Emilia diam.
Kini perlahan gadis itu menundukkan kepalanya dan menyembunyikan wajahnya yang terasa panas. Dario terkekeh dan menyelipkan rambut pirang gadis itu ke belakang telinga.
"Kenapa, sih. Ada orang semanis Lia? Aku jadi pengen gigit,"
Emilia semakin menunduk dan Dario kembali terkekeh, cowok itu membawa kepala gadis itu ke arah dadanya dan bersandar. "Beruntungnya aku, punya cewek galak tapi manis sama cantik, kurang apa coba? Di luar mana ada stok kayak kamu, Li!"
Emilia meringsek ke dalam dekapan Dario dan terkekeh, "Lo lebih limited, Ri!"
"Gimana aku gak sesayang ini sama kamu kalo kamunya manis!" Dario mencubit pipi gadis itu. Emilia memejam, "Gue juga sayang sama elo, maaf banget kalo suka nyinggung, ya."
Dengan mengelus kepalanya, Dario menumpukan dagunya pada kepala Emilia. "Aku suka kamu, itu artinya udah paket komplit sama sifat dan kelakuan kamu, semuanya aku suka."
"Idih bucin banget, hahahhaha!"
***
"Lia, aku mau sereal, dong. Kasih susu, ya?"
Emilia berdeham, dan melepaskan rangkulan Dario dari pundaknya, sedari tadi mereka duduk di sofĂĄ ruang tamu dan menonton film kartun, sebenarnya hanya Dario yang menonton karena Emilia sibuk dengan ponselnya.
Gadis itu berjalan ke arah dapur dan tak lama membawa nampan berisi semangkuk sereal dan dua gelas, yang satu berisi air putih dan satunya lagi berisi segelas susu.
Emilia meletakkan nampan itu di atas meja depan sofĂĄ dan menyerahkan mangkuk sereal itu kepada Dario. Dario tersenyum manis dan kembali melanjutkan acara menontonnya sambil memakan serealnya.
"Li,"
"Hm."
"Abis UAS mau liburan kemana?"
Emilia meraih segelas susu di atas meja dan meminumnya, ia mengangkat bahu. "Gak tau, mungkin di rumah. Lebih bebas kalo Mama sama Papap gak ada di rumah. Bisa bikin party gue."
Tiba-tiba Dario meletakkan mangkuk serealnya agak gusar dan meminum air putih itu, ia menatap Emilia dengan tatapan seriusnya. "Kamu masih ikut sama perkumpulan itu?"
Emilia mengangguk.
"Aish!" Dario mengacak rambutnya. "Udah berapa kali kamu ketangkep sama Polisi gara-gara gabung sama mereka, mereka berbahaya, Li!"
"Biarin kenapa, sih? Itu hak gue! Biarpun elo pacar gue tapi gak usah terlalu nyetir hidup gue. Cuma pacar bukan suami!"
Dario mendekat, "Yaudah kalo gitu sekarang kita nikah!"
"WHAT?!"
Cowok itu tertawa. "Bercanda Emilia," ia masih tertawa. "Kamu serius banget, gemes deh!"
"Elo pikir ya, nikah itu gampang? Nikah itu gak semudah lo angkat rahang buat ijab kabul. Fakboi!"
"Iya sih iya!" ia mencubit pipi Emilia. "Kalo ngomong narik urat mulu, gak capek?"
"Buat elo mah kagak ada yang bisa nyantai, otak lo lola soalnya," balasnya menggebu.
Drrrrttt ... Drrrrttt ...
Ponsel milik Dario berdering, cowok itu pamit kepada Emilia untuk mengangkat telepon. Emilia hanya merespon dengan mengangkat bahunya dan malah memakan sereal milik Dario di atas meja.
Tak lama Dario kembali, hanya saja raut wajahnya kali ini agak berbeda. Emilia yang peka langsung bertanya, "Kenapa?"
"Mama minta aku dispen pulang dari sekolah, katanya aku suruh buru-buru pulang."
