Hari masih pagi, rasanya masih terlalu awal bagi Soraya untuk merasakan ketakutan yang teramat sangat. Namun apalah daya, dia sudah terpojok oleh posisi Reyhan di atasnya. Ya, Reyhan sudah mulai menghujaninya dengan kecupan di sekitaran telinga dan juga lehernya.
Tidak seperti biasanya. Kali ini Soraya merasa jijik dengan sentuhan itu, bukan menikmatinya. Sudah berkali-kali dia menepis, menolak, berteriak, bahkan memohon, tetapi Reyhan terus saja menindihi tubuhnya, mengunci kedua tangannya terbentang. Reyhan menikmatinya.
Mungkin, andaikan itu Liam yang menikmati tubuhnya, Soraya akan ikut bersantai menikmati permainan. Namun sayangnya, saat ini Reyhan yang melakukannya, dan dengan cara yang sedikit kasar.
"Sudah lama kita pacaran, tapi sekalipun kita belum pernah bermain," bisik Reyhan lalu membasahi daun telinga Soraya dengan lidahnya. Sontak membuat wanita itu bergidik ngeri.
Soraya merintih memohon untuk menghentikan permainan itu. "Rey, please, berhenti. Aku mohon." Suara wanita itu terdengar lirih dan juga bergetar. Dan perlahan bulir air mata muncul di sudut matanya yang terpejam. Kemudian mengalir hingga ke telinganya.
Soraya menangis pilu. Dia tidak mengira Reyhan akan melakukan itu padanya dengan cara yang tidak wajar.
Mendengar suara wanita itu, bukannya menghentikan, Reyhan malah semakin membulatkan niatnya untuk melakukan hal lebih. Padahal sebelumnya, dia hanya berniat untuk menakut-nakuti Soraya saja dan membuat wanita itu minta maaf.
Lelaki itu mengangkat tubuhnya, memandangi wajah Soraya yang terlihat pucat. Sambil memejamkan matanya dengan bibir yang gemetar, Soraya terlihat menggemaskan di mata Reyhan. Dia kembali menghujani kecupan pada wajah Soraya hingga ke bibir ranum wanita itu.
Dengan sebelah tangannya, Reyhan mencengkeram kedua tangan Soraya di atas kepala wanita itu. Sambil mengecup brutal, tangannya yang satu lagi sibuk menjelajahi tubuh kencang Soraya. Sedangkan wanita itu sudah kehabisan tenaga untuk mengelak.
Air mata Soraya semakin deras berjatuhan, seiring dengan semakin brutalnya kelakuan Reyhan terhadap dirinya. Rupanya air mata itu tidak mampu meluluhkan rasa kemanusiawian lelaki di atasnya. Reyhan merobek paksa seluruh pakaian Soraya lalu menikmatinya dengan beringas.
Lantas, apakah itu disebut dengan pemerkosaan?
***
Liam melewati harinya dengan Sofia, berjalan mengelilingi kota dan mengunjungi beberapa tempat wisata yang bagus untuk sekedar berfoto ria. Membuat kenangan dengan mengambil foto bersama bukankah tidak masalah? Apalagi mereka berdua hanya berteman saja. Begitu kira-kira pemikiran lelaki yang sedang menikmati segelas ice creamnya.
Siang itu cuaca kota Jakarta memang sangat panas. 30° Celsius cukup membuat kedua muda-mudi itu bercucuran keringat setelah mengambil foto di daerah Pantai Anyer. Mengabadikan kebersamaan mereka saat ini terbilang cukup penting bagi Sofia yang tahu betul jika Liam tidak suka dengan lensa kamera.
"Mau tambah lagi ice creamnya?" tawar Sofia yang baru datang dengan sepiring burger ditangannya, lalu duduk tepat di samping Liam.
Hanya berjarak sejengkal di antara mereka, Liam menggelengkan kepala dengan mulut penuh ice cream vanilla kesukaannya.
Sofia mencuri pandang, memerhatikan Liam yang begitu lahap menikmati ice cream itu. Lama-kelamaan dia merasakan sebuah getaran yang berbeda di dekat Liam saat ini. Dan yang lebih mengherankannya lagi, jantungnya saat ini ikut berdegup kencang.
Semilir angin yang berhembus sekaligus membawa wangi parfum yang Liam kenakan, dan wangi itu sampai hingga ke lubang hidungnya. Begitu menenangkan jiwa. Bagi Sofia, saat ini duduk di pinggiran pantai, di bawah payung, dan hanya berdua saja begitu membuat dirinya senang.
