KRIEEEEKK... CKLEK... Daun pintu milik kamar Gita telah dia tutup dengan perlahan.
Meski begitu aku tidak segera pergi dan hanya terdiam sejenak di situ untuk merenungkan permintaan Gita sebelumnya.
Dengan menyandarkan punggung ku pada dinding dan tangan yang terlipat di dada, entah kenapa itu bisa membuat ku cukup nyaman.
Lalu sembari menatap lantai dalam lamunan sejenak, ku hela napas ini setelahnya.
Aku sekarang sungguh bingung, apa yang harus aku lakukan untuk memenuhi harapannya besok
Disisi lain, tindakan Gita barusan sudah membuat jantungku berdebar begitu hebat.
Aku bergumam pada diri ku sendiri disaat memastikan apa yang sebenarnya harus aku lakukan besok dalam pikiran ku.
"Huh... Ada apa dengan diri ku ini? Bukankah ini adalah hal yang bagus? Kenapa harus ada rasa khawatir begini di dalam benak ku? Lagipula ini juga merupakan pertama kalinya bagi kami. Tapi karena dia melakukan itu barusan, mau bagaimana pun aku jadi harus merencanakan yang terbaik untuk besok."
Kepala ku tertunduk agak cepat ketika sudah mulai menyadari diri ku dalam kebuntuan.
"Sial... Apa yang harus ku lakukan. Aku tidak ingin jika besok Gita sampai menunjukkan wajah kecewa."
Mari ingat kembali pada beberapa menit yang lalu dikala Gita membawaku masuk ke dalam kamarnya.
Dalam suasana yang begitu canggung, kami berdua saling berdiri dan menatap satu sama lain dengan pipi yang sama-sama menampilkan warna merah padam.
Aku bingung harus mulai berbicara seperti apa karena jantung ku saat ini begitu berdebar-debar.
Hanya kami berdua di kamar ini, sementara Gita hanya mau mengungkapkan permintaannya disini.
Apa sih yang sebenarnya dia inginkan dariku di dalam kamarnya?
Setelah beberapa saat akhirnya Gita mulai membuka mulutnya dan mulai berbicara meski sedikit tergagap-gagap.
"A-Arya... Di-di sini mau kah kamu memenuhi permintaan ku?"
Jantung ku berdetak makin tidak karuan dikala menanti kejelasan dari maksud Gita.
"Y-ya... Tentu saja, apa yang harus ku lakukan untuk menebus semua kesalahanku sebelumnya?"
Lirikan mata Gita mulai memandang kesana-sini disaat mencoba mengungkapkan keinginannya.
"Aku ingin... aku ingin..."
GLEK... aku menelan ludah ketika jawaban Gita sudah hampir keluar, karena ketegangan yang kurasakan.
"Ke-... ken-... KENCAN! Aku ingin kita berdua kencan besok minggu. Aku ingin kita melakukannya seharian penuh."
"Heh?"
Ekspresi keheranan terukir di wajah ku begitu saja, aku berusaha mencerna dan memahami permohonan Gita.
Gita pun mengangkat alisnya ketika melihat reaksi ku yang kebingungan.
"Apa? Kenapa kamu terlihat begitu? Kamu tidak merasa keberatan dengan permintaan ku bukan, Arya?"
Dengan refleks aku geleng kan kepala ku untuk mencegah kesalahpahaman yang akan membuat Gita ngambek lagi.
"Ma-... mana mungkin aku keberatan, aku sungguh senang sekali. Justru aku tak menyangka jika kamu meminta kita berdua untuk kencan. Aku pikir kamu akan minta aku membeli atau melakukan sesuatu yang lain."
"Memang apa yang kamu bayangkan?"
Sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepala, aku mencoba menjawab Gita dengan hati-hati.
Mana mungkin aku memberi tahu hal yang sempat aku bayangkan ketika kita sedang berdua di kamar ini dengan wajahnya yang seperti tadi itu.
"Uh... Aku sendiri pun tidak tahu dengan pasti apa yang ku bayangkan ah ha ha ha... Ngomong-ngomong aku justru tak menyangka kamu malah meminta hal seperti ini, Gita."
Kebiasaan Gita muncul lagi dikala dia tengah berbicara namun ditemani perasaan malu, yaitu memainkan kedua jari telunjuknya.
"Yah, kita kan sudah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Lalu setelah mendengar keseriusan ucapanmu itu. Aku ingin kamu membuktikannya melalui kencan kita. Lagipula besok adalah akhir pekan kita yang pertama dan kita jadi punya waktu luang lebih banyak diluar jam kerja."
Ya ampun dasar Gita ini, ternyata dia juga menantikan hal seperti ini.
Padahal dia sebelumnya pernah bilang dia dulunya tidak begitu tertarik dengan asmara.
Tapi mau bagaimana pun dia juga seorang wanita, sudah pasti dia juga memiliki keinginan untuk menjalani kisah penuh romansa dalam hidupnya.
Dengan lembut aku menatap Gita dikala menjawab keinginannya.