Emilia menghela napas dan mengangguk. "Yaudah ayo pulang," gadis itu meraih tas sekolahnya dan kembali memakai sepatu conversenya. Agak kontras dengan dress merah yang dipakainya.
Dengan tersenyum, Dario mengikuti Emilia dari belakang. Cowok itu memandang Emilia di hadapannya dan menyusul langkah Emilia. Dengan merangkulnya Dario berbisik,
"Kamu imut, Li."
Uhhhhhhh.
***
"Dadah Lia!"
Dario melajukan mobilnya meninggalkan rumah Emilia setelah mengantar gadis itu pulang, ia meraih permen yupi dari dashboard dan memakannya.
Jarak dari rumah Emilia ke rumahnya tidak terlalu jauh, kira-kira dua kilometer. Dan kini Dario sudah sampai di area perumahannya. Tapi sebelum itu ia mampir ke minimarket depan komplek perumahannya dan membeli stok permen yupinya.
Meraih beberapa bungkus permen yupi yang hanya ia taruh di tangan, Dario berjalan menuju kasir, dan membayar pesanannya. Saat menerima kantung plastik dari sang kasir, Dario berbalik dan tubuhnya menabrak seseorang.
Tak sampai membuat belanjaannya jatuh memang, tapi hal itu membuat tubuh seseorang yang di tabraknya agak limbung. Dario menahan lengan atas orang itu -yang ternyata adalah seorang perempuan- dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya memegang plastik.
Meski agak terkejut, Dario lebih dulu sadar dan membuka suara. "Eh sorry ya?"
Perempuan itu berdiri dengan tegap dan mengangguk. Ia bisa melihat di sebelah gadis itu terdapat sebuah koper warna pink yang sangat serasi dengan penampilan perempuan itu.
Terlalu girly, beda jauh sama Lia, batinnya.
Tak mengatakan apa-apa lagi, Dario membuka pintu minimarket itu dan berjalan menuju mobilnya setelah memberi uang lima ribu rupiah kepada tukang parkir yang stay disana.
Sesampainya di rumah, Dario melangkah masuk dan menemukan Mami serta Papinya sedang duduk di ruang tamu depan TV, dan kali ini bersama Derano.
Cowok berambut cokelat itu terkejut saat melihat sang Kakak yang mengubah warna rambutnya menjadi cokelat.
"Bang, lo warnain rambut?"
Derano mengangguk sambil menggedikkan bahunya ke arah sang Mama. Dario yang paham melirik Mamanya yang sedang asyik membaca buku novelnya. Ia duduk di samping Frisca. "Ada apa nyuruh aku pulang, Ma?"
"Bukan Mama yang suruh, tapi Papi kamu!"
"Loh?" Dario mengernyit, "Kok jadi muter-muter, sih? Pusing tau!"
"Udah si, sebentar lagi tamunya juga datang, kamu bawel kayak Dora!"
"Enak aja! Ganteng begini di bilang Dora!"
"Yaudah kayak Patrick!"
"Apaan si Pi? Gaje tau gak?" sungut Dario memandang Kelvin jengah. Kelvin mengangkat bahunya acuh dan bersandar pada pundak Frisca. Dario mencibir, "Sok banget tertarik baca novel, idih!"
"Mi," Kelvin menoel bahu Frisca. "Kayak ada yang ngomong, tapi suaranya doang, gimana ni Mi? Tau sendiri Derano udah kayak patung arca. Betah banget diem."
Frisca terkekeh, Derano memang diam sambil menonton TV dan Dario mendengkus. Cowok itu akhirnya meraih remot TV dan mengganti channelnya.
"Ganti spongebob si, Bang! Tontonan lo bosenin amat, berita mulu!"
Derano hanya diam dan ikutan menonton film kartun berwarna kotak kuning itu. Tak memprotes kegiatan Dario yang seenaknya.
Mungkin hanya Emilia yang akan protes karena dimana-mana cowok itu akan menonton film kartun kotak yang terkesan bodoh, tapi sangat menghibur.
