Chereads / NARA / Chapter 23 - NARA #23

Chapter 23 - NARA #23

Sesampainya di Rumah, Mamanya Nara segera meletakkan belanjaannya di atas meja dapur. Keringatnya terlihat menetes dari kening ke arah pipinya. Dia gemetaran, karena mengingat pertemuan singkatnya dengan Cindy di Pasar tadi.

'Kenapa Cindy masih bisa mengenaliku? Padahal sudah sangat lama kami tidak pernah bertemu lagi, sejak saat itu. Bagaimana ini? Aku tidak mau mengenalnya lagi! Aku sudah tidak peduli lagi dengan semua itu.' Pikiran Mamanya Nara sedang kacau, dia tidak bisa melakukan sesuatu lagi setelah mengingat peristiwa tadi.

"Aku fokus memasak dulu dehh, nanti malam Ara pulang pasti langsung makan. Dia kan termasuk Anak yang jarang jajan di luar. Kasihan aku kalau dia sampai di Rumah, kelaparan, tapi malah tidak ada yang bisa dimakan."

Seketika Mira bangkit dari duduknya dan mulai berkutat pada bahan - bahan masakannya. Dia ingin memberikan semangat pada Anaknya dengan cara memasak makanan kesukaan sang Anak.

Selesai memasak, Mira menghidangkannya di atas meja makan dan menutupnya kembali dengan tudung saji. Dia akan makan malam bersama dengan Nara. Dia merasa kalau dirinya sudah sejak lama tidak bisa makan bersama Anaknya itu.

Mira pun membersihkan segala perkakas yang dipakai untuk memasak tadi dan memasukkan sebagian belanjaannya ke dalam kulkas. Setelah semuanya beres, Mira pun bergegas mandi.

Setiap kali Mira sedang tidak sibuk, dia mengingat kembali bagaimana cara Cindy menyebutkan namanya dengan jelas.

'Cindy tidak boleh mengetahui keberadaanku. Tapi, bagaimana caraku menjauh darinya? Aku sudah tidak tinggal bersama Joe. Selama ini, aku bisa melakukan apa pun selama aku tinggal di Rumahnya. Meskipun Joe kasar dan sering memukulku, aku tidak kekurangan apa pun jika itu ada sangkut pautnya dengan uang. Kenapa harus sekarang aku bertemu dengannya? Kenapa di saat aku dalam keadaan ekonomi yang sulit, aku malah di hadapkan dengan dirinya?' Mira terus - menerus mengumpat dalam hati.

Mira sangat gelisah. Dia takut jika suatu saat nanti Nara bertemu dengan Cindy. Wanita itu sangat licik. Mira sangat yakin jika Cindy masih menaruh dendam padanya karena masa lalu mereka yang kelam.

Di sisi lain, Cindy malah heboh sendiri dengan kejadian di Pasar yang tidak disengaja itu. Dia sampai menelepon seseorang untuk menyelidiki keberadaan Mira.

'Aku yakin sekali kalau wanita itu adalah kamu, Mira. Dendam kita masih belum tuntas, jadi, berhati - hatilah mulai sekarang. Meskipun hal itu sudah lama sekali, aku masih belum puas jika belum berhasil membuatmu tersiksa secara perlahan. Aku akan menemukanmu, jadi bersiaplah mendapatkan ganjaran dari perbuatanmu di masa lampau.' Cindy berkata dalam hati sambil menyeringai tipis.

Cindy berdiri di balkon kamarnya sambil mengingat kembali masa - masa di mana dia mulai membenci Mira.

Flashback On

22 tahun yang lalu..

"Maaf, Kris. Aku tidak bisa menerima pernyataan cintamu itu. Kamu adalah pacar sahabatku dan kamu juga sangat memahamiku. Aku menyukai bahkan mencintai Joe sejak lama. Aku tidak akan menjalin hubungan dengan siapapun kecuali dengan dia. Sekali lagi, aku minta maaf. Dan aku ingin kamu melupakanku secepatnya, sebelum Cindy mengetahui perasaanmu yang salah ini." Mira menjauh dari Kris yang berusaha mendekat padanya.