"Baiklah akan ku lakukan, tapi itu menjadi pertama kalinya untuk ku. Mungkin aku tidak bisa membuat kencan yang luar biasa, namun aku akan berusaha sebaik mungkin. Meski masih ada perasaan gugup untuk menghadapi kencan pertama kita, jujur aku juga sangat menantikannya. Aku sangat penasaran kamu akan terlihat seperti apa saat kencan kita esok."
Blush mulai merona kembali pada pipinya, sementara dia tidak sanggup menatap mata ku langsung.
"Tak perlu sesuatu yang hebat, aku hanya ingin kita menghabiskan waktu berdua lebih banyak. Ja-jadi aku..."
Tiba saja dengan kedua tangannya, Gita memutar tubuhku berbalik menghadap pintu kamar ini.
Lalu dia memegang punggungku pada area tulang belikat dan mendorong ku menuju pintu.
"Huh... Ada apa Gita, kenapa begitu tiba-tiba..."
"Kamu sekarang buat rencana saja dulu, aku juga harus membuat persiapan."
"Ah... Tentu saja, kalau begitu aku akan segera membuat persiapan juga."
Ketika sampai pada pintu kamar ini, aku segera meraih gagang pintu dan membukanya.
Gita masih mendorong ku sampai keluar dari kamar dan melepaskan tangannya dari punggung ku kemudian.
Aku segera berbalik menghadap Gita yang berdiri tepat pada pintu yang masih terbuka.
"Uhm... Jadi Gita..."
"Aku sangat menantikannya, maka persiapkan lah sebaik mungkin. Dan kencan besok juga pertama kalinya untuk ku. Aku juga harus membuat persiapan, jadi sampai nanti."
Kedua tangan Gita meraih bahuku, wajahnya makin mendekat dengan wajahku.
Cup... Sebuah kecupan dari bibirnya mendarat pada pipiku, tatapan mataku terbuka lebar saat dia melakukannya.
Disaat pipinya masih merah merona, Gita menatap ku dengan lembut.
Lalu perlahan dia menutup pintu kamarnya meninggalkan ku yang masih dalam keadaan diam mematung dikala menatapnya.
Perasaan bingung dan bahagia menyeruak bersamaan dalam hatiku.
Dengan pipi merah padam, aku menutup bibirku dengan punggung telapak tangan untuk menutupi diriku yang tengah tersenyum namun sebisa mungkin ku tahan.
Dan seperti itulah kejadiannya tadi, aku sekarang sedang kebingungan harus membuat rencana seperti apa besok.
Untuk beberapa menit aku masih terdiam didepan kamar Gita, hingga Guru tiba-tiba saja mengganggu lamunan ku.
"Sudah selesai? Sekarang mari kita lanjutkan menuju sesi latihan selanjutnya."
Napas ku hela ketika mendengar selaan Guru yang tidak tahu waktu yang tepat.
"Huft... Guru, aku tahu latihan itu cukup penting. Tapi yang harus aku hadapi besok ini sangat penting juga untuk hidup ku. Jadi latihannya bisa kita tunda dulu."
"Jangan khawatir, jika soal kencan aku ini sudah cukup berpengalaman. Setelah latihan kamu bisa mendengarkan arahan ku, jadi tak perlu kamu khawatir untuk membuat rencana seperti apa."
Mendengar Guru yang menawarkan bantuan memberikan diri ku sebuah kelegaan, namun disaat yang sama rasa kesal juga muncul.
Aku jadi mengerutkan dahi karena rasa kesal ini, bahkan urat sampai terlihat di pelipis ku.
"Jadi Guru mengintip lagi ya??!!!!"
"Tentu saja tidak, aku sungguh tidak melihat keadaan diluar lho. Aku hanya tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian."
"ITU NAMANYA MENGUPING!!! Ya ampun Guru, itu juga sama saja dengan melanggar privasi kami."
"Eh he he he... Maaf... Baiklah, lain kali aku akan berusaha lebih menahan diri lagi."
"Bukan berusaha lagi, tapi sudah harus. Huh... Aku sungguh berharap padamu, GURU."
"Aku mengerti... aku mengerti... Kesampingkan itu dulu. Bagaimana? Kamu sudah siap untuk sesi latihan selanjutnya?
"Ya sudah, aku percaya kan untuk rencana kencannya besok pada Guru. Dan aku sungguh berterimakasih untuk itu. Jadi mari kita lakukan latihannya, jadi kita harus mulai darimana?"
"Pergilah menuju alun-alun selatan kota ini."
Ucapan Guru menimbulkan rasa heran dalam benak ku dan itu terukir dengan jelas pada wajah ku.
"Kenapa harus kesana? Lagipula itu tempat umum, latihannya malah akan ketahuan oleh orang banyak."
"Tak perlu khawatir kan hal itu dan lakukan saja. Aku ini punya banyak metode yang tidak bisa kamu kira."
"Ya sudah jika begitu, aku akan ikuti perintah mu, Guru. Mari kita segera pergi kesana."
Akhirnya aku melangkah pergi meninggalkan kamar Gita untuk segera menuju lokasi yang Guru arahkan.
