Iva mengepalkan kedua tangannya. Rencananya gagal total. Bara tidak datang. Ponselnya tidak bisa dihubungi. Ingin sekali rasanya Iva mencari Bara dan menyeret laki-laki itu pulang bersamanya. Tapi Iva masih waras. Jika dia melakukan hal tersebut, maka dipastikan dia tidak akan bisa melihat Bara lagi seumur hidup. Pasti laki-laki itu akan menghindarinya.
"Belum tidur, Va?"
Kinan mengintip sedikit dari celah pintu. Iva menoleh dan tersenyum dengan terpaksa.
"Belum, Tan. Masuk aja."
Kinan melangkah masuk. Dirinya memilih duduk berdampingan dengan Iva di atas ranjang.
"Besok kamu ada planning ke mana?" tanya Kinan sambil meraih bantal dan memangkunya.
"Hm... nggak ada sih, Tan. Kenapa?"
"Nah, gimana kalo besok kamu ikut Tante ke rumah teman Tante. Nggak jauh kok. Di Perumahan Permai depan. Rumahnya Cecil. Pasti kamu kenal deh. Pacarnya Bara."
Awalnya Iva ragu. Namun setelah mendengar kalimat Kinan selanjutnya Iva langsung mengangguk setuju.
Ini kesempatan bagus. Iva tidak perlu lagi menyewa orang untuk mencari keberadaan gadis itu. Iva sudah tahu tempatnya bekerja. Dan besok Kinan akan membawanya ke rumah gadis itu. Mantap sekali.
"Boleh, Tan. Jam berapa?"
"Hm, jam delapan kita berangkat. Tante mau belanja dulu baru ke sana."
Iva mengangguk saja dengan berbagai rencana di otaknya.
"Yaudah, kamu tidur. Tante juga udah ngantuk."
Kinan beranjak dari duduknya dan mengelus rambut Iva sebelum melangkah keluar kamar. Iva tersenyum miring melihat kepergian Kinan.
'Renca baru akan segera di mulai.' ucapnya dalam hati.
***
"Halo, Ma?"
["Kamu sibuk, Bar? Mama ini lagi belanja sama Iva. Kamu bisa jemput nggak?"]
Bara mengumpat di dalam hati. Iva lagi Iva lagi. Bara bosan mendengar nama perempuan itu.
"Sibuk, Ma. Banyak kerjaan. Ini mau rapat dama klien di luar. Bara suruh supir aja ya, bye, Ma."
["Yaahh, padahal Mama mau ngajak kamu ke rumah Cecil sekalian. Udah lama kan kamu nggak ke sana? Yaudah deh."]
Bara menatap ponsel di tangannya dengan mata melotot horor. Ibunya bercanda? Ingin ke rumah Cecil membawa Iva? Sial! Bisa bahaya ini.
Bara harus mencegah ibunya untuk sampai ke sana. Dia tidak ingin Iva sampai tahu tempatnya tinggal Cecil dan membuat kekacauan.
"Pa, di mana?"
["Lagi di kantor om mu ini. Kenapa?"]
"Pa, Mama mau ke rumah Cecil. Bahaya, Pa."
["Lah? Bagus dong. Kan memang sekali seminggu Mamamu ke sana jenguk ibunya Cecil."]
"Bukan itu, tapi Mama bawa Iva!"
["APA?!"]
"Bantuin, Pa. Batalin niat Mama mau ke sana. Papa akting apa gitu. Buruan, Pa. Darurat ini."
Mendengar suara Bara yang kalang kabut membuat Tomi mengerang jengkel. Anak dan istrinya suka sekali menempatkannya dalam posisi terjepit dan sulit seperti ini.
["Sabar. Ini Papa coba telpon Mamamu."]
Sambungan telpon terputus. Bara terduduk lemas di kursi kebesarannya. Sedangkan di tempat lain, Tomi tengah mencoba menelpon sang istri namun tak kunjung di jawab.
"Angkat dong, Ma." ucap Tomi ikut gelisah.
Danu -adik Tomi- mengernyit bingung melihat gelagat sang kakak.
"Kenapa sih, bang?"
Tomi tidak menjawab. Hanya memberi isyarat tangan agar tetap diam dan jangan banyak tanya.
"Halo, Ma?" ucap Tomi saat sambungan telpon diangkat oleh Kinan.
["Kenapa, Mas?"]
"Mama di mana?"
["Mama di jalan."]
"Aduh, Ma, sakit..."
["Mas kenapa? Jantungnya berulah lagi? Mas? Halo? Mas!?"]