringkan poni itu sampai berdiri tegak, dan dengan lembut menata poni itu ke samping sambil menggunakan gel rambut. Dia telah bersusah payah bangun tiga puluh menit lebih awal untuk membuat rambutnya sama seperti model itu dan agar keinginannya terkabul.

Walaupun begitu, "Mungkin aku terlalu naif jika ingin merubah diriku hanya dengan merubah model poniku."

Ryuuji membuang majalah itu dengan sedih, butuh banyak keberanian untuk membelinya, ke dalam tong sampah. Sayangnya, dia salah sasaran dan malah membuat tong sampah itu jatuh dan menumpahkan isinya. Majalah itu terbuka dan pada halamannya tertulis "Kamu masih bisa merubahnya sebagai langkah awal untuk memulai sekolah. Lembut atau liar? Petualangan kita menuju dunia model."

Bukankah itu terserah padaku Aku tidak terlalu yakin apakah aku peduli tentang model. Walupun begitu, aku ingin berubah.

Tapi aku gagal.

Merasa kalah, Ryuuji membasahi tangannya dengan air dan mengacak-acak rambut yang telah susah payah di aturnya. Dia kembali ke gaya rambut lurus acak-acakannya yang biasa. Kemudian dia berlutut untuk memungut sampah yang tersebah di lantai.

"Ah!? Apa ini...lu...lumut...lumut!"

Meskipun sudah selalu membersihkan uapnya, serta menghabiskan waktu seharian pada minggu lalu untuk membersihkan lumut di dapur dan kamar mandi... Semua usahanya sia-sia karena ruangannya lembab. Sambil menggigit bibirnya kesal, Ryuuji berusaha untuk menyingkirkan lumut itu dengan tisu. Tentu saja, itu tidak mudah, dan akhirnya tisu itu sobek.

"Sial, aku sudah menghabiskan seluruhnya kemarin. Aku harus beli penghilang lumut lagi." Untuk sekarang aku akan membiarkannya, tapi aku pasti akan kembali dan menghancurkan kalian! Ryuuji memandang jejak lumut itu sambil memungut sampah. Kemudian dia menyeka lantai dengan kertas toilet untuk membersihkan rambut rontok dan debu serta menghapus uap pada wastafel sebelum mengangkat kepala dan menghela napas.

"Oh iya, makanan binatang. Hei, In~ko-chan!"

"Ah..."

Suara tinggi merespon teriakan garang dari pelajar SMA itu.

Bagus, dia bangun. Sambil bertelanjang kaki, Ryuuji menuju dapur yang berlantaikan kayu, mengambil makanan binatang dan koran bekas, lalu menuju sudut ruang keluarga yang beralaskan tatami. Melepas kain yang menyelubungi sangkar itu, Ryuuji menyapa binatang peliharaan lucunya yang belum dia lihat semalaman.

Mungkin orang lain akan memelihara peliharan mereka dengan cara yang berbeda, tapi inilah cara Takasu dalam memelihara burung beo. Karena burung itu kelihatan mengerikan saat tidur, maka setiap pagi sebelum bangun, dia harus ditutupi dengan kain.

"Selamat pagi, Inko-chan."

Seekor burung beo berwarna kuning, itulah Inko-chan. Seperti biasa, Ryuuji memasukkan makanan binatang sambil berbicara padanya.

"Se, selamat...pagi," mata burung itu mengedip ke atas dengan cara yang tidak mengenakkan dan membingungkan, syukurlah dia masih bisa menjawab dalam bahasa Jepang. Walaupun baru saja bangun, moodnya sudah bagus saja. Inilah kenapa dia sangat imut.

"Inko-chan, coba katakan ayo makan."

"A, ayo, ma...ayo makan! Ayo makan! Ayo! Makan!"

"Oke, cukup. Sekarang ayo lihat apa kau bisa katakan itu! Coba katakan namamu...ayo, katakan Inko-chan."

"I, I, In, I, In, Iiii...I..." Sepertinya Inko-chan menggunakan banyak energi, karena dia menggelengkan kepalanya dan dengan cepat menggembungkan badannya, kemudian menegepakkan sayapnya cepat-cepat. "...iiiiii..."

Matanya juling, orang bisa melihat lidah keabuan yang menjulur di paruhnya. Mungkin dia bisa hari ini, pikir sang tuan sambil mengepalkan tinjunya. Pada akhirnya...

"Blegh!"

Argh... Kenapa burung sangat bodoh? Itulah yang akan kau dapatkan ketika kau hanya punya otak seberat satu gram, Ryuuji menghela napas, dan menggulung koran kotor. Dia melempar koran itu ke dalam kantong plastik. Saat dia akan meletakkan kantong itu dengan sampah lain di dapur,

"...Kemana...kau...akan...pergi..."

Idiot yang berbaring di belakang fusuma itu sepertinya sudah bangun juga.

"Ryuu-chan, kau pakai seragam? Kenapa?" dia bertanya dengan letih.

Dengan elegan Ryuuji membungkus kantong sampah itu dan menjawab, "Aku mau berangkat ke sekolah. Bukankah aku sudah bilang kepadamu kemarin kalau sekolah mulai hari ini?"

