Chereads / Mata Ketiga / Chapter 5 - Hantu Api di Pemakaman 2

Chapter 5 - Hantu Api di Pemakaman 2

Pada saat itu aku masih gadis kecil berumur 10 tahun. Walaupun aku terlahir dapat melihat hantu, tetap saja aku takut pada hantu! Bila mendengar kata 'Hant' mataku melotot seolah mau meledak. Sekarang mereka menyuruhku ke pemakaman. Apakah mereka ingin membunuhku?!

Berkali-kali aku berusaha untuk memukul mereka namun mereka terlalu kuat. Pada akhirnya aku tidak bisa memukul mereka, aku malah membiarkan mereka membawaku ke pemakaman tersebut.

Langit sudah benar-benar menjadi gelap gulita. Sekitarku tidak terdengar suara apapun, sunyi senyap. Hanya terasa angin dingin yang mencekam.

Si gendut menggunakan tenaganya mendorongku. Aku pun terjatuh hingga kepalaku menyentuh tanah. Pada saat itu tanganku seolah menyentuh sesuatu yang keras dan kasar, seperti batu bata.

Aku berusaha bangkit berdiri. Tetapi sebelum aku dapat berdiri, si gendut menjambak rambutku dan berkata: "Kami tunggu di sini, kamu jalan sendiri ke dalam sana."

"Aku tidak mau masuk. Kalau kamu masih terus memaksaku, aku akan melaporkannya ke ibumu."

Si gendut meregangkan lehernya sambil tertawa, "Kamu berani melaporkan aku? Oke, kamu tidak usah masuk ke pemakaman, karena Sha Er yang akan masuk kesana." Dia berbicara kepada Sha Er sambil menunjuk ke arah pemakaman yang gelap gulita, "Kamu pergi kesana."

Sha Er menggelengkan kepala menolaknya.

Si gendut melihat ke tanah dan meludah, kemudian berkata kepada kedua pengikutnya, "Kalian! Pukuli Sha Er sampai dia mau masuk ke sana."

Setelah mendengar perkataan si gendut Lin Xiao dan Ziyang segera memukul Sha Er, menendangnya terus menerus.

Aku melawan dan menjewer telinga si gendut. Dia balik menarik rambutku hingga rambutku serasa akan lepas. Kami berkelahi hingga berguling di atas tanah. Badannya yang gendut menindihku membuatku tidak mampu berdiri.

"Kamu sangat kejam! Sungguh tidak manusiawi!" teriakku padanya. Dia hanya tertawa.

"Memang kenapa kalau aku kejam?! Kamu lihat saja. Sebentar lagi Sha Er akan mematuhiku dan masuk ke pemakaman itu. Kamu rela melihat dia masuk ke sana sendirian?"

Aku melihatnya dengan penuh kebencian. Aku tidak mengerti mengapa setiap hari dia selalu menindas anak-anak yang lemah. 

Tapi sejak awal aku memang tidak takut dengannya!

Sha Er berguling-guling di atas tanah meringkukkan badannya, sambil terus menangis karena dipukuli oleh Lin Xiao dan Ziyan.

Aku menghela nafas dan berteriak: "Cukup, hentikan! Jangan pukuli Sha Er lagi, aku akan pergi ke pemakaman itu." Mereka berhenti memukuli Sha Er setelah mendengar perkataanku.

Sha Er bangkit berdiri dan kabur ke dalam pemakaman. Dalam sekejap aku tidak dapat melihat bayangannya lagi.

Bulan sabit menerangi langit malam itu. Aku dapat melihat sinar bulan yang berwarna abu-abu. Sesampainya di pemakaman, aku dapat langsung melihat hantu-hantu yang menyeramkan.

Aku mengambil sebuat batu untuk memukul si gendut, tapi setelah berpikir kembali, aku mengurungkan niatku. Jika aku benar-benar memukulnya kemudian dia meninggal, maka aku menjadi seorang pembunuh.

"Pergi dan cari Sha Er! Jangan biarkan Sha Er berlari sendirian. Jika sampai Sha Er menghilang itu adalah tanggung jawabmu!" Si gendut menunjuk ke arahku dengan arogan.

Jika dia sedang tidak menahan tanganku, aku pasti sudah menggigitnya.

Si gendut memberikan aku sebuah senter kecil dan mendorongku untuk segera masuk ke dalam pemakaman itu, sementara dia dan kedua temannya menunggu di luar.

Aku menyalakan senter dan berjalan memasuki pemakaman. Seluruh pemakaman ini berisi batu nisan yang diberi sebuah benda mirip dengan roti kukus.

Aku tanpa sengaja menginjak sebuah uang yang digunakan untuk persembahan orang yang telah meninggal. Dengan segera aku menyingkirkannya dari kakiku, kemudian dengan hati-hati melangkah maju.

Aku berjalan dengan perlahan. Mataku menjelajahi isi pemakaman tersebut untuk mencari keberadaan Sha Er dan membawanya kembali ke desa. Ada atau tidak adanya hantu api tidak ada hubungannya denganku. Jika tante Ji Li tahu aku berada di tempat seperti ini malam-malam dia pasti akan sangat khawatir.

Aku tidak berani melepaskan penutup mata kiriku karena takut akan melihat sesuatu yang tidak perlu aku lihat. Saat itu aku dapat merasakan suasana menjadi semakin dingin mencekam, sangat dingin hingga membuat seluruh bulu kudukku berdiri.

Aku mengelilingi pemakaman itu. Setiap berjalan beberapa langkah aku dapat melihat uang yang digunakan untuk persembahan orang yang telah meninggal.