"Kamu besok rencananya mau ke mana?" tanya Liam setelah menelan habis ice cream di dalam mulutnya. Lalu melirik menatap wanita di sampingnya.
Sofia yang tertangkap basah sedang menatap Liam menjadi salah tingkah. Dengan cepat dia membuang pandangannya ke arah pesisir pantai, melihat deburan ombak serta embusan angin yang menabrak pohon kelapa. "Rencananya sih masih mau jalan sama kamu, tapi ntar urusan aku di sini nggak kelar-kelar." Sofia menggoda.
Mereka tertawa. Liam kembali memandang ke depan, melihat pantai lalu menghabiskan sisa ice creamnya. Kemudian meletakkan gelas ice cream itu di antara mereka berdua. Sedangkan Sofia juga sudah mulai melahap burgernya, gigitan demi gigitan.
"Masih mikirin Soraya?" tanya Sofia penuh hati-hati. Dia tidak menoleh ke arah Liam, hanya sesekali mencuri pandang.
"Enggak juga," jawab Liam singkat.
"Enggak juga berarti iya mikirin, sedikit, iya 'kan?" tawar Sofia sambil tertawa pelan.
"Enggak kok! Biasa aja." Liam berkelit.
Tawa Sofia langsung pecah begitu mendengar jawaban Liam. Lelaki itu terlihat begitu imut di matanya. Terlalu polos saat bersamanya.
"Kamu tuh ya, ada aja alasannya. Kalau mikirin ya bilang aja terus terang, ngapain disembunyiin sih?" saran Sofia.
"Ya mikirnya selintas-selintas aja, enggak yang terus-terusan." Lagi-lagi Liam berkilah. Mungkin Liam terlalu malu untuk mengakui jika pikirannya memang melayang memikirkan 'sedang apa Soraya saat ini? Apa yang wanita itu lakukan?'
Kekerasan hati Liam untuk tidak menghubungi Soraya benar-benar membuatnya kehilangan gairah. Dia tidak pernah merasakan galau seperti saat ini. Ditambah lagi dengan kegagalannya untuk mengakhiri hubungan dengan Ceril, semakin membuat pikirannya kacau.
"Ya itu juga namanya mikirin dong!" sangkal Sofia.
Liam hanya menganggukkan kepalanya, ia mengalah.
Tiba-tiba telepon Liam berdering, ia segera merogoh saku celananya, lalu mengambil ponselnya. Nama ceril tertera di layar kaca. Dengan cepat jempolnya langsung menggeser tombol merah yang ada di sana. Liam menolak panggilan telepon itu.
Sofia yang sengaja melihat itu spontan berkata, "Loh, kok dimatiin?"
Sambil menggelengkan kepala, Liam menjawab, "Enggak penting."
"Orang nelpon itu pasti penting." Sofia mencoba menengahi.
"Mana ada pentingnya. Paling juga nanya aku lagi di mana, sama siapa, trus lagi ngapain." Liam hafal betul pertanyaan Ceril setiap kali menerima panggilan telepon itu.
"Udah kek lagu aja. Kamu di mana, dengan siapa, dan sedang berbuat apa?" celoteh Sofia sambil memperagakan lagu dari band tanah air yang pernah dia dengar.
Sepersekian detik kemudian keduanya saling menoleh dan menatap tajam, lalu tertawa terbahak-bahak. Sofia memang ahlinya membuat suasana yang tadinya tegang menjadi kembali cair. Apalagi mencairkan suasana hati Liam yang tadinya kesal melihat nama Ceril muncul di layar kaca teleponnya, kini menjadi kembali normal.
Lagi-lagi telepon Liam berdering, kali ini nada deringnya terdengar lebih singkat, seperti sebuah nada notifikasi saja. Liam langsung mengeceknya, benar saja, sebuah notifikasi pesan singkat masuk. Pesan dari Ceril.
"Angkat teleponnya, aku mau bicara, penting!" Begitu isi pesan itu.
Cukup lama Liam memandangi layar kaca ponselnya yang menampilkan pesan dari Ceril. Dalam hati dan otaknya, ia masih menimbang-nimbang, apakah ia harus menerima panggilan telepon itu jika sekali lagi ceril menghubunginya? Sepenting apa yang ingin Ceril bicarakan padanya?