"...Ah."

Merenggangkan kakinya di atas futon, dia terus-terus bergumam seakan akan mengangis, Lalu, lalu...

"Lalu, makan siang Ya-chan gimana? Aku belum mencium bau makanan... kau tidak membuat apapun untukku?"

"Tidak."

"Ehhh~... Lalu...apa yang harus Ya-chan lakukan...ketika bangun nanti...? Tidak ada yang bisa dimakan..."

"Aku sudah akan berada di rumah saat kau bangun nanti! Aku cuma pergi untuk Upacara Pembukaan Semester saja."

"Ap...oh begitu..."

Hee hee hee hee, dia tersenyum sambil menutup kakinya yang mengangkang dan mulai menepukkan tangannya... Maaf, menepukkan kakinya.

"Upacara Pembukaan ya? Bagus! Berarti Ryuu-chan sudah kelas dua hari ini?"

"Lupakan itu dulu sebentar. Bukankah aku sudah bilang sebelumnya, betapapun sibuknya, hapus dulu make up mu sebelum tidur. Karena kau mengeluh betapa menyebalkannya itu kemarin, bukannya aku sudah membelikan tisu khusus pembersih wajah?" Ryuuji menginspeksi keadaan di sekitarnya, "...Ah...AH! Kau mengotori bantal itu dengan bedakmu! Aku tidak akan bisa membersihkannya! Rawatlah kulitmu lebih baik, kau sudah tidak muda lagi!"

"Maaf."

Celana dalam motif leopardnya benar-benar kelihatan. Saat dia bangun, dadanya yang besar berguncang dan beberapa helai rambut pirangnya yang berantakkan tersangkut di belahan dadanya. Entah karena lambaian rambut atau karena kuku panjangnya, dia memberikan kesan yang sangat feminim. Tapi tetap saja, "Minum terlalu banyak, aku baru sampai satu jam yang lalu. Ah~ Ngantuknya," Dia menguap, "Oh iya... Aku membawa puding."

Dia menghembuskan napas dan mengusap bulu matanya yang lebat sambil berjalan ke kantong belanjaan di sudut ruangan. Penampilan yang --- Bibir semerah buah ceri yang bergumam "puding", pipinya yang tembem, dan matanya yang bulat --- benar-benar seperti anak kecil itu, terlihat tidak sesuai untuknya. Walaupun sedikit aneh, dia masih bisa disebut sebagai wanita cantik.

"Huh...Ryuu-chan, aku tidak bisa menemukan sendoknya."

"Mungkin pelayannya lupa memasukkan."

"Tidak mungkin! Aku melihatnya memasukkan sendok itu ke dalam. Aneh..."

Ini adalah ibu dari Takasu Ryuuji Takasu Yasuko: nama panggung "Mirano". Berumur tiga puluh tiga tahun (dia selalu berkata bahwa usianya tetap dua pulu tiga selamanya), dia bekerja sebagai pelayan di satu-satunya bar di kota, "Bishamontengoku".

Yasuko menuangkan isi kantong supermarket itu dan mencari-cari di ujung futonnya. Wajah kecilnya berkerut, "Gelap sekali disini... Aku tidak bisa menemukan sendoknya! Ryuu-chan, bisakah kau buka gordennya?"

"Sudah terbuka."

"Eh~...? Ahhh, benar...karena aku tidak pernah bangun jam segini, aku sudah lupa..." Di dalam ruangan yang gelap itu, ibu dan anak yang aneh itu menghela napas bersamaan.

Jendela yang menghadap ke selatan itu.

Sudah enam tahun sejak mereka pindah ke situ. Di dalam rumah kecil tempat mereka berdua hidup, satu-satunya sumber cahaya adalah dari jendela sebelah selatan itu. Karena pintu masuk ada di sebelah utara dan karena mereka dikelilingi oleh rumah tetangga di bagian timur dan barat. hanya bagian selatanlah yang memiliki jendela. Meskipun begitu, banyak cahaya matahari, terutama pada pagi hari. Tidak perlu menghidupkan lampu dari pagi hingga sore hari, kecuali saat hujan. Cahaya matahari yang terang itu biasanya selalu menyinari Ryuuji yang memakai baju seragamnya ketika dia sedang menyiapkan sarapan untuk mereka berdua dan menyinari Yasuko yang masih tertidur lelap.

Bagaimanapun, semua itu harus berakhir tahun kemarin.

"Dasar apartemen sial."

"Orang macam apa juga yang tinggal disana? Dan nyalakan lampunya sekarang!"

Tahun lalu, hanya beberapa meter dari bagian selatan rumah ini, dibangunlah sebuah apartemen mewah berlantai sepuluh. Akibatnya, cahaya matahari tidak bisa masuk lagi. Hal ini sudah membuat Ryuuji mengamuk dan frustasi hingga tak terhitung lagi banyaknya --- pakaian tidak bisa kering, tatami melar karena lembab, melengkung di ujungnya dan muncul lumut; dan kadang-kadang sampai beku. Kertas dinding mulai mengelupas, yang sudah pasti ada hubungannya dengan kelembaban juga. Tidak masalah, ini hanyalah sebuah apartemen sewaan, Ryuuji ingin memberi tahu dirinya. Namun, karena terlalu sensitif mengenai masalah kerapian dan kebersihan, Ryuuji tidak bisa menahan diri untuk tidak menoleransi dan berkompromi akan hal itu. Memandang kondo mewah bercat putih itu, tidak ada yang bisa dilakukan kedua orang miskin itu selain berdiri berdampingan dengan mulut terbuka.

