Chereads / Mata Ketiga / Chapter 15 - Diejek

Chapter 15 - Diejek

Saat itu aku berumur 15 tahun. Aku tidak peduli bila aku sendirian saat di kelas, di kantin, ataupun di asrama.

Di mata teman-temanku, aku seperti hantu yang berwujud manusia. Mereka selalu menghindari ku dan tidak berani mendekati ku.

Sedangkan aku tidak terlalu memikirkan hal itu karena itu bukanlah suatu hal baru dalam hidupku.

Sekolah baru, teman sekolah yang baru. Setelah 2 minggu banyak dari mereka yang sudah memiliki kelompok, tidak peduli itu kelompok besar atau kecil, mereka tidak ingin aku bergabung dengan kelompok mereka.

Jadi aku masih saja sendirian.

Akhirnya aku bertemu dengan Lin Xiao. Kami berada di kelas yang berbeda, aku di kelas 1 sedangkan dia berada di kelas 5. Saat itu tanpa sengaja kami bertemu di sebuah toko kecil dekat sekolah. Aku menyapanya terlebih dahulu tapi dia terlihat tidak ingin aku mendekatinya. Saat itu Lin Xiao melihat ke sekeliling, takut ada orang yang melihat bahwa aku sedang berbicara dengannya. Hingga saat ini aku masih bisa mengingat dengan jelas ekspresi wajahnya saat itu.

Hari ini tidak ada kelas, kami disuruh untuk belajar sendiri. Saat aku memasuki ruang kelas, aku menyadari bahwa kursi dan mejaku telah hilang dan dipindahkan ke lapangan. Di atas mejaku aku dapat melihat coretan spidol yang bertuliskan "Aneh", "Wanita hantu" dan kata-kata lain semacam itu.

Dengan susah payah akhirnya aku dapat membawa kembali kursi dan mejaku ke dalam kelas. Saat masuk ke dalam kelas aku baru menyadari bahwa hanya tinggal dua orang saja yang ada di dalam kelas.

Ketua kelasku yang bernama Su Rui dan yang seorang lagi adalah salah satu siswa yang terkenal di sekolah, namanya Cheng Fengfeng. Mereka berdua adalah salah satu siswa yang selalu mendapatkan nilai terbaik di kelas. Cheng Fengfeng adalah teman asramaku, setiap kali dia melihatku ia selalu memandang dengan jijik. Dia juga sering berbicara mengenai hantu dan kemudian mengatakan hal yang tidak-tidak mengenaiku.

Walaupun dia tidak secara langsung menyebut namaku tapi setiap katanya menunjuk ke arahku.

Aku tidak pernah memperdulikannya dan juga aku sudah tahu bahwa dia adalah orang memindahkan meja dan kursiku ke lapangan.

Aku mengembalikan meja dan kursiku ke posisi semula. Kemudian aku mengeluarkan tisu dari dalam tasku dan dengan sekuat tenaga berusaha membersihkan tulisan-tulisan yang ada di atas mejaku.

Tempat dudukku berada di baris paling belakang dekat jendela. Siswa yang lain memiliki teman sebangku, hanya aku yang duduk seorang diri.

Awalnya aku punya teman sebangku dan aku tidak duduk di paling belakang. Tapi akhirnya teman sebangkuku meminta kepada guru kelas kami agar dapat pindah tempat duduk. Beberapa kali aku dipindah ke tempat lain tapi tidak ada seorangpun yang mau duduk bersamaku. Akhirnya aku duduk di baris paling belakang seorang diri.

Tapi begini lebih baik, lebih tenang.

Aku sudah mencoba menghapus noda spidol untuk waktu yang cukup lama, akan tetapi bekas coretannya tidak bisa benar-benar hilang.

Beberapa siswa memasuki kelas, diantaranya ada seorang gadis bernama Bai Xiaomeng. Dia gendut dan pendek, wajahnya penuh dengan bintik hitam. Bai Xiaomeng juga merupakan teman asramaku, dan dia adalah teman baik Cheng Fengfeng, mereka kemanapun selalu bersama-sama.

Hari ini Bai Xiaomeng bangun kesiangan, Cheng Fengfeng tidak menunggunya dan berangkat ke sekolah terlebih dahulu.

Saat Bai Xiaomeng masuk kelas dia langsung berteriak kepada Cheng Fengfeng, "Kenapa kamu tidak menungguku? Bukankah kemarin malam kita janji untuk berangkat bersama?"

Cheng Fengfeng hanya tertawa tanpa menjawab Bai Xiaomeng. Cheng Fengfeng memberikan tanda untuk melihat ke arahku. Ketika Bai Xiaomeng melihat ke arahku ia pun turut tertawa.

Aku melihat ke arah mereka, kemudian berdiri dan membuang tisu ke dalam tong sampah di belakang kelas. Saat membalikkan badan, Cheng Feng-feng dan Bai Xiaomeng sudah berdiri di depanku.

Cheng Fengfeng memiliki tubuh yang tinggi tidak seperti Bai Xiaomeng pendek, tubuhnya kurus dan wajahnya putih bersih. Saat Cheng Fengfeng berdiri berdampingan dengan Bai XIaomeng, dia terlihat seperti putri dari cerita dongeng. Bai Xiaomeng tidak secantik Cheng Feng-feng.

"Hei anak aneh, buka penutup matamu. Aku ingin melihatnya."

Cheng Fengfeng mengangkat dagunya dan tertawa. Ia memandangku dengan tatapan mengejek.

Aku tidak mempedulikan mereka dan berjalan memutar untuk kembali ke tempat dudukku, namun Bai Xiaomeng dengan sengaja menjegal kakiku.

