Hari seperti biasa tidak ada yang berubah. Fera bangun di jam waktu tepat pukul delapan pagi, Chandra menyiapkan sarapan kegiatan sehari-hari. Nasi goreng seafood tinggal sisa sayuran ini mungkin dia akan belanja di Mal untuk stok kulkasnya. Fera menyuap dengan lahap Chandra masih menatap bagian bibir merah milik istrinya.
"Ada apa?" jutek Fera bersuara menatap tajam arah suaminya.
"Tidak ada apa - apa, setelah sarapan apakah kau ingin ikut ke mall? Aku akan belanja beberapa sayuran untuk stok di kulkas mungkin kau menginginkan sesuatu di sana setelah kita jalan-jalan." Chandra melanjutkan sarapan tanpa melirik, dia masih teringat kejadian semalam tidak sengaja mencium bibir istrinya.
"Tumben, memang Mama sama Papa akan datang ke sini?" tanyanya asal menebak.
"Mungkin, mereka rindu kepadamu, bisa jadi mereka akan menginap di rumah ini beberapa Minggu," jawab Chandra hampir selesai dengan sarapannya.
"Ukhuk ... Ukhuk ..." Fera tiba-tiba tersedak dengan butiran nasi goreng terakhirnya.
Chandra segera menuangkan minum kepada istrinya dan menepuk-nepuk pundaknya pelan-pelan. Fera meminum tergesa-gesa rasanya itu butiran nasi sebiji mematikan tenggorokkan.
"Makan yang pelan, sudah di ingatkan berapa kali kepadamu," tegur Chandra kembali ke tempat duduknya melanjutkan sarapan sisa masih belum habis.
"Yang benar? Mereka akan menginap di rumah ini? Jadi, aku... nggak bakal bisa keluar bebas kalau Mama sama Papa mertua ke sini? Nggak seru dong, padahal aku mau ajak teman-teman ke rumah ini, kenapa kau tidak beri tahu dari awal sih!" omel Fera panjang lebar menyalahkan suaminya yang baru selesai sarapan dan membersihkan mulut dengan serbet kain di samping meja makan.
"Tadi pagi mereka baru beri kabar kepadaku, sayang. Aku juga tidak tahu kenapa mendadak, mungkin lain waktu kau bisa mengajak mereka ke sini." ucap Chandra mengeluh rambut panjang hitam milik istrinya.
Fera tidak membalas lagi kata-kata untuk suaminya. Setiap suami jeleknya mengelus rambut kepalanya kok ada desir aneh dengan perasaannya gitu. Apalagi, dia sudah keseringan mendengar sebutan panggilan "Sayang"
****
Mal terbesar di kota metropolitan Manhattan. Pasangan pengantin berada di salah satu tempat pembelanjaan. Chandra mendorong troli belanja yang nanti akan di beli untuk stok kulkas.
Fera berjalan di samping suaminya dengan pakaian tidak mencolok. Pakaian sopan pastinya gerangan apa dia ingin pakai baju santai celana panjang hitam, kaus oblong polos longgar, terus rambut di ikat asal yang penting wajahnya tetap manis dan cantik.
Sebagian tempat pembelanjaan ini beberapa mata memperhatikan lelaki berewok di dampingi oleh seorang wanita cantik. Seberewok apa pun tetap rata-rata orang mengaguminya dan ada yang terpesona dengan kecantikan pada sampingnya yaitu Fera.
Fera tidak merasa malu dengan sikap acuh di dalam Mal. Dorongan belanja penuh dengan beraneka camilan di sana apalagi barang tidak penting itu pun di masukan ke sana. Seperti pelurus rambut, pengering rambut, perawatan wajah, dan masih banyak lagi.
Chandra sih santai tidak terlalu pedulikan tingkah boros istrinya ini. Asal dia bahagia dirinya pun ikut bahagia. Perasaan terpendam untuk Chandra diam - diam menyukai sifat yang tidak di buat - buat oleh istrinya ini membuat dia semakin yakin akan mencintainya segenap rasa sabar dan menyayangi berikan perhatian kepadanya.