"Hmmm, itu tidak terlalu mengganggu, karena Ya-chan tidur di pagi hari!"

"Tak ada gunanya mengeluh. Lagipula, harga sewanya turun 5000 yen."

Mengambil sendok dari dapur dan menyerahkannya ke Yasuko, Ryuuji menggaruk kepalanya dan berkata, "Baiklah, aku berangkat dulu." Ini bukanlah saat untuk mempererat kekeluargaan; tapi saatnya untuk pergi.

Mengenakan jaket gakuran, Ryuuji membungkukkan badannya yang sedang bertumbuh dan menarik kaus kakinya. Saat sedang memastikan bahwa dia telah membawa semuanya, tiba-tiba dia merasakan sesuatu di dadanya.

Benar juga, hari ini adalah awal dari semester yang baru. Setelah Upacara Pembukaan ada pergantian kelas. Walaupun dia gagal dalam usahanya untuk merubah image, itu tidak cukup untuk membuatnya depresi, selama masih ada harapan di dalam hati Ryuuji. Atau apakah itu hanya harapan? Bagaimanapun, itu adalah perasaan yang seperti itu, dia tidak bisa menjelaskannya dengan baik.

"Aku pergi. Kunci pintu dan ganti bajumu!"

"O~ke! Ah, hei Ryuu-chan," Yasuko berbaring di futon dan menggigit sendok dengan gerahamnya. Dia tersenyum seperti anakanak. "Ryuu-chan terlihat lebih bersemangat hari ini! Semangat! Kau sudah kelas dua sekarang! Ini adalah area yang belum pernah Ya-chan jamah sebelumnya, kau tahu."

Untuk melahirkan Ryuuji, Yasuko mengundurkan diri dari SMA saat dia masih kelas satu, jadi dia tidak tahu kehidupan anak kelas dua SMA itu seperti apa. Sekejap, Ryuuji merasa sedih.

"...yeah."

Dia tersenyum sedikit dan mengangkat tangannya untuk memberikan rasa terima kasih kepada ibunya. Namun, sikap baik ini berujung pada hasil yang tidak dia harapakan. "KYAA!" Yasuko berteriak dan mulai berguling-guling, dan akhirnya mengucapkan kalimat itu. Akhirnya dia mengucapkan kalimat itu!

"Ryuu-chan keren sekaliii~! Kau makin kelihatan seperti ayahmu sekarang!"

"!!!"

...dia ucapkan itu.

Dengan diam, Ryuuji menutup pintu dan menatap langit. Dia memutar matanya ketika dia merasa tersedot ke dalam pusaran di bawahnya. TIDAK! Aku tidak mau itu! Aku tidak mau itu! Diam!

Itu! Salah satu hal yang tidak mau aku dengar. Terutama hari ini.

Kau terlihat seperti ayahmu --- sepertinya Yasuko tidak mengerti bahwa kalimat ini telah banyak menyiksa Ryuuji. Itu jugalah alasan kenapa dia membeli majalah seperti itu dan mencoba untuk membuat poninya "mengembang lembut".

Akhirnya Ryuuji meninggalkan rumah dan berjalan menuju sekolahnya dengan berjalan kaki. Wajahnya kelihatan tegang. Tapi, dia masih berjalan dengan langkah lebar seakan-akan sedang menaiki angin. Dia menghela napas dan memegang poni untuk menutupi matanya. Ini adalah kebiasaan Ryuuji. Memang benar, sumber penderitaan Ryuuji tidak lain tidak bukan adalah matanya.

Matanya buruk! Tidak ada hubungannya dengan penglihatan Ryuuji yang sempurna. Tapi penampakkannya; mata itu kelihatan garang.

Tahun lalu, Ryuuji tumbuh dengan cepat, sekarang dia kelihatan gagah. Walaupun dia bukan pemuda yang bisa disebut sangat tampan, dia juga tidak bisa disebut bertampang kuper ...Ahem. Bagaimanapun, dia tidak tidak jelek, meski tidak ada yang bilang begitu; setidaknya itulah yang Ryuuji pikirkan.

Tapi matanya itu bukan ganas sembarangan, ini bukan bahan bercandaan lho. Mata Ryuuji agak miring ke atas dan didominasi oleh bagian putih sedangkan pupilnya hanya kecil. Tentu saja ini hanyalah dasarnya, bukan itu bagian terburuknya. Karena matanya besar, bagian putih itu selalu memantulkan tatapan yang kuat dan menusuk, dan pupilnya akan bergerak tajam seakan ingin memotong musuh di depannya, walaupun itu bukan kemauan Ryuuji. Inilah yang menyebabkan orang kabur dengan cepat saat kontak mata dengannya. Nyatanya, ketika melihat foto berkelompok, dia tidak menyadari bahwa itu foto dirinya, "Geez, kenapa dia kelihatan kesal ...Ah, itu aku?"