"Asal kamu tau saja, aku mau menjadi pacar Cindy itu semua karena kamu! Kamulah alasannya, Mir! Selama aku berstatus pacarnya Cindy, kamu mulai mau menjawab dan meresponku. Aku sangat senang. Sebelumnya, kamu tidak pernah mau berbicara padaku, bahkan untuk menoleh ke arahku saja, tidak pernah!" Kris mulai kesal mendengar penolakan dari Mira.

"Lupakan aku, Kris! Aku tidak punya perasaan apapun padamu. Cindy begitu mencintaimu, kenapa kamu malah menginginkan sahabatnya lagi?" Ucap Mira dengan acuh tak acuh.

"Aku tidak bisa melupakanmu begitu saja, Mir! Aku mendekati Cindy hanya karena ingin mengenalmu lebih dalam. Tapi aku tidak tahan melihat dirimu yang terus - menerus memuja pria lain yang sama sekali tidak melirikmu! Aku bisa putus kapan saja dengan Cindy asalkan kamu mau menerima perasaanku ini, Mir. Aku mohon." Kris tetap bersikeras untuk membujuk Mira menerimanya.

"Maaf, Kris. Jawabanku tetap sama, TIDAK. Aku pergi duluan." Mira langsung berbalik dan berlari meninggalkan Kris setelah menegaskan jawabannya pada Kris. Kris hanya terdiam mematung ti tegah - tengah taman yang ada di sebelah barat Kampus mereka itu.

'Oh! Ternyata selama ini kalian berusaha membuatku seolah aku ini bodoh? Aku tidak mudah utnuk dibohongi, Mir. Kamu begitu kejam padaku. Kamu sudah berhasil mengambil hati Kris yang seharusnya menjadi milikku. Aku akan ikuti permainan kalian. Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Kris. Lihat saja nanti, aku akan melakukan segala cara asalkan kamu mrnjadi milikku, Kris."

'Aku sudah mendengar semuanya, Mir. Kamu selalu saja menjadi rebutan semua pria. Pacar sahabat sendiri saja sampai mau direbut begitu. Kamu sungguh keterlaluan Mir!' Cindy hanya bisa membatin sambil mengepalkan kedua tangannya di balik pohon rindang yang jaraknya cukup dekat dengan Mira dan Kris.

Kris adalah pria yang dicintai oleh Cindy. Cindy mengenal Kris sejak mereka menyusun karya ilmiah saat mereka dalam masa KKL (Kuliah Kerja Lapangan). Mereka sering bertemu di luar ruang Dosen. Mira tidak pernah peduli dengan siapapun selain Joe. Tatapan dan perasaannya selalu tertuju pada Joe yang sudah memiliki kekasih.

Kris tidak pernah berhasil berkomunikasi dengan Mira yang jutek itu. Jadi, dia memutuskan untuk berteman terlebih dahulu dan mendekatkan diri pada Cindy. Cara ini memang sangat ampuh. Melihat keakraban Cindy dengan Kris, Mira mulai mau mengucapkan sepatah dua kata pada Kris saat ditanyai sesuatu.

Tapi, kebaikan yang ditunjukkan Kris padanya, membuat Cindy salah mengartikannya. Cindy yang sudah terlanjur menyukai Kris pun bergerak duluan untuk mengungkapkan isi hatinya.

"Kris, aku menyukaimu. Apakah kamu mau menjadi kekasihku?" Cindy memang orangnya cantik dan periang. Berbeda dengan Mira yang jutek. Tapi, mau bagaimanapun sikap Mira padanya, Kris selalu ingin berada di dekat Mira. Karena alasan seperti itulah, Kris menerima permintaan Cindy.

Setelah dia berpacaran dengan Cindy, dia berhasil untuk mendekati Mira. Semakin hari, Mira semakin terbuka padanya. Itupun karena Mira sudah menganggap pacar sahabatnya termasuk kategori sahabatnya juga. Mira yang tidak menyadari perasaan Kris, hanya bisa bersikap baik dan terbuka pada Kris sama seperti sikapnya pada Cindy.

Setelah sebulan berpacaran dengan Cindy, Kris merasa tidak nyaman. Dia juga tidak suka melihat Mira semakin hari semakin menggila terhadap Joe. Dia tidak bisa menerima kalau Mira jatuh ke dalam pelukan pria lain, sehingga dia memutuskan untuk menyatakan perasaannya yang sebenarnya pada Mira.

