Pacific Place SCBD, Jakarta, Indonesia.
VIREN GRUB memang pantas dijuluki sebagai masternya property, mereka memiliki banyak hotel dan resort di berbagai Negara kawasan Asia Tenggara. Bahkan ViREN GRUB mulai berkolaborasi dengan perusahaan raksasa Hongkong Land untuk membangun sebuah hunian mewah di kawasan BSD city. AECOM adalah masterplanner terkenal untuk berbagai kota dan proyek prestisius. Gerbang dan country klub navapark akan didesain oleh perusahaan arsitek Axis International. Orang-orang yang hanya mempunyai label kaya saja tentunya yang bisa menempati hunian mewah ini. Beberapa konsumen jetset yang tidak mikirkan berapa nominal uang yang mereka keluarkan asalkan mereka mendapat hunian kelas atas dengan fasilitas lengkap, siap pakai dan zero-maintenance yang dirancang oleh arsitek top dunia seperti Pasific Palace ini. Salah satu dari kaum jenset ini adalah pebisnis tampan yang sebentar lagi menjadi suami dari anak semata wayang pemilik bangunan megah ini.
Kalvian Sakya Adhyasta.
Pria ini memang menempati salah satu penthouse di pacific palace ini karena berada di kawasan yang tepat, jantung bisnis Jakarta. Hunian yang dia pilih adalah sebuah penthouse terbesar di Pasific Palace dengan ukuran hampir 2.000 m2, per meternya saja harganya mencapai Rp76 jutaan. Tidak bisa dibayangkan berapa uang yang harus Vian keluarkan untuk membeli hunian ini. Hunian ini didesain sama seperti apartemen kebanyakan yang dilengkapi berbagai fasilitas mewah seperti 5 ruangan kosong, lift pribadi, kolam renang, sauna, bioskop pribadi dan balkon luas yang lantainya terbuat dari kaca. VIREN GRUB menjadikan apartemen ini sebagai mahakarya atau masterpiece. Vian mendesign hunian ini agar membuatnya nyaman untuk ditinggali, ruang kerja lengkap dengan view pemandangan karena terbuat dari kaca, tempat tidur simple khas seorang Vian yang di dominasi warna hitam dan putih, lalu ada ruang perpustakaan yang memiliki puluhan bahkan ratusan koleksi buku dengan berbagai jenisnya.
Di ujung ruangan terdapat bar mini dengan koleksi alcohol berbagai jenis, tahun dan tingkat harga yang berbeda. Di samping bar itu terdapat dapur, lengkap dengan fasilitas dan perlengkapannya walapun Vian tidak pernah menggunakan dapur itu, satu-satunya hal yang membuatnya memasuki kawasan itu adalah untuk mengambil air lantaran kulkas terdapat di dapur. Ruang makan mini terlihat langsung menghadap ke arah dapur. Kamar mandi super luas yang sangat bersih dengan dominasi warna putih dan dilengkapi fasilitas super lengkap juga. Ruang keluarga dan juga ruang tamu yang tidak tersekat dinding memiliki nuansa yang berbeda, ruang tamu dengan warna emas dan terlihat klasik sedangkan ruang tamu terkesan simple namun elegan.
Sinar matahari menyorot langsung pada kaca-kaca lebar yang menjadi pengganti dinding pada gedung pencakar langit di SCBD itu. Berusaha menerobos dinding kokoh itu agar cahayanya mampu menerangi setiap sudut di ruangan itu. Tapi sayangnya sekuat apapun usaha sang cahaya, tetap saja tidak dapat melewati celah-celahnya karena tirai yang menutupinya belum di buka oleh sang pemilik kamar. Suasana kota Jakarta di Minggu pagi seperti ini membuat siapapun ingin bergelung di atas tempat tidurnya dan ingin menghabiskan waktunya di tempat itu. Setelah hampir seminggu lelah bekerja, tidak ada salahnya kalau sedikit menyenangkan tubuh dengan tidur sampai siang. Di dalam kamar bernuansa hitam putih itu, terlihat sepasang tubuh yang saling mendekap erat, saling menghangatkan tubuh masing-masing. Perempuan yang berada di pelukan sang pria membuka matanya pelan-pelan, menyadari bahwa saat ini hari sudah pagi. Perempuan itu sedikit beringsut untuk melihat jam weker yang berada di nakas samping tempat tidur. Gerakannya itu membuat tangan kekar yang sedari tadi memeluknya sedikit beringsut karena merasa terganggu.
"Aku baru tidur 2 jam, Key," gumam Vian pelan tanpa melepaskan pelukannya pada perempuan yang dipeluknya erat.