Sebaliknya, hal ini mungkin karena kepribadiannya yang kasar. Cara bicaranya tidak halus, ada hubungannya dengan sensitivitas tingkat ekstrim yang dimilikinya. Inilah yang membuatnya jarang bercanda atau mengatakan hal-hal bodoh. Mungkin karena itu, atau mungkin juga karena dia harus hidup dengan orang seperti Yasuko, yang membuatnya kehilangan keahlian dan rasa kepercayaan. Di atas segalanya, Ryuuji meyakinkan diri bahwa ini untuk melindungi dirinya sendiri.

Tapi, hasilnya...

"Ta-Takasu-kun...! Apa kau ingin melawan guru!? Se, seseorang! Ambilkan tongkat itu!"

Tidak! Aku cuma ingin minta maaf karena lupa menyerahkan pekerjaan rumahku.

"A, a, a, a, aku minta maaf... Aku tidak bermaksud untuk menabrakmu! Itu karena dia yang mendorongku ke arahmu!"

Siapa sih yang marah hanya karena disenggol pundaknya?

"Aku dengar Takasu-kun merusak upacara perpisahan sekolah lain saat dia masih SMP, bahkan dia membajak ruang siaran!"

Berhenti membuatku terdengar seperti berandalan yang badung!

" --- Apakah kesalahpahaman ini akan terus berulang?" Mengingat semua ingatan yang menyakitan itu Ryuuji pun hanya bisa menghela napas.

Nilainya tidak buruk, dan dia tidak pernah telat atau bolos. Tidak pernah berdebat dengan orang lain, apalagi berkelahi. Singkatnya, Ryuuji hanyalah pemuda biasa. Walaupun begitu, karena matanya yang garang, dan cuma itu, semua orang menyimpulkan bahwa dia itu berandalan mengerikan --- dan karena keluarga satu-satunya bekerja sebagai pelayan di malam hari juga secara tidak langsung menyimpulakan hal itu.

Setelah setahun sekelas dengan teman-temannya, sebagian besar kesalahpahaman itu telah terselesaikan. Satu tahun itu tidak sebentar, terutama untuk anak SMA. Masalahnya, segala sesuatu dimulai lagi hari ini, ditambah usahanya untuk merubah image juga gagal total.

Masih ada yang dia harapkan dari pergantian kelas itu, karena Ryuuji ingin satu kelas dengan seseorang. Tapi ketika dia ingat siksaan yang akan dia dapat setelahnya, harapan yang naif itu langsung menyusut separonya. Belum lagi mulut besar Yasuko. Bukan, bukan itu! Dia akan menyalahkan semuanya pada gen sang ayah yang merepotkan!

"Ayahmu ya? Dia ada di surga sekarang. Ayahmu itu lumayan keren lho, biasanya dia suka mengusap rambutnya ke belakang, sepatunya yang tajam selalu mengkilat, dan dia selalu memakai kalung emas pan~jang di lehernya sambil memakai baju santai dan Rolex. Di dalam, dia selalu menyelipkan majalah tebal.

"Untuk apa? Saat Ya-chan tanya itu, dia bilang 'Jadi aku tidak perlu cemas akan di tusuk.' Ahhh~ Aku terharu~!"

Yang dapat Ryuuji pikirkan hanyalah betapa Yasuko mengaguminya, dan ada foto ayahnya yang tertinggal. Pose ayahnya persis seperti yang dibilang Yasuko. Berdiri dan kelihatan bangga, sambil mengapit tas di ketiaknya. Dia juga memakai kemeja putih yang terbuka dan tampak flamboyan. Ada dua cincin emas di jarinya bahkan dia memakai anting berlian di satu telinga. Wajahnya sekan berkata "Kau bicara padaku?", dengan dagu menunjuk ke bawah ke arah kamera. Salah satu tangannya memegang dada ibunya, yang kelihatan lebih muda dari sekarang. Sang ibu, dengan perut yang membesar karena hamil, tersenyum bahagia. Ayahnya bahkan punya gigi emas yang terlihat saat dia tersenyum.

Sebenarnya dia lumayan lembut, dan serius, dan tidak akan melukai orang biasa, setidaknya itulah yang akan dikatakan Yasuko, tapi kenapa oh kenapa orang yang lembut dan serius seperti itu menjadi seorang gangster!? Dan siapa juga di dunia ini yang menghamili gadis SMA?

Yang lebih penting, mata itu... Jika ada yang ditatap oleh mata itu, pastinya mereka akan segera menyerahkan dompet dan berharap tidak akan terjadi apa-apa. Mata itu hanya digunakan untuk satu: pemerasan dengan kekerasan. Lalu, objek itu sekarang bersarang di wajahnya. Tiba-tiba Ryuuji merinding. Jika dia saja berpikir begitu tentang ayahnya, tidak heran orang-orang masih saja salah paham dengan dirinya!