Semuanya gagal dan di tolak mentah - mentah oleh Mira. Bahkan yang lebih parah, pernyataan cintanya di ketahui oleh pacarnya sendiri, Cindy. Dia tidak akan tau apa yang akan terjadi di kemudian hari karena keputusannya yang gegabah itu. Sejak saat itulah, Cindy menaruh dendam pada Mira dan mulai menyusun berbagai cara untuk membalaskan rasa sakit hati yang sudah ditorehkan oleh Mira.

Flashback Off

Drrttt.. Drrttt.. Drrttt..

Lamunan Cindy buyar dalam sekejab mata, karena ponselnya berbunyi tanda panggilan masuk. Dia pun dengan segera mengangkat telepon itu.

"Halo, ada kabar baik apa? Apa kalian sudah menemukan informasi tentang dia?" tanyanya pada orang di seberang telepon sana.

"Sudah Bos, tapi kami hanya bisa menemukan sedikit info tentang wanita itu." Jawab pria itu.

"Apa itu? Katakanlah!" Ucap Cindy dengan ketus.

"Dia menikah dengan seorang pengusaha yang suka berselingkuh dan suka memukul istrinya. Mereka memiliki seorang Anak perempuan Tomboy yang sedang berkuliah di Universitas yang sama dengan Bos Leo. Baru seminggu lebih ini dia dan Anaknya tidak lagi tinggal di Rumah pengusaha itu. Sekarang mereka berdua sudah tinggal di tempat yang masih belum kami ketahui, Bos.

Setelah mendengar jawaban Anak buahnya itu, dia sangat terkejut.

'Ternyata nasib ku sedang beruntung. Kalau aku tidak bisa menemukan tempat tinggalmu, aku akan mencaritahunya melalui Anakku yang cakap itu." Ucap Cindy yang sudah memutuskan panggilan telepon tersebut.

*****

"Ma.. Nara pulang." Teriak Nara dari depan pintu rumah sambil membuka dan mengunci kembali pintu masuk itu.

"Selamat malam, Ra. Ayuk, kita makan malam bareng. Mama sengaja menunggumu pulang untuk menemanimu makan malam. Yuk, Ra." Mira sangat menyayangi Putrinya itu.

"Lain kali Mama gak perlu sampai gak makan malam kayak gini, Ma. Nanti Mama bisa sakit. Kalau mau temeni Ara makan, gak masalah kalau Mama udah makan duluan." Ucap Nara sambil mengelus pundak Mamanya.

"Baiklah, Ra. Kali ini saja, biarkan Mama menemanimu makan malam dengan cara Mama sendiri. Mama masak makanan kesukaanmu malam ini. Jadi, Mama mau makan barenga sama Anak Mama yang keras kepala ini." Mira terkekeh kecil melihat Anaknya yang sedikit menggembungkan pipinya.

"Aahhh, Mama.." Nara masih dengan pipinya yang gembung menoleh pada Mamanya. Malam ini terasa hangat bagi mereka berdua. Kasih sayang antara Ibu dan Anak ini tidak dapat dipisahkan.

"Ini dimakan, ini juga, dan ini harus kamu makan. Jangan lupa yang ini juga harus kamu habiskan. Mama gak mau Anak Mama jadi kurus karena belajar dan bekerja terlalu keras," Mira meletakkan berbagai macam lauk pauk di atas piring Nara. Nara yang melihat aksi Mamanya itu langsung membelalakkan matanya.

Piring Nara sudah penuh dan tidak ada celah bagi dia untuk menyendokkan nasinya, "Ma.. Jangan berlebihan gitu dong. Lihatlah ulah Mama! Nasinya sampai tidak nampak lagi. Gimana caranya Nara makan kalau piringnya sepenuh ini?" Nara memperotes sang Mamanya.

"Ara, kamu jangan begitu dong. Yang semangat makannya. Kan Mama udah bersusah payah memasak segini banyak lauknya hanya untukmu, Ra. Jadi kamu yang harus menghabiskan semua ini. Mama akan makan sedikit saja." Mira mengelus pipi kira Nara dengan telapak tangan kanannya.

