Kalo kewarasan bisa di beli, bakal aku beli buat bocah itu, biar otaknya di pake separuh.
______________
"Aku ngga nyangka kalo bocah tengil itu adek kamu Gas." Ucap Freda. Mereka berempat berjalan di Koridor sekolah yang sepi, karena semua murid sudah pulang kerumah masing-masing.
"Iya, kalian bedua kaya hukum mendel deh, perbedaan konstanta banget." Lanjut Axel sambil memakan ciki ciki yang dia pegang.
Agas hanya tersenyum, sementara Clevo mendelik tidak suka pada Axel. "Mana ada hubungannya engsel!" Ejeknya. Axel yang merasa di ejek hanya mengerucutkan bibirnya.
"Emang sih, kita berdua beda banget sifatnya." Jawab Agas dan di angguki oleh yang lain.
"Beda banget elah, kamu kan sifatnya berwibawa, terus baik dan sopan. Nah kalo dia, udah sok kegantengan, sok tenar, sok baik, sok manis, ngga sopan pula." Kesal Freda. Yang lain hanya tertawa kecil mendengar curhatan gadis itu.
"Haha, iya. Bramasta mah orangnya-
" Ganteng. " Belum selesai Agas berucap, tiba-tiba seseorang di belakang mereka memotong ucapan Agas. Mereka berempat berbalik, dan menemukan sosok yang sedari tadi mereka bicarakan, Bramasta.
"Hai!" Sapa Bram dengan senyum terpatri di wajahnya. Freda mendengus kesal, kenapa dia harus bertemu dengan bocah ini lagi sih.
"Kamu ngapain sih, ngikutin saya yah?" Tanya Freda kesal.
Bramasta tertawa pelan, lalu mendekat ke arah mereka. "Mau banget yah di ikutin sama saya." Ucapnya sambil melirik Freda dengan lirikan nakal.
"Apaan sih bocah, ngga lah! Ngga ada waktu saya! Udah ah, Clevo ayo cepet pulang." Freda kembali menarik tangan Clevo pergi menjauh dari yang namanya Bramasta itu. Tersisa lah mereka bertiga.
"Mas Agas, aku nebeng yah, hehe." Ucap Bramasta. Agas hanya tersenyum dan mengusak rambut adiknya gemas.
"Hm, oke. Yuk!" Keduanya sama sama pergi, menyisakan Axel sendiri tanpa ada yang mengajaknya pulang.
"Lah aku sendiri nih?"
____________
Freda memasuki rumah besarnya dengan langkah malas. Dia menjatuhkan dirinya di sofa ruang tamu,dengan menyandarkan punggung nya pada sofa. Rumah besar nya tampak kosong, tidak ada keramaian disini. Memang selalu sepi dan sunyi, sehingga Freda tidak heran akan itu. Derap langkah kaki terdengar menuruni anak tangga. Kemudian berhenti saat sudah sampai lantai dasar, seseorang berdiri di hadapan Freda dengan berkacak pinggang. Freda hanya terdiam tanpa menggubris seseorang yang berdiri di hadapannya.
"Affreda! Rubah sikap jelek kamu itu!" Ucap seseorang tegas. Sementara gadis itu hanya terdiam, dengan menutup matanya menggunakan tangan kirinya.
"Freda! Kamu denger mama tidak!?" Ucap seorang wanita yang merupakan ibu dari Freda.
Gadis itu merubah posisinya menjadi duduk, lalu menatap sang mama yang nampak kesal. "Emang, mama selalu perhatiin aku. Kalo sikap aku itu jelek atau tidak. Jangan sok mengerti tentang aku ma, kalo mama aja lebih sibuk sama pekerjaan." Ucap Freda dingin, lalu memilih berlalu menuju kamarnya. Melewati sang mama yang mati-matian bersikap sabar. Memang salah nya sendiri sih, menelantarkan anaknya tanpa memberikan perhatian lebih.Tapi mau bagai mana lagi, dia kan harus bekerja.
Freda memasuki kamarnya, kamar dengan nuansa hijau itu tampak rapih. Dengan furniture yang disusun sedemikian rupa, sehingga enak di pandang. Freda menidurkan dirinya di kasur miliknya, tanpa mengganti seragam sekolah nya terlebih dahulu. Dia kemudian memejamkan matanya kembali, ada rasa menyesal setelah tadi berucap dingin kepada sang mama. Lalu sebuah deringan ponsel membuyarkan segala lamunan Freda.
Gadis itu membuka ponselnya, dengan menulis kata sandi yang dia pasang di ponsel miliknya. Setelah kunci keamanan terbuka, gadis itu membuka satu buah pesan yang masuk dengan nomor yang tidak di kenal.
