Walaupun dimulai dengan kehebohan, kehidupan Takasu Ryūji sebagai siswa kelas 2 SMA berjalan lumayan lancar.
Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan.
Gosip bahwa "Takasu-kun adalah berandalan" telah hilang lebih cepat dari apa yang dibayangkan oleh Ryūji yang pesimis. Untungnya, banyak teman sekelas lama Ryūji, termasuk Kitamura, yang sekelas lagi dengannya tahun ini. Pentingnya lagi, dia telah dikalahkan oleh Palmtop Tiger dalam hitungan detik, sehingga orang-orang langsung berpikir bahwa dia hanyalah 'pemuda normal' (bahkan Ryūji ingin berterima kasih kepada Aisaka Taiga dari lubuk hati yang paling dalam karena hal ini).
Kedua, dia menghindari posisi sebagai pengurus kelas dan bangkunya yang dipilih melalui undian, yaitu bangku ketiga dari depan dan di pinggir jendela, adalah lokasi yang tepat untuk bersantai. Wali kelasnya sama dengan tahun lalu (Koigakubo Yuri, 29 tahun, dan lajang); selain alasan kenapa ia masih lajang di umur segitu, Ryūji tidak ada masalah dengan gurunya itu.
Selain itu...
"…Jika aku melakukan itu bagian ini akan mengeras! Apa ya namanya? Bagian dekat pinggir ini lho? Tapi karena bagian tengah masih lembek, ketika aku menuang jelly itu lewat pinggir seperti ini, aku harus…"
"Ow!"
"Wah, Takasu-kun! Maafkan aku…"
Alasan yang paling penting adalah ini:
Mataharinya, Kushieda Minori, sekarang menjadi teman sekelasnya. Alasan ini saja telah membuat hidup Ryūji berwarna seperti mawar dan menyilaukan seperti sinar mentari… Walaupun dia secara tidak sengaja menusuk mata Ryūji, kilauannya tetap tidak berkurang.
"A, apa kau tidak apa-apa? Maafkan aku, aku tidak sadar kau ada di belakangku! Uwaa.. Apakah jari tengahku menusuk matamu?"
"… Jangan khawatir, tidak masalah kok."
"Maafkan aku! Hmm, sampai dimana kita tadi? Oh ya, kalau aku harus menuang jelly di dalam ember seperti ini…"
"Ow!"
"Wah…! Sepertinya aku menusukmu lebih dalam! Maafkan aku!"
Tak apa, aku baik-baik saja, Ryūji melambaikan tangannya. Bahkan ini adalah anugerah buatnya. "Maafkan aku, maafkan aku!" kata Minori sambil menundukkan kepalanya, yang menguarkan wangi yang bahkan tak dapat ditolak oleh lalat sekalipun. Apapun yang terjadi, Minori yang sedang meminta maaf hanya menatapnya seorang, jadi, walaupun matanya tertusuk dua kali, itu hanyalah harga murah yang harus dibayar untuk menikmati anugerah seperti ini.
Ryūji tidak berharap Minori akan berbicara padanya. Dia sudah akan bahagia jika Minori berbincang di sekitarnya karena dia bisa mendengar suara Minori yang imut. Sewaktu menjelaskan betapa besar ember itu, dia membentuk tangannya seperti lingkaran; dan tiap kali dia akan menatap Ryūji (walaupun cuma bola mata Ryūji saja).
Tapi, ember apa sih yang sedang dia bicarakan? Menyadari ekspresi Ryūji yang kebingungan dia menjelaskan,
"Kami sedang membicarakan puding yang aku buat menggunakan ember."
Minori menggenggam jarinya (semoga kali ini aku tidak menusuk siapapun!) sambil berbicara dengan nada serius. Walaupun sepertinya 'menjelaskan' bukanlah kata yang tepat…
"Apa Takasu-kun suka puding?"