***
Kira-kira makan waktu setengah jam, aku pun sampai juga di Alun-alun Selatan kota Yogyakarta.
Disini banyak orang yang melakukan beragam aktivitas, tempat ini jadi terlihat begitu ramai.
Mulai dari kendaraan yang lalu lalang, pedagang yang berjualan makanan di tepi trotoar, penduduk sekitar yang joging mengitari tepian alun-alun ataupun berolahraga dengan fasilitas yang tersedia tepat dipinggiran trotoar dan juga turis yang asyik berkeliling disekitar lapangan alun-alun.
"Jadi apa yang harus aku lakukan ditengah keramaian ini Guru?"
"Ditengah alun-alun ini ada sepasang beringin kembar ditengahnya, kita mulai dari sana."
"Hmmm... Adakah sesuatu yang tersembunyi disana?"
"Memang, karena itu pula aku memintamu kemari."
"Huh... Aku tak tahu hal mengejutkan apa lagi yang menanti diriku disana, akan kah sama mengejutkannya seperti dojo milik Kakek?"
Segera aku melangkah dan menyebrangi jalan dengan hati-hati.
Kemudian kaki ku sudah menginjak tanah lapang milik alun-alun ini.
Rumput hijau bertebaran dimana-mana, sementara area yang tidak tertutup rumput terlihat begitu banyak debu tanah yang mudah berterbangan dan akan mengotori kaki jika melangkah diatasnya.
Jauh di depan padangan mata ku terlihat sepasang pohon beringin kembar yang besar dan gagah berdiri berdampingan, masing-masing pohon dikelilingi dinding putih dengan lubang-lubang yang berjajar dengan pola.
Ketika sudah sampai di lokasi pohon beringin itu maka kita bisa melihat cukup jelas akar beringin yang bergelantungan kebawah, sementara pada tanahnya ada banyak buah dari pohon itu yang berjatuhan di tanah yang mana sebagian besar sudah gepeng terinjak-injak.
Lalu ketika melihat ke utara dari pohon, disana kita bisa melihat bangunan milik Kraton Yogyakarta.
Pada bagian bawah atap berandanya kita bisa melihat tulisan yang cukup besar, disana bertuliskan "Sasono Hinggil Dwi Abad".
Pemandangan yang sungguh menenangkan hati ditemani hembusan angin dibawah rindangnya pohon.
Tapi sudah cukup menikmati pemandangan dari alun-alun ini, aku harus kembali pada tujuan awal.
"Kita sudah sampai, dimana tepatnya lokasi yang menyembunyikan sesuatu itu?
"Tepat diantara kedua pohon beringin ini."
Tanpa ragu aku segera melangkah kesana dan berdiri ditengah-tengahnya.
"Sekarang kamu alirkan energi roh milikmu ke tanah."
Sesuai arahan Guru aku melakukannya, aku berjongkok dengan posisi lutut kiri hampir menyentuh tanah sementara lutut kanan sedikit keatas.
Tangan kanan ku sentuh kan pada permukaan tanah, lalu aku alirkan energi roh ku melalui lengan kanan menuju permukaan tanah.
Namun siapa sangka sebuah pola lingkaran besar dengan beragam pola lain ditengahnya serta kalimat inskripsi berupa huruf-huruf sansekerta pada tiap tepi pola muncul ditanah.
Pola itu melepaskan cahaya yang kebiruan meski agak samar.
Perlahan aku mulai berdiri meski ditemani dengan rasa penuh keheranan.
"Ya ampun, bahkan disini ada pola inskripsi."
"Sudah cukup untuk mengaguminya, sekarang kamu ucapkan kalimat ini, "kula nedha kangge dipunsumanggakaken mbikak lawang"."
"Ah... baiklah Guru, "kula nedha kangge dipunsumanggakaken mbikak lawang"."
Setelah kalimat itu aku ucapkan, cahaya biru dari pola inskripsi itu makin terang lagi dan lagi, hingga yang kulihat tinggal cahayanya saja.
Sontak aku pejamkan mata dan dengan pergelangan tangan kanan ku tutupi bagian mata agar cahayanya tidak menyilaukan mataku.
Ketika cahayanya mulai redup aku mulai membuka mata.
Namun yang aku lihat di seluruh bidang pandangan mataku membuat ku sangat terkejut dan keheranan.
Pola inskripsi tadi masih tetap berada dibawah kaki ku, namun justru pemandangan sekitar yang sudah berubah drastis.
Sekarang aku berada ditengah hutan belantara yang lebat dan kabut mengelilingi sekitar.
Hanya beberapa belas meter saja yang bisa terlihat, selebihnya sudah terhalang kabut.
Aku terperanjat kaku melihat sekitar, aku masih sedikit syok dengan perubahan tempat yang begitu tiba-tiba.
Perlahan aku mulai menenangkan diri, lalu aku ambil napas dalam-dalam lalu ku teriakan isi pikiran ku.
"ADA DIMANA AKU INIIIIIIII????!!!!!!"