Meskipun dia tahu bahwa Fera belum bisa menerima kehadiran hidup sebagai suaminya sekarang, tetap dia akan perjuangan agar istrinya menerima dia apa adanya. Perjodohan mendadak bukan berarti tidak saling mengenal satu sama lain.
"Permisi, dengan Bapak Chandra Hermawan Libra?" Seseorang wanita asing tinggi putih seksi dan cantik tentunya menghampiri Chandra yang tengah menunggu istrinya sedang memilih peralatan kecantikan yang sedang sale besar-besaran.
"Benar dengan saya sendiri," sahutnya sopan.
"Perkenalkan nama saya, Kesya Aurora Ginawati, saya dari perusahaan Mega Friedrich Food ingin menawarkan beberapa produk sajian makanan beberapa survei telah sukses dan berhasil dengan makanan yang sehat dan bergizi. Mungkin anda bisa melihat katalog yang kami buat, untuk harga persen dan kerja sama kontrak akan kami berikan melalui email atau anda juga bisa datang ke kantor cabang kami terdekat di Mal ini," terang Kesya menjelaskan panjang lebar kepada Chandra.
Fera yang tadi sibuk merebut produk kecantikan di sale super dadakan turun harga. Dia tidak sengaja melihat suaminya tengah berbicara dengan seseorang wanita yang boleh di bilang cukup cantik di banding dirinya. Menangnya putih doang, tapi kalau paras muka lebih cantik wanita itu. Cuma ekspresi Fera beda dari penglihatannya sekarang.
Kesya mendekati Chandra dengan menempel dan menonjolkan dadanya besar, padahal Chandra sudah menghindar beberapa kali tidak nyaman kalau di dekat seperti ini apalagi di tempat umum.
"Baiklah, saya pertimbangkan dulu akan saya hubungi jika saya tertarik produk anda tawarkan," ucap Chandra mengakhiri percakapannya.
"Kalau begitu anda bisa menghubungi saya langsung di kartu nama ini. Dengan senang hati saya membantu Anda jika berubah pikiran. Kalau begitu selamat siang, maaf sudah mengganggu liburan anda." Chandra menerima kartu namanya dan senyum kepada wanita itu yang bisa katakan Sales Marketing.
"Cantik banget ya, wanita itu! Sampai mata pun nggak kedip! Ayo, pulang!" sindir Fera melemparkan produk kecantikan di dalam dorongan belanjaan dengan kesal.
Chandra mendorong dan menyusul istrinya sedang merajuk karena marah atau kesal kepada suaminya. Chandra mengerti kalau istrinya dalam keadaan cemburu, bahagia sih kalau lihat ekspresi nya merengut seperti itu.
Selesai belanjaan di bayar kasir, lumayan satu tempat dorongan belanja semua barang milik Fera. Hanya beberapa sayuran saja sih milik Chandra. Belanjaan di masukan ke dalam belakang jok mobil. Sedangkan Fera duduk manis masih memucungkan bibir depannya.
"Kenapa merengut seperti itu?" tanya Chandra memasang sabuk pengaman.
"Nggak! Siapa juga merengut jangan ge-er ya!" jawabnya ketus.
"Ya sudah, kita makan siang dulu ya, jangan merengut, nanti cantik hilang." Chandra mengacak rambut kepala istrinya dan juga mengelus sambil mencubit pelan pipi manisnya.
Debaran jantung Fera kembali berdetak lagi. Satu tangan menyentuh sebelah kiri dadanya. Dari balik jendelanya hitam dapat dia rasakan kalau kedua pipinya kembali memerah.
Ada apa ini? Kok ... Aduhh ... Jangan sampai!
Fera memegang kedua pipi dalam-dalam, Chandra melirik sebentar, "Ada apa? Dingin?" tanyanya.
"Ah ... Ng–nggak, kok!" jawabnya gugup.