Ngomong-ngomong, masih ada kemungkinan bahwa ayahnya masih hidup. Menurut Yasuko, saat sedang kabur, dia dikeroyok sampai jadi bubur lalu di buang ke pelabuhan Yokohama. Namun, tidak ada kuburan, altar, artefak, tulisan, bahkan tidak ada tubuh; tidak ada catatan bahwa hal itu pernah terjadi. Kadang-kadang saat mabuk Yasuko akan bercanda, "Aku membayangkan akan seperti apa tampang Ryuu-chan kalau tiba-tiba melihat ayahnya pulang? Hohohoho, bercanda!"

Mungkin ayah sedang bermeditasi di ruangan yang sangat dingin! Sebagai anaknya, aku merasa ---

"Hei, Takasu! Pagi! Pagi yang cerah bukan?"

Mendengar ada yang memanggilnya dari belakang, Ryuuji berbalik dan mengangkat tangannya, "Oh, Kitamura. Pagi!"

Mau gimana lagi, kalau aku berhenti dan menunggu temanku, orang-orang akan berpikir kalau aku akan mencekiknya sampai mati. Diam-diam Ryuuji menimbang hal ini. Salah paham itu tidak bisa dihindari, dan jika terjadi dia harus menjelaskan sebaik yang dia bisa. Selama dia berusaha, orang-orang akan mulai mengerti. Walaupun merepotkan. Hanya itulah yang dapat dia lakukan!

Menatap langit yang biru dan cahaya matahari menyilaukan membuat Ryuuji mengernyitkan matanya. Hari ini cerah, tidak ada angin. Bunga sakura sedang gugur pada saat ini dan dengan lembut jatuh di kepala Ryuuji.

Ryuuji melanjutkan penderitaan itu dan melangkah ke depan dengan sepatu hitamnya yang mengkilat. Cuacanya memang cocok untuk Upacara Pembukaan.

* * *

"Aduh! Kita sekelas sama Takasu, gawat!"

"Dia kelihatan mengintimidasi, mengerikan!"

"Jadi, ada yang mau bicara kepadanya?"

"Tidak, bukan aku pastinya."

"Ayo hampiri dia. Hei! Jangan dorong...!"

Katakan apapun yang ingin kau katakan, aku sudah tak peduli.

Ryuuji memasuki kelas itu sesantai mungkin, mengabaikan pandangan teman sekelasnya, dan duduk di kursinya dengan punggung menghadap mereka sambil mentap ke kejauhan dengan mata yang tajam. Menjilat bibrnya yang kering, kakinya mulai bergoyang dengan sendirinya. Bagi orang yang sekedar lewat, dia pasti terlihat seperti predator ganas yang sedang mengincar mangsa.

"Seperti biasa ya? Kelihatannya ada yang salah paham lagi disini. Yah, tidak masalah, semua akan paham nanti! Lagian, aku ada di sampingmu, belum lagi banyak anak-anak dari kelas A disini."

"Oh, tak masalah kok, aku tidak terlalu peduli."

Ryuuji membalas temannya, Kitamura Yuusaku, sambil tersenyum lembut, mereka sekelas lagi tahun ini. Sejujurnya, mood Ryuuji sedang bagus sekarang, tapi bukan dengan cara menjilati bibir sebelum menerkam mangsanya. Moodnya sangat baik sampai-sampai dia ingin tersenyum dari telinga ke telinga dan siap meledak seperti roket. Alasan kebahagiaan ini bukan karena hubungannya dengan Kitamura. Kepada teman seperti dia, Ryuuji akan tersenyum lembut dan berkata, "Kelihatannya kita sekelas lagi Kitamura!" Bukan, alasan kenapa dia seperti roket adalah ---

"Oh! Kitamura-kun! Kita sekelas lagi tahun ini!"

--- dia.

"Huh? Ah! Kushieda, kau juga di kelas C?"



"Eh!?" Kau baru tahu? Kejam! Setidaknya lihat dulu daftar pembagian kelas pada hari pertama di sekolah!"

"Maaf. Kebetulan, berarti kita punya banyak waktu untuk mengurus pertemuan klub kita!"

"Ahaha, benar sekali! Oh, Takasu-kun ...kan? Masih ingat aku? Aku sering muncul di depan Kitamura-kun dari waktu ke waktu," dia berhenti.

"..."

"Ah, um, boleh aku panggil kamu Takasu-kun?"

"...Ah..er..."

Pada saat itu, seperti ada malaikat yang menampakkan diri. Di depan mata Ryuuji ada senyum yang bersinar seterang matahari dan sehangat sinar mentari yang biasanya masuk dari jendela selatan di rumahnya, menyinari semua yang ada dalam jarak pandang. Begitu terangnya sampai-sampai Ryuuji kesulitan membuka mata.

"Kushieda Minori, kan?"

AHH! Sialan! Harusnya aku bilang yang benar! Tapi! Suaranya terdengar dingin. Ryuuji ingin berteriak. Kenapa aku hanya menjawab seperti itu? Memangnya tidak ada yang lebih baik ya!?

"Wow! Kamu ingat nama lengkapku, sennagnya!" Dia berhenti sejenak, "Ya ampun! Ada yang memanggilku dari sana! Aku pergi dulu, Kitamura-kun. Sampai jumpa di pertemuan klub! Jadi jangan lupa datang! Takasu-kun, ayo mengobrol lagi di lain waktu!"

