Gu Shinian lemah tak berdaya. Qin Muchen menciumi lehernya dengan liar. Lalu, ciuman panas dan basah menyerbu bibirnya tanpa henti.
Gu Shinian mendorong bahu Qin Muchen dengan kedua tangan, dan sebersit akal sehat masih tersisa di tengah kekacauan itu, "Lukamu."
"Qin Muchen, lukamu."
"Itu tidak akan membuatku mati." Jawab Qin Muchen dengan tegas.
Ia tidak hanya mengunci kedua tangan Gu Shinian, tetapi juga menindih dan menekan tubuhnya. Gu Shinian terengah-engah. Matanya melebar, dan dia terbaring pasrah di bawah tubuh Qin Muchen, seperti mangsa yang siap diterkam. Sementara Qin Muchen bagaikan pemburu yang telah lama menunggu dan tidak sabar untuk menerkamnya.
"Gu Shinian, jangan tatap aku seperti itu," Qin Muchen berbisik, suaranya memperingati.
Gu Shinian tersenyum, dan tak lama kemudian mereka saling tumpang tindih. Qin Muchen sedikit mengernyitkan alisnya. Tatapan matanya terlihat begitu lembut. Qin Muchen menutup matanya, menundukan kepalanya, lalu segera mencium bibir Gu Shinian dengan penuh kelembutan.
"Jangan pergi," pinta Qin Muchen. Suaranya serak, dan terdengar seperti sedang memohon.
Ketika mendengar dua kata itu, jantung Gu Shinian berdegup kencang, "... Apa yang kau bicarakan?"
Qin Muchen tidak menjawab, hanya sebuah ciuman yang mendarat di atas bibir Gu Shinian. Ia membalikkan posisi mereka dan membawa Gu Shinian hanyut ke dalam pusaran nafsu.
Jangan pergi ...
Bisakah kau untuk tidak pergi? Tetaplah seperti ini. Apa pun yang kau inginkan akan kuberikan.
Wajah Qin Munchen jelas tampak sangat terluka.
...
Qin Muchen kembali memimpikan hal itu lagi. Kembali ke masa ketika ia berusia lima tahun, ketika ia pertama kali bertemu gadis kecil itu.
Pada saat itu, Qin Muchen baru saja kembali ke keluarga Qin. Dia adalah anak seorang gundik, posisinya di dalam keluarga Qin agak canggung. Qin Muchen merupakan seorang tuan muda di keluarga Qin, tetapi hidupnya lebih menyedihkan dari seorang pelayan. Semua orang bisa menggertaknya. Pada saat itu, dia tidak berdaya dan berada dalam asuhan Tuan Qin.
Setengah tahun kemudian, Qin Muchen tumbuh menjadi seorang anak yang riang menjadi seorang pria muda di kota besar.
Secara tidak sengaja ia mengikuti ayahnya pergi ke sebuah pesta jamuan. Ia merasa pestanya terlalu membosankan, jadi ia mencari-cari alasan untuk menyelinap pergi. Di sinilah, ia tidak sengaja bertemu dengannya, seorang anak kecil yang baru berusia dua tahun.
Qin Muchen sedang beristirahat di bawah pohon sambil memakan permen dan memikirkan sesuatu. Kemudian, buntalan halus perlahan merangkak ke arahnya. Anak kecil itu membuka mulutnya dan langsung menggigit permen yang sudah dikupas di tangan Qin Muchen.
Qin Muchen yang baru berusia lima tahun itu terkejut. Ia dengan refleks mengibaskan tangannya dan mendorong buntalan halus itu ke tanah.
Ternyata itu seorang gadis kecil.
Gadis kecil itu mengenakan pakaian yang tebal. Tubuhnya terguling di tanah sebanyak dua kali, lalu dia bangun tanpa menangis. Sambil tersenyum lebar, dia mengambil permen yang jatuh ke tanah dan membuka mulutnya untuk memakannya.
Ekspresi Qin Muchen berubah. Ia dengan cepat mengibaskan dan menjatuhkan permen itu. Sekonyong-konyong, anak kecil yang menyadari kalau permennya hilang itu mengembungkan pipinya dan mulai menangis.
"Pemen. Huwaa, pemen, huwaa ..." Meledaklah tangisan seorang anak yang baru berusia dua tahun yang bicaranya belum begitu jelas.
Qin Muchen memperhatikan gadis cilik yang sedang menangis itu dan menghela napas dalam hati. Qin Muchen mengeluarkan permen lain dan membukanya. Kemudian, ia memasukkan permen itu ke dalam mulut anak kecil itu. Begitu permen itu masuk ke dalam mulutnya, anak kecil itu langsung diam. Dia lalu mengucek-ngucek matanya dengan tangan kecilnya yang tembam.
"Siapa kamu, kapas cilik?"
Qin Muchen menertawakan tingkahnya, mengambil tisu, dan menyeka air matanya.