Chereads / Angan-Angan Tertinggi / Chapter 39 - Kenapa Kamu Sedih?

Chapter 39 - Kenapa Kamu Sedih?

Nyonya Tua berusia hampir tujuh puluh tahun, jika dilihat secara fisik cukup bugar, tapi semangatnya tampak memudar.

"Sihan, kamu kapan akan membawa pulang cucu menantu untuk Nenek?" Nyonya tua bertanya.

Mu Sihan menaruh sumpitnya, dan menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya yang gelap dan dalam, melihat ke arah perempuan yang sedang makan di depannya.

Ia mengamati bulu mata Nan Zhi yang tampak tebal dan panjang, sambil mengangkat sebelah alisnya, seperti mau tertawa.

Nan Zhi dibuat malu oleh tatapan Mu Sihan yang tak tahu malu, wanita itu kemudian sesekali menatap lelaki di hadapannya.

Melihat Nan Zhi berani menatapnya, Mu SIhan pun tersenyum.

Nyonya Tua minum seteguk sup, lalu mendengar Mu Sihan yang tiba-tiba tertawa, membuatnya menatap cucunya dengan bingung, "Anak nakal, Nenek tanya kapan kamu akan membawa cucu menantu pulang, tapi kenapa kamu malah tertawa?"

Tangan Mu Sihan kemudian menyentuh sudut bibirnya, sepertinya masih ada aroma lembut dan manis dari perempuan itu. Dengan tertawa malas ia kemudian berkata, "Jika Nenek kembali menanyakan tentang cucu menantu, kucing kecilku akan marah."

Nyonya tua itu tampak tak mengerti.

Ada sedikit kekhawatiran dalam hati Nan Zhi, takut jika orang arogan dan gila yang ada di depannya ini akan berbicara tentangnya.

Sebenarnya nyali Nan Zhi tidaklah kecil, tapi di hadapan lelaki ini, ia selalu merasa takut dan ingin menghindar.

Melalui sorotan matanya, Nan Zhi memberi peringatan pada lelaki itu. Tapi lelaki itu kemudian berkata, "Nona koki, apa yang kamu lihat, kenapa menatapku seperti itu?"

Nan Zhi hampir dibuat mati tersedak oleh nasi yang belum ditelannya, saat mendengar ucapan barusan.

Orang ini… benar-benar tidak punya malu!

Karena cara duduknya, membuat kemeja hitam yang dikenakannya melekat erat di dadanya, ia terlihat tegas. Mu Sihan terlihat liar dan arogan, tapi entah kenapa juga terlihat sangat seksi.

Namun Nan Zhi tidak tertarik padanya, apalagi kemarin malam lelaki itu hampir mencekiknya hingga mau mati. Setampan dan seseksi apapun Mu Sihan, di mata Nan Zhi lelaki itu hanyalah iblis.

Tapi dua pelayan perempuan muda yang berdiri di ruang makan itu tampak melihat Mu Sihan dengan wajah tersipu malu.

Tuan Muda memang sangat tampan hingga membuat orang lain terpesona.

Melihat Nan Zhi mulai menundukkan kepalanya lagi dan mulai makan, Mu Sihan mendekatkan tubuhnya ke meja, dan kaki jenjangnya menyentuh kaki Nan Zhi di bawah meja.

Nan Zhi terkejut, dan membuatnya menjatuhkan sumpitnya di atas meja.

Lalu ia melirik lelaki yang menyentuh kakinya di bawah meja, sambil mengernyitkan dahi.

"Nona Koki, apakah aku tampan?" Tanya seseorang yang tak tahu malu.

Melihat Mu Sihan yang selalu mengganggu Nan Zhi, Nyonya Tua pun memukul lengan Mu Sihan dengan kepala sumpit, "Anak nakal, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu mengganggu Nona Nan Zhi?"

Mu Sihan memelas, "Nenek, kapan aku mengganggunya?"

Nan Zhi bergidik saat melihat Mu Sihan memelas seperti anak kecil.

Meskipun orang ini mesum dan menyebalkan, tapi di hadapan Neneknya, tampak seperti anak kecil yang tak mau tumbuh dewasa.

Dalam hal ini, Nan Zhi cukup iri pada Mu Sihan.

Setidaknya dihadapan orang tua terdekat bisa menunjukkan diri sendiri yang sebenarnya. Sedangkan Nan Zhi, kondisi mental Ibunya tidak bagus, dan Ayahnya sudah tak peduli padanya setelah mendapatkan keuntungan yang diinginkannya. Selain mengandalkan diri sendiri, Nan Zhi tidak memiliki tempat lain untuk bersandar.

Setelah makan, Nan Zhi pergi ke dapur untuk mengambil piring buah.

Ketika ia bersiap untuk membawa piring itu keluar, tiba-tiba sepasang tangan yang kuat memeluknya dari belakang.

Dada kuat lelaki itu menempel di punggung Nan Zhi, sebelum ia sempat bereaksi, lidah panas lelaki itu tiba-tiba menyelusuri telinganya, "Kenapa kamu terlihat bersedih?"

Nan Zhi terkejut, pengamatan lelaki ini benar-benar tajam. Saat di meja makan, Nan Zhi memang tak sengaja menunjukkan sedikit ekspresi sedih, tapi ia segera mengatur kembali emosinya. Nan Zhi tak menyangka kalau Mu Sihan sempat melihatnya.