Melihatnya berbalik, Ryuuji mengangkat tangannya pelan dan canggung, tapi terlambat. Dia sudah menghilang.

Dia bilang senang. Dia bilang kami akan bicara lagi nanti.

Akhirnya harapannya terkabul, sekelas dengan Kushieda Minori.

Dia bilang senang. Dia bilang kami akan bicara lagi nanti.

Dia bilang, senang...

"Takasu?"

" ---Whoa!?" Tiba-tiba Kitamura muncul di wajahnya, membuat dia jatuh dari kursinya.

"Kenapa kau nyengir-nyengir begitu?"

"Bukan, bu, bukan apa-apa."

"Benarkah?" Kitamura mendorong kacamatanya dengan jari tengah. Ryuuji merasa bersyukur dari lubuk hatinya yang paling dalam, karena Kitamura adalah satu-satunya orang di dunia yang tahu apakah dia tersenyum atau tidak. Ada satu hal lagi yang membuatnya bersyukur kepada Kitamura.

"...Kitamura, kau," Ryuuji kesulitan merangkai kata. "Gimana ya bilangnya. Er-sepertinya kau mudah sekali untuk berbicara dengan gadis-gadis," Ryuuji hampir-hampir berbisik, "seperti Kushieda-san!"

"Huh? Apa maksudmu?"

Mata di belakang kacamata Kitamura membesar. Dia bukannya rendah hati, malah dia kelihatan terkejut. Sepertinya dia tidak sadar. Ryuuji memutuskan untuk menahan apa yang ingin dia katakan kepada orang bebal ini.

Percakapannya dengan Kushieda beberapa saat lalu terdengar "alami". Bukan hanya tadi saja, sejak tahun lalu Kitamura selalu bisa dengan alamiah mengobrol dengannya. Terlebih lagi, mereka berdua berada pada klub yang sama, softball! Ryuuji selalu ada disana, berusaha untuk memberikan senyum lembut atau menerima salam darinya; itu adalah usaha yang bisa membuat orang berlinang air mata.

Sepakbola sebagai metaphornya, Ryuuji adalah garis pertahanan tengah yang susah mendapat peluang untuk berpartisipasi dalam penyerangan. Juga karena selalu berada dekat Kitamura dan mengamati percakapannya dengan Kushieda lah maka Ryuuji jadi menyadari bahwa gadis itu manis dan dia menyukainya dan ingin berteman dengannya.

Ekspresinya yang ceria.

Badannya yang kelihatan lembut dan gerakan yang berlebihan.

Senyumnya yang tampak tak berdosa dan suara yang jernih.

Walaupun penampilan Ryuuji mengerikan, dia masih mau bergembira di dekatnya, bahkan sampai hari ini.

Itulah Kushieda Minori.

Bagi Ryuuji, agar seorang gadis bisa menjadi pacarnya, gadis itu harus bisa memikat matanya dan bersinar seperti cahaya matahari. Enerjik dan terus terang adalah yang terpenting untuknya, begitulah gadis sebenarnya. Tapi tetap saja ---

"Apa yang kau bicarakan? Bagaimana mungkin aku bisa bicara alamiah dengan para gadis? Kau tahu betul mereka memanggilku apa!"

Ryuuji hanya bisa menghela napas. Irinya! Hanya dengan melihat cara Kitamura bicara saja sudah cukup untuk membuat matanya berdarah. Tapi, Kitamura masih terus melanjutkan, "Aku tidak ahli sama gadis. Sepertinya aku tidak bakal dapat pacar seumur hidupku."

Walaupun dia ingin menjawab "Sepertinya tidak...", saat melihat temannya yang bersinar bak bangsawan itu, Ryuuji menelan apa yang ingin dia katakan. Apapun yang akan dikatakannya tidak akan dimengerti oleh Kitamura. Tiba-tiba Ryuuji merasa gelombang depresi datang menerpa.

Memang benar para gadis memanggil Kitamura "Maruo", seperti "Tuan Baik Hati" dari Chibi Maruko-chan. Mungkin ada kesamaan, makanya dia dijuluki itu. Lalu, dia juga memiliki banyak kebiasaan: kacamata, kepribadian yang terus terang, nilai yang sempurna, dia bukan cowok buaya, dan lumayan tradisional. Di situasi yang benar, dia akan berkata "Itu benar"; dia adalah laki-laki yang bisa membuat suasana gembira di kelas. Dia juga adalah ketua kelas dan wakil ketua OSIS, dan calon kuat ketua klub softball berikutnya.

Wajahnya bukanlah masalah. Tidak. Kalau diperhatikan, dia sangat tampan. Digabung dengan kepribadiannya luar dan dalam, serta kemampuan untuk membuat orang senang, tidak ada yang bisa dibenci dari dirinya. Jadi, walaupun dia berkata bahwa banyak gadis mengejeknya, itu bukan karena mereka membencinya.

Ah, jadi begitu, Ryuuji akhirnya mengerti. Kau dipikir-pikir Kitamura lumayan terkenal di kalangan para gadis, bukan hanya Kushieda; dia bisa dengan alamiah bicara dengan gadis manapun. Kapanpun para gadis melihatnya, mereka akan menyingkir sambil berkata, "Ah~ Aku satu kelas lagi sama Maruo!" yang dijawab Kitamura dengan santai, "Oh? Ada masalah?"