-----------------------------
+6289***: Mba Freda ini saya, calon pacar mba
-----------------------------
Seketika Freda membulatkan matanya tidak percaya, dari mana bocah itu dapat nomernya nya? Apa dari Agas, kan dia kakaknya. Tidak salah lagi memang, pasti teman satu kelas nya itu memberi tau nomernya pada bocah tengil yang buat Freda hilang kesabaran. Ia membuka room chat nya dengan Agas.
'Gas, kamu ngasih nomer aku ke Bramasta?'
Agas: Eh, ngga kok, emang kenapa
'Jangan boong deh, jelas jelas tadi Bramasta chat aku!'
Agas: Sumpah Fre, aku ngga ada kasih nomer ke dia
'Hah, beneran?'
Agas: Kecuali sih, kalo dia iseng ngotak atik Handphone aku
'Itumah sama aja Agas Geline Demian!'
Agas: Hehe.
__________________
Pagi ini Affreda tampak sampai di sekolah pagi pagi sekali, rasanya dia enggan berlama lama di rumah. Dengan Axel yang berjalan di samping nya sambil komat kamit tidak jelas.
"Kalo butuh baru minta nebeng aku." Gerutu laki-laki blasteran itu. Freda yang mendengar itu hanya mendengus.
"Ngga iklas nih?" Tanyanya.
"Iklas kok."
"Boong, mukanya kusut gitu, mesti ngga iklas kan nebengin aku." Ucap Freda meyakinkan.
"Ikhlas kok aku buat Princess sekolah mah."ucap Axel dengan ke terpaksaan. Freda tersenyum penuh kemenangan.
Tak jauh dari mereka berada terlihat tiga orang yang mendekat. Dapat Freda tebak ketiganya itu siapa, dan salah satu dari mereka membuat mood dirinya menurun drastis.
" Pagi semua." Sapa mereka bertiga.
"Pagi mba Freda, makin hari makin cantik deh. Jadi pacar saya aja yuk, ntar saya kasih ciuman tiap pagi." Ucap Bramasta dengan tingkat percaya dirinya tinggi.
Freda yang mendengar itu hanya mendengus kesal, dan memicingkan matanya menatap Bramasta. "Ih, ogah! Kamu dapet nomer saya dari mana?" Tanya Freda.
Bramasta tampak berfikir sejenak, lalu tersenyum sekilas. "Dari... Mana mana aja." Ucapnya.
Freda menggeram kesal. "Jawab yang bener bocah!" Pinta Freda satu langkah mendekat ke arah Bramasta.
"Kalo mau jawaban, cium saya dulu dong." Bramasta tersenyum lebar, ingin sekali Freda menampar senyum nya itu dengan sepatu miliknya. Agar senyuman itu lenyap selamanya dari bumi ini.
"Ogah!" Setelahnya Freda berlalu pergi, menuju kelasnya terlebih dahulu. Disusul Clevo dan Axel yang membuntuti.
"Bram, kamu suka banget yah sama Freda?" Tanya Agas yang masih bersama adiknya.
Bramasta tersenyum kembali. "Kayanya aku yakin kalo mba Freda jodoh Bramasta, mas." Jawab nya.
Agas kembali mengusak rambut hitam milik adiknya, lalu tersenyum manis lagi. "Berusaha aja, Freda itu keras kepala. Kamu tau, mas aja udah nembak dia dua kali dari dulu ngga pernah di terima."
"Bramasta pasti bisa kok, mesti nanti mba Freda mau kok jadi pacarnya Bram."
.
.
.
Kelas XII IPA 1 nampak riuh walau suasana masih pagi hari. Saat Freda menjejakkan kakinya di kelas nya, suasana tiba tiba kembali hening. Hanya suara siswa laki-laki yang memberikan sapaan 'selamat pagi' padanya. Freda sih tidak akan menggubris itu, dia hanya tersenyum sekilas saja membuat siswa laki-laki yang satu kelas dengan nya bisa mimisan mendadak. Gadis itu memilih duduk terdiam di bangku miliknya, lalu disusul Clevo yang juga duduk di samping nya.
"Fre, kenapa ngga terima jadi pacarnya Bramasta aja. Dia ganteng loh. Bahkan udah jadi Prince nya sekolah." Usul Clevo. Freda diam tanpa mau membalas perkataan sahabatnya.
Axel berfikir sejenak, lalu tersenyum.
"Emm, aku setuju sama Clevo, Princess sama Prince kan cocok tuh." Lanjut Axel. Clevo melirik teman laki-laki nya itu tidak suka.
"Ikut ikutan aja kamu! Dasar engsel!" Ejek Clevo kembali.
"Ih, Axel! Bukan engsel. A