"Aku tahu, tapi ini sudah pagi. Aku harus mandi, Vi, pesawat yang akan mengantarku ke Paris berangkat jam 09.47 pagi," ujar Kea tersenyum, berusaha melepaskan pelukan erat Vian.
"Mmm, biarkan begini dulu. 7 menit lagi," gumam pria itu dengan suara mengantuk. Vian mengeratkan pelukannya di sekeliling tubuh Kea, memejamkan mata, berniat ingin melanjutkan tidurnya. Dia benar-benar tidak sempat tidur nyeyak, setelah pulang dari klub malam tadi jam 03.00 dini hari. Dia langsung menjemput Kea yang sudah menyelesaikan pekerjaannya dan itu berarti hari ini kekasihnya itu harus kembali lagi ke Paris karena pekerjaannya di sini sudah selesai.
"Vi, lepaskan aku. Pesawatku jam 09.47 pagi, aku bisa telat kalau tidak siap-siap dari sekarang. Ini sudah jam 07.00," ujar Kea berusaha membujuk Vian, kekasihnya ini tiba-tiba saja jadi bersikap aneh seperti ini. kemana perginya Vian yang cuek dan tak ambil pusing tentang perjalanan bisnisnya.
"Kenapa kau tertawa?" tanya Vian saat mendengar kekasihnya itu terkekeh.
"Sikapmu aneh. Kau biasanya cuek kalau aku mau balik ke Paris."
"Kau bilang 3 hari, Key, bukan 2 hari seperempat," jawab Vian masih dengan suara serak. "Tidak bisakah kau pulang sesuai jadwal, kau tidak ingin berkencan denganku dulu?"
"Sesuai jadwal yang kau maksud itu memang hari ini, Vianku Sayang," ucap Kea kesal.
"Tapi penerbangan sore bukan pagi," bantah Vian tak mau kalah.
"Oh, Astaga, Vi! Seingatku saat kau pulang dari klub, kau tidak dalam kondisi mabuk, tapi kenapa pagi ini ucapanmu melantur semua? Kau baik-baik saja, 'kan?" celoteh Kea meraba kening Vian, merasa khawatir karena Vian bersikap seperti bukan dirinya.
Vian bergerak sedikit, menarik tangan milik Kea lalu membenamkan hidungnya ke puncak kepala perempuan itu. "Aku tidak sakit. Aku hanya ingin melihatmu lebih lama lagi," ucapnya serak, lebih seperti gumaman tidak jelas. Perempuan lain pasti akan tersenyum semanis mungkin saat pasangannya berkata seromantis itu, tapi Kea justru semakin ngeri saat mendengar kalimat itu keluar dari mulut pria yang sudah menjadi kekasihnya lebih dari tiga tahun itu. Terdengar seperti bukan Vian yang dikenalnya saja, terasa sangat aneh.
"Kalvian, ka―." Ucapan dari Kea langsung dipotong oleh ciuman ringan dari Vian di bibirnya, pria itu lalu menyentuhkan bibirnya ke ujung hidung Kea sedangkan nafas perempuan itu berhembus tepat di lehernya. Vian lalu mencium bibir ranum Kea sekali lagi, kali ini lebih dalam dan menuntut. Membuat Kea ikut menikmati ciuman itu, perempuan itu meletakkan tangannya di atas dada Vian, lalu menelusupkan tangannya masuk ke dalam helaian rambut pria itu, meremasnya dengan penuh gairah saat pria itu menekan tengkuknya bermaksud memperdalam ciuman mereka. Setelah nafas mereka sudah menipis, mereka pun melepas ciuman itu.
Kea kemudian mendongak, mendapati mata Vian yang menatapnya tajam. Pria itu tersenyum miring, menggunakan tangan kirinya yang dia jadikan bantalan kepala Kea untuk mengusap pipi gadis itu. "Aku hanya merindukanmu," ujar pria itu kemudian.
"Baiklah, kau menang Tuan Kalvian karena aku juga merindukanmu," gumam Kea. Perempuan itu beringsut lagi, sedikit menaikkan tubuhnya, sehingga dadanya yang hanya tertutupi tank-top tipis itu menempel semakin lekat di dada Vian. Kea menyentuh bibir pria itu dengan bibirnya, berbicara disana. "Aku akan pulang sesuai rencana," tandasnya membuat Vian tersenyum penuh kemenangan.
"Aku tahu," ujar Vian, kali ini dengan mata yang menutup sepenuhnya. Mereka pun melanjutkan acara tidur mereka. Hanya tidur bersama dan bukannya tidur dalam artian yang lainya.