Tapi dia berkata bahwa dia tidak ahli sama gadis. Kan mereka tidak takut padanya seperti para gadis itu takut padaku. Saat Ryuuji sedang berpikir keras, dia mendengar seseorang berkata "Whoa, mengerikan."

Lihat? Sama saja! Ryuuji membaringkan kepalanya di atas meja dan mengabaikan suara-suara itu. Baru beberapa saat yang lalu dia melayang ke bulan hanya karena sekelas dengan Kushieda Minori, jadi dia tidak terlalu mempedulikan apa yang dipikirkan orang lain.

"Wajahnya dahsyat. Apa kubilang, orang ini bukan orang sembarangan."

"Whoa, lihat matanya. Jika kau membuat kesal pemilik mata itu maka kau akan dibunuh!"

Sepertinya mantera telah hancur dan Ryuuji mulai mendengar bisikan jahat yang semakin bertambah.

Mungkin sebaiknya aku sembunyi di kamar mandi sampai wali kelas datang, pikir Ryuuji. Itu akan menjernihkan pikirannya.

Jadi dia berdiri, dan saat hendak keluar pintu dia merasa sesuatu menabrak perutnya. "Hmm...?"

Ryuuji merasa telah menabrak sesuatu, tapi tidak ada apapun dihadapannya. Aneh. Ryuuji menggerakkan matanya, tapi yang hanya dapat dia lihat ---

Para murid mulai berteriak,

"Ih! Memang hebat Takasu-kun; apakah dia akan bergerak duluan?"

"Pertarungan hidup-mati sudah dimulai? Saat aku melihat pembagian kelas aku tahu bahwa ini adalah kelas yang buruk."

Yang dapat Ryuuji lihat hanyalah teman sekelas barunya yang saling berbisik. Apakah mereka membicarakanku? Tapi, kenapa?

Salah satu murid memberi judul, "Clash of the Titans. Hmm?"

"Kita sudah menyaksikan acara puncak."

Semua orang berbicara aneh. Clash of the Titans? Acara puncak? Apa sih yang mereka bicarakan? Ryuuji memiringkan kepala mencoba untuk mencari tahu apa yang terjadi.

"Apa kau tidak akan meminta maaf setelah menabrak seseorang?" Dia mendengar suara dingin dari suatu tempat. Suara yang aneh dan tenang itu seperti sedang menahan emosi yang hampir meledak. Tapi dia tetap tidak tahu darimana asalnya.

"Huh?"

Suasana menjadi gelap. Ryuuji menoleh ke kanan, tidak ada siapapun; dia menoleh ke kiri, tidak ada siapapun juga; takut-takut, dia melihat ke atas. Syukurlah tidak ada apapun juga disana.

"Berarti --- "

Datangnya dari bawah. Persis di bawah matanya, di bawah dada Ryuuji, ada kepala. Hal pertama yang dia pikirkan adalah gadis itu terlihat sepeti boneka.

Lalu, dia kecil. Rambutnya yang panjang terlihat lembut dan menutupi badan kecil si Palmtop Tiger. "Palmtop Tiger?"

Julukan itu tiba-tiba muncul di benak Ryuuji, sehingga dia mengucapkannya dengan keras tanpa berpikir. Sepertinya dia mendengar itu dari sesorang yang berbisik di sekitar situ.

Palmtop Tiger!?

Berarti...

"Siapa--"

Apakah itu sebutan boneka kecil ini? Karena dia cukup kecil untuk cukup di telapak tangan (palm), tapi kenapa disebut harimau (tiger)?

" --siapa yang kau sebut Palmtop Tiger?" Ini bukanlah waktu untuk berpikir terlalu lama, karena saat gadis itu mengangkat dagu, dan matanya...

"WHOA!!"

Hanya dalam waktu tiga detik. Hening, mungkin itu hanya imajinasi Ryuuji saja. Seketika, rasanya seperti vakum yang terjadi karena gelombang kejut sesudah ledakan. Suara-suara mulai terdengar dan Ryuuji pun menyadari bahwa dia telah jatuh ke lantai. Bukan hanya dia, beberapa teman sekelasnya juga ikut jatuh dan mengerang, sedangkan yang lainnya sudah siap-siap kabur.

Apa yang terjadi? Ah, aku tahu. Tidak terjadi apapun. Hanya ada gadis ini di depan matanya ---

"Orang yang menyedihkan."

Yang dia lakukan hanyalah menatap Ryuuji dengan dua matanya yang besar, itu saja.

Itu saja. Tapi dalam beberapa detik Ryuuji sudah terjatuh karena takjub. Pikirannya kosong, badannya tidak bisa bergerak hanya karena tekanan dari gadis itu. Ryuuji jatuh karena tatapan tajamnya, atau lebih tepatnya, dia terjatuh karena aura yang memancar dari matanya, sehingga dia jatuh ke lantai.

Perbedaannya terlalu besar, levelnya sungguh berbeda. Untuk orang yang matanya juga mengintimidasi, Ryuuji benar-benar kalah.