Nara pun tersenyum melihat senyuman dari sang Mama, "Baiklah, Ma. Ara akan makan yang banyak. Ini juga akan Ara habiskan. Tapi, Mama juga harus makan yang ini dan ini." Nara menyendokkan bererapa lauk ke atas piring Mamanya. Mira hanya terkekeh geli melihat tingkah anaknya itu.

Mereka pun makan malam dengan suasana yang dipenuhi dengan canda tawa. Selesai makan, mereka berdua bekerjasama membereskan semuanya.

"Ra, kamu ceritain sedikit sama Mama dong. Apa sebenarnya yang kamu lakukan di luar sana seharian ini? Kita kan baru selesai makan, kita duduk dulu yuk? Mama ingin tau seperti apa sebenarnya Anak Mama selama berada di luar sana." Mira memang belum pernah mengetahui secara detail mengenai keseharian sang Anak.

"Baiklah, Mama. Ara ceritakan singkatnya saja ya?" Tanya Nara dengan wajah memelas pada Mamanya. Kalau diceritakan secara keseluruhan, pastinya akan memakan waktu yang sangat lama.

"Oke, Ra. Ceritakanlah, Mama siap menjadi pendengar yang baik." Jawab Mira dengan singkat.

"Kalau pagi, Ara lebih sering masuk pukul 07.30 pagi, Ma. Pulangnya, Ara langsung ke tempat kerjaan Ara agar tidak terlambat. Sebenarnya Ara masuknya jam 11 siang. Tapi, biasanya Ara akan makan dulu sebelum jam masuk kerja di kantin kampus. Di tempat kerja, Ara kan masih magang, jadi Ara kebanyakan di suruh - suruh sama mereka. Pulangnya jam 5 sore dan Ara langsung lanjut ke tempat pelatihan bela diri yang dimulai jam 6 sore, Ma. Dan Ara pulang ke Rumah sekitar jam 8 Malam dari sana."

Mira hanya mengangguk mencerna omongan sang Anak, "Jadi, kamu benar - benar tidak dikerjai sama anggota lama di tempat kerjamu kan?" Mira menoleh dan menatap tajam kedua bolamata Nara.

"Tidak, Ma. Mereka semua baik kok. Mama jangan menduga hal yang tidak - tidak seperti itu. Oke?" Nara mengingatkan Mamanya.

"Oke, baiklah. Oh iya, gimana bilangnya ya? Apa di tempat pelatihan bela diri itu ada yang sama sepertimu? Biasanya kan jarang banget kalau cewek yang belajar bela diri."

Pertanyaan inilah yang ragu untuk dijawab oleh Nara. Kalau dia jujur, dia takut Mamanya akan langsung menyuruhnya keluar dari tempat pelatihan itu. Kalau dia berbohong, dia takut Mamanya akan marah besar jika suatu saat ketahuan bohongnya,

"Ada sih, Ma. Tapi kami beda jam latihannya. Jadi, kami jarang jumpanya." Jawab Nara dengan ragu.

"Jadi, maksudmu yang ambil kelas malam gak ada yang cewek?" Tanya Mira dengan meninggikan suaranya.

"I.. Iya, Ma.." Nara sudah gugup menghadapi Mamanya saat ini.

Mira masih diam tidak bisa berkata apa - apa lagi. Dia sebenarnya sudah tau kalau tempat pelatihan bela diri speperti itu pasti lebih banyak menampung kaum Adam daripada kaum Hawa.

"Ya sudah, kita tidur aja. Mama juga sudah lelah." Mira pun beranjak dari tempat duduknya.

"Ma, malam ini, Nara tidur bareng Mama ya?" Tanya Nara dengan wajah imutnya.

"Boleh, asal kamu tidak lasak tidurnya ya!" Ancam Mira pada Anaknya itu.

"Hehehe.. Ara kan bukan anak kecil lagi, Ma. Gak mungkin lasak - lasak lagi kalau tidur."

Mereka berdua pun berjalan bersama ke arah kamar Mira. Malam ini mereka berdu tidur dengan posisi saling memeluk melepas kegundahan dalam hati masing - masing. Mira merasa sangat nyaman memeluk Anaknya, begitu juga dengan yang dirasakan oleh Nara.