Mo Qiange memaki Rong Yan di dalam hatinya, kemudian dia melepaskan Luo Anning dengan enggan. Rong Yan mengerutkan keningnya karena merasa ragu. Rokoknya terjatuh, dan ia mengulurkan tangannya untuk mengambilnya.
Begitu Luo Anning tiba di pelukan Rong Yan, dia menjadi semakin bergejolak. Dia memegang wajahnya dengan kedua tangannya dan mengguncangnya beberapa kali. Dia berkata, "Baiknya… Ayo pria tampan, mari kita pergi ke hotel…"
Pergi ke hotel bersama? Apakah ia ingin bermain-main dengan tiga orang?
"Luo Anning, kau memang cari mati!" ia menggertakan giginya dan menahan kata-kata tersebut. Rong Yan menggendong Luo Anning di bahunya dengan marah dan berjalan pergi.
"Anning --!"
Karena merasa khawatir, Mo Qiange mencoba mengejarnya, tetapi ia dihentikan oleh Tang Chao. Dia berbalik dan bertanya dengan isyarat matanya, Tang Chao mengangkat alisnya dan tersenyum. "Apakah kau mencintai Luo Anning?"
"Ini bukanlah urusanmu, Tang Chao." Mo Qiange enggan menjawabnya. Ia berbalik dan berjalan keluar.
Tang Chao meletakkan kedua tangannya di sakunya dan bersiul keras, "Kusarankan kau untuk segera menyerah . Wanita itu milik Rong Yan. Meskipun dia tidak mau, Rong Yan tetap tidak akan melepaskannya."
Mo Qiange mengepalkan tangannya. Wajahnya tampak kusam dan suram. Dia tidak mengatakan apa-apa dan pergi dari sana.
Sederet mobil Lincoln melaju dengan cepat ke rumah mansion. Luo Anning terlalu mabuk, hingga tak terkendali. Wajah Rong Yan merengut. Dia mencoba menahan keinginannya untuk mengusir Luo Anning keluar dari mobil.
"Pria tampan… ke mana kita pergi? Kita sudah sepakat untuk pergi ke hotel… kau tidak boleh menyesal… Tenang, aku akan membayarmu sebanyak tiga kali lipat."
Luo Anning menatap Rong Yan dengan sorot mata yang memikat. Jari-jarinya yang ramping menyentuh dada Rong Yan dengan liarnya.
Rong Yan marah dan memukul pantat Luo Anning dengan satu telapak tangan, lalu ia berteriak keras, "Luo Anning, apa kau cari mati? Sadarlah, lihat siapa aku!"
Dasar, dia menganggap Rong Yan seperti pria murahan dan berencana membayarnya tiga kali lipat. Sejak kapan Rong Yan dipermalukan seperti itu?
Benar-benar wanita sialan!
Ternyata ia bernyali juga, sampai-sampai berani menyelingkuhinya. Jika Rong Yan tidak pergi ke Imperial City Bar malam ini, mungkin sekarang dia telah berhasil diselingkuhi istrinya.
"Kenapa kau memukulku?" Luo Anning tampak cemberut. Tangannya yang lembut itu menampar di wajah Rong Yan.
Waktu seolah tidak bergerak. Bau asap menyebar di udara.
"Luo Anning, sialan kau!" Rong Yan sangat marah. Dia mengangkat tangannya dan hendak memukul pantat Luo Anning.
Tubuh Luo Anning menggeliat dan bergerak menjauh karena refleks yang sangat kuat. Semakin dia menggeliat, wajah Rong Yan tampak semakin suram dan sampai akhirnya menggelap.
Rong Yan menatap wajah kecil yang memerah karena mabuk itu. Dia terus menertawakan wanita itu. Tiap kali tubuhnya menggeliat, perut bagian bawah Rong Yan terasa semakin panas.
"Eh... apa ini?" Luo Anning mengulurkan tangannya dengan tatapan kosong dan memegang benda itu.
"Dia--" Rong Yan menghela napas dingin, matanya menyipit. Wanita ini benar-benar berani.
"Aneh… Kenapa bisa bertambah besar?" Luo Anning tampaknya menemukan sesuatu yang menarik. Semakin dia memainkannya, dia semakin kecanduan. Kedua tangannya memegangnya erat-erat dan penuh rasa ingin tahu.
Rong Yan mendengus, dan wajahnya memerah. Lama-lama, ia tak bisa mengendalikan diri.
Namun, wanita itu masih terus melakukannya. Rong Yan mendengus, menekan tombol sekat dan melempar tubuh Luo Anning ke kursi.