Inilah pertama kalinya Ryuuji memahami arti dari mata yang garang. Di dalamnya terdapat jati diri, juga keganasan; lebih tepatnya "keinginan untuk membunuh."

"Hmph." Beberapa detik yang terasa berabad-abad, Ryuuji merasa pandangan matanya tidak akan berubah walaupun dia ditusuk di jantung.

"Naga...? Menyedihkan." Dia membuka bibirnya yang semerah ceri dan melontarkan kata-kata itu seperti peluru yang terasa kekanakkan. Tangannya yang mungil dengan kasar mengibaskan rambutnya yang bergoyang dan menatap Ryuuji dingin.

Imut, tapi juga menakutkan. Wajahnya pucat dan putih, rambut hitamnya panjang, lengan dan kakinya kecil, sedangkan pupilnya yang bersinar dibingkai oleh bulu mata yang lentik. Sangat menggemaskan seperti permen tapi mengandung racun, indah seperti bunga tapi bisa membunuh hanya dengan baunya saja.

Saat menatapnya, Ryuuji bisa merasakan ada predator yang keluar dari mata itu. Tentu saja itu hanya ilusi, tapi rasanya lebih nyata. Predator itulah yang menjatuhkan Ryuuji dan mengaum dengan suara yang bergetar sampai ke darahnya. Suara itu seakan berkata, "Aku bisa menghabisi kalian kapan saja." Cakar yang tajam dan taring dengan perlahan menghampirinya, menguarkan bau yang seakan haus darah serta aroma monster. Dibandingkan dengan badannya yang mungil, ilusi besar yang mengelilingi Ryuuji itu adalah...harimau.

"Ah, ahh-ah, ah, ahhh...be-benar." Tanpa disadari Ryuuji mengangguk-anggukan kepala dan menepukkan tangannya. Jadi itu kenapa dia disebut Palmtop Tiger! Siapa ya yang sudah memberi nama itu, tapi ---

" --- Bukankan itu nama yang bagus?"

Dan pas pula, aku kagum. Gadis itu memandang Ryuuji sekilas, dan pelan berkata "naga", dan memandangnya hina.

Tidak sulit untuk tahu kenapa. Entah karena jatuh atau karena dikoyak oleh hantu harimau, jaket Gakuran Ryuuji terbuka. Dia memakai kaos "Soryuu (Naga Bangkit)" berwarna cerah yang dibelikan Yasuko. Bukannya Ryuuji mau memakai kaos itu, tapi karena bajunya yang lain sedang dicuci, lagipula Ryuuji tidak menduga akan ada yang mau melihat kaos yang dikenakannya.

Merasa malu, Ryuuji cepat-cepat menutupi dadanya, seperti gadis yang diserang oleh orang jahat. Pada saat itu, dia melihat ada yang mendekati gadis itu.

"Kau telat, Taiga! Kau tidak ikut Upacara Pembukaan, kan?"

"Ketiduran. Ah, aku senang bisa sekelas sama Minorin lagi tahun ini."

"Ya! Aku juga!"

Tidak lain tidak bukan, dialah Kushieda Minori. Dia memanggil Palmtop Tiger "Taiga", bahkan tersenyum sambil mengusap rambutnya, sedangkan si Palmtop Tiger juga memanggilnya "Minorin". Melihat ini semua, Ryuuji mulai mendengar bisik-bisik disekitarnya.

"Jadi Ronde 1 dimenangkan oleh Palmtop Tiger Aisaka?"

"Sepertinya cuma penampilan Takasu saja yang mengerikan, dia bukan berandalan!"

"He? Benarkah?"

"Itulah kenapa dia kalah, lagipula kalau urusan keganasan, gadis itu jagonya!"

Sepertinya kesalahpahaman ini akan lebih cepat terselesaikan dari yang diharapkan, namun...

* * *

Si Palmtop Tiger punya nama yang menakjubkan, Aisaka Taiga. Tingginya 145 cm. Aisaka taiga dan Kushieda Minori adalah sahabat baik. Dari bisikan yang terdengar, ayahnya adalah seorang mafia. Ada juga cerita lain bahwa ayahnya adalah master karate dan memimpin dunia gelap di Amerika. Ada juga cerita bahwa dia sendiri adalah ahli karate tapi diusir dari dojo karena menyerang gurunya.

Kembali ke saat dimana dia baru masuk sekolah, banyak orang yang tertipu kecantikkannya dan banyak pemuda yang berbaris untuk menyatakan cinta. Tentu saja, mimpi mereka langsung hancur saat diintimidasi, digigit, dan dimusnahkan... Apa beberapa orang yang tidak akan pernah pulih dari hinaannya yang tidak kenal ampun. Kemanapun Aisaka pergi, langkahnya berlumuran darah dari mayat para murid laki-laki.

Banyak rumor buruk mengenai Aisaka Taiga. Apakah rumor itu benar atau tidak, tidak ada keraguan lagi bahwa dia adalah makhluk yang paling berbahaya di sekolah. Perlu beberapa hari setelah Upacara Pembukaan bagi Ryuuji untuk menyadari beberapa hal.