Masih ada 15 menit sebelum bel sekolah berbunyi, seharusnya mereka menggunakan sisa waktu itu untuk belajar tapi mereka malah melakukan hal-hal konyol seperti ini. Aku lebih memilih jika mereka menghindariku dan tidak berhubungan dengan mereka.

"Cepat lepas penutup matamu agar aku dapat melihat mata kirimu."

Cheng Fengfeng kembali mengulang ucapannya.

Aku tertawa sinis dan berkata, "Kenapa aku harus menuruti perkataanmu?"

"Aku penasaran, kenapa memangnya kalau aku mau lihat?"

Dasar bodoh, apa yang ingin kamu lihat sebenarnya!

"Aku tidak ingin menunjukkannya!"

Aku mengulurkan tangan dan mendorong Bai Xiaomeng kesamping, dengan langkah besar kembali ke tempat dudukku.

Baru saja aku duduk, Su Rui, masuk ke dalam kelas membawa lap basah. Aku bahkan tidak menyadari kapan dia keluar dari kelas. Su Rui menghampiriku, melempar lap basah itu ke atas mejaku, dan kemudian mulai menggosok noda spidol yang tersisa.

Saat itu tidak banyak siswa yang berada di dalam kelas, tapi mereka semua memandang Su Rui.

"Su Rui, kamu sedang apa? Aku sarankan sebaiknya kamu menjauh dari Ji Sixi."

"Iya, jangan dekat-dekat dengan Ji Sixi."

Semua orang mengatakan hal yang sama hingga membuat telingaku berdenging.

Tapi Su Rui sama sekali tidak memperdulikan perkataan mereka. Setelah membersihkan seluruh noda spidol di mejaku, dia melihat ke arahku dan tersenyum, "Sudah bersih."

Aku tertegun.

Senyumnya sangat tulus tanpa kepura-puraan. Su Rui memiliki tubuh yang tinggi dan mata yang bersinar. Dia mengenakan kacamata tanpa bingkai. Tubuhnya memiliki aroma buku, kulitnya bersih dan bersinar. Sungguh menyenangkan memandangnya.

Aku tidak pernah memperhatikannya dengan seksama, tapi hari ini aku memandangnya cukup lama dan menurutku dia cukup tampan.

"Terima kasih."

Dia melihatku dan dengan tersenyum ramah sambil berkata, "Sama-sama."

Setelah itu dia menoleh melihat ke arah Cheng Feng-feng dan Bai Xiaomeng. Dengan nada tegas Su Rui berkata, "Kalian berdua berhentilah menjahili orang lain, lebih baik kalian pergi belajar."

Cheng Fengfeng dan Bai Xiaomeng mencibirkan bibirnya saat mendengar Su Rui selesai bicara. Cheng Fengfeng melihat ke arahku dengan tatapan marah kemudian kembali ke tempat duduknya.

Setiap selesai sekolah, kami harus tinggal di kelas hingga malam hari untuk belajar sendiri.

Setelah selesai belajar aku bergegas membereskan buku-buku, kemudian berjalan dengan cepat menuju kamar asrama untuk menghindari bertemu dengan kerumunan orang yang masih berada di sekolah.

Setelah masuk SMP aku baru mengetahui bahwa kelas malam berakhir pukul setengah sembilan malam.

Ketika aku masih bersama tante Ji Li, ia tidak akan mengijinkan aku keluar rumah saat hari mulai gelap, tapi disini aku harus mengikuti peraturan sekolah.

Aku berjalan dengan tergesa-gesa sambil menundukkan kepalaku.

Meskipun aku menggunakan penutup mataku sehingga aku tidak mungkin dapat melihat hantu, tapi aku tetap dapat merasakan bahwa di sekolah ini terdapat banyak hantu berkeliaran. Terutama saat malam hari, aku bisa merasakan udara dingin yang mencekam.

Aku juga mendengar bahwa sekolah ini dulunya adalah pemakaman, hal ini membuatku semakin takut.

Setelah kembali ke kamar asrama aku segera bergegas untuk mandi. Aku mengambil peralatan mandiku dan berjalan menuju kamar mandi.

Aku terbiasa untuk menggosok gigiku terlebih dahulu baru masuk ke bilik untuk mandi.

Seperti biasanya, aku berdiri di pojok dan menggosok gigiku. Aku menundukkan kepalaku dan melepaskan penutup mataku kemudian meletakannya di atas wastafel. Bagian dalam penutup mataku terdapat sebuah tulisan mantra yang dapat menyegel mata kiriku dan mantra itu tidak boleh terkena air.

Aku menundukkan kepalaku dan mencuci mukaku. Orang-orang disekitarku satu per satu tergesa-gesa pergi.

Setelah aku selesai mencuci mukaku dan mengelapnya dengan handuk kering, aku melihat ke sekeliling dan kamar mandi telah kosong, hanya ada aku seorang diri disana. Aku cepat-cepat membereskan peralatan mandiku, kemudian mengulurkan tanganku untuk mengambil penutup mataku yang kuletakkan di atas wastafel. Penutup mataku hilang!

Aku menundukkan kepala berusaha mencarinya di lantai, tapi tidak ada tanda-tanda penutup mataku terjatuh ke bawah.

Kalau seperti ini aku akan melihat hantu! Aku jelas-jelas meletakkannya di atas wastafel, mana mungkin dapat menghilang sendiri?!

Aku kembali melihat ke sekeliling mencari penutup mataku lagi.

Tiba-tiba lampu utama kamar mandi mati. Aku juga melihat lampu kecil berwarna kuning berkedip seolah akan segera mati. Aku tidak tahu dari mana angin berhembus tapi bohlam lampu itu beberapa kali bergerak dengan sendirinya. Suasana kamar mandi benar-benar menjadi suram dan mencekam.