Dia berbicara kepadaku! Hati Ryūji mulai berdetak kencang sampai-sampai dia tidak bisa berkata-kata, gugup membuatnya gila. Padahal dia telah lama menunggu kesempatan ini..
"…Er…"
Hanya itu yang bisa dia ucapkan. Mungkin dia berpikir betapa membosankannya orang ini… Pasti dia tidak mau berbicara dengan orang seperti ini… Sewaktu Ryūji panik memikirkan apa yang harus dilakukan, Minori terus berceloteh tentang keinginannya untuk membuat puding di dalam ember.
"Tapi aku belum berhasil. Mungkin karena terlalu besar, jadi sulit untuk menyatukan jelly itu… Oh ya, aku bisa menunjukkannya padamu Takasu-kun! Sebagai permintaan maaf karena telah menusuk matamu!"
"Eh? …Me…Menunjukkan padaku?"
Apa dia mau aku mencicipi pudingnya? Mata Ryūji makin menajam saat menatap senyum manis Minori. Minori mengangguk dan menjawab,
"Ya, aku akan menunjukkannya padamu. Biar ku ambil."
Apakah aku bisa lebih beruntung daripada ini? Aku bahagia mataku ditusuk! Sambil melihat Minori yang berjalan ke bangkunya dengan gembira, tiba-tiba Ryūji merasa ingin kabur.
Jika dia benar-benar membawa puding itu aku harus berekspresi seperti apa saat memakannya? Sekarang bukan waktu makan siang, jadi aneh kalau harus memakan puding itu dengan rakus. Lagipula, jika dia membawa puding, haruskah aku makan langsung? Atau berterima kasih dan memakannya nanti?
"Sial… A, Aku tidak tahu lagi…!"
Gugup, dia mengusap wajahnya. Apapun yang terjadi, aku harus membersihkan mejaku. Dia telah memutuskan untuk makan di tempat.
Merasa bersemangat, hati Ryūji berdetak makin kencang. Dia mengalihkan pandangan dari Minori, yang baru saja kembali, karena terlalu menyilaukan untuk dilihat secara langsung. Minori tersenyum ceria dan memiringkan kepalanya sambil berdiri di dapan Ryūji, kemudian…
"Ini dia, Takasu-kun,"
Dengan suaranya yang lembut Ryūji berpikir bahwa dia bisa melihat bentuk hati muncul setelah dia berkata 'Takasu-kun.' Mengangkat kepalanya pelan Ryūji menerima benda yang diberikan kepadanya dengan sopan.
"…Ah, um. Ini…"
Benda itu lebih tipis dan ringan dari apa yang dia bayangkan…
"…Ini foto yang hebat…"
"Tapi kelihatan menjijikkan bukan?"
Jadi dia menunjukkan foto, bukan puding. Walaupun benda yang terlihat di foto kelihatan menjijikkan, foto itu tetap hebat. Di atas tikar plastik ada ember besar yang berisi krim kuning kecoklatan… Tidak, kelihatannya lebih seperti lendir. Walaupun berkata seperti ini akan menyinggung minori, itu tidak terlihat seperti puding. Di foto kedua, lendir itu dituang dengan pelan dan lengket, membuat tempat disekitarnya ternoda cairan padat dan encer. Lalu di foto ketiga…
"Bahkan baunya aneh… Kurasa karena embernya tidak dicuci dengan bersih!"
Minori berlutut di satu kaki sambil makan lendir itu dengan sendok yang besar. Aku mau foto itu! Saat Ryūji baru saja memikirkan hal itu…
"Makasih sudah mau lihat! Aku masih harus menunjukkan ini ke Taiga juga. Eh? Kemana dia? Tadi dia masih ada disini."
Minori mengambil kembali fotonya dan dengan cepat meninggalkan Ryūji dan berlari untuk mencari si Palmtop Tiger, Aisaka Taiga. Berakhirlah sudah anugerah tersebut.