Ah spongebob panutanq đ
Ting, tong.
Bel berbunyi, dan suara Kelvin terdengar, "Itu tamunya datang!"
Saat Kelvin ingin berdiri, Frisca memegang lengannya dan meletakkan buku novelnya. "Aku ikut!"
Kedua orangtuanya berjalan ke arah pintu dan Dario menyenggol lengan Derano di sebelahnya, "Tamunya seistimewa apa sih Bang? Kayaknya Mami sama Papi excited amat?"
Derano mengangkat bahunya, Dario memanyunkan bibirnya dan berdecih, "Ngomong kagak bikin bumi goyang, Bang! Lo males banget angkat rahang. Sariawan tau rasa lo!"
Derano tak menggubris dan tetap tenang menonton TV dan kali ini sambil memakan kripik kentang yang tersedia di toples.
Tak berapa lama, Kelvin dan Frisca muncul dengan seorang gadis yang terlihat membawa satu koper warna pink, Derano hanya meliriknya malas dan kembali menonton TV.
Rupanya si kuning lebih menarik daripada si pink.
Dario berdiri, tampak mengamati orang itu sebentar, dan membatin dalam hati. Dia yang tadi itu, kan?
"Dia Flora, anaknya Tante Grace sama Om Malik, inget kan kalian? Dia juga kembarannya si Farel."
Dario tampak mangut-mangut dan mengulurkan tangannya pada Flora. "Hai, gue Dario, maaf gak ngenalin elo, kan kita emang jarang ketemu, seringnya sih sama Farel. Dan ini Abang gue, patung arca," Flora membalas uluran tangan Dario sambil tersenyum sangat manis. "Eh maaf, maksud gue Derano."
Dario nyengir. "Nama gue Flora, gak pake Fauna, anaknya Mama Grace sama Papa Malik. Salam kenal ganteng, hehe!"
Dario dengan cepat menarik tangannya karena Flora memegang tangannya begitu erat. Ia tertawa canggung.
"Nah, dia bakal tinggal disini untuk satu atau dua bulan kedepan. Soalnya Om Malik sama Tante Grace mau keluar negeri buat kontrol bisnis mereka di luar. Farel mah ada apart sendiri, kata Om Malik kalo mereka di satuin bisa berantem nanti. Makanya dia tinggal di sini."
Dario mengangguk sementara Derano tampak tak tertarik. Kemudian Frisca memegang tangan Flora dan tersenyum. "Yuk sayang, tante antar ke kamar kamu!"
Flora mengangguk dan balas tersenyum. Ia berusaha meraih koper berwarna cerah itu tapi di tahan Frisca. "Biar Dario aja yang bawa, kamu pasti lelah."
Dario dengan senyumnya mengangguk dan mengikuti Flora serta Frisca menaiki tangga.
Sesampainya di atas, Frisca menunjuk kamar di tengah antara kamar Derano dan Dario. Ia menunjuk kamar dengan pintu berwarna putih itu. "Itu kamar kamu, ayo!"
Mereka membuka pintu kamar yang cukup luas itu, di sana terdapat sebuah kasur luas berwarna seputih susu dan meja belajar yang panjang menempel di tembok yang di depannya terdapat kaca begitu besar. Frisca sengaja membuat meja itu agar menjadi meja belajar sekaligus meja rias.
"Maaf ya kalo gak sesuai ekspetasi kamu, Tante cuma mau bikin kamar yang simple buat kamu, Tante harap kamu suka ya sayang?"
Flora mengangguk dengan ceria sambil memandang sekeliling kamarnya. "Suka banget, Tante! Makasih ya!"
Frisca mengangguk dan melihat Dario, Dario yang merasa di tatap menoleh. "Eh lupa, ini koper lo!"
Flora menoleh dan tersenyum sangat manis pada Dario, ia memegang tangan kanan Dario dan menggoyangkannya. "Makasih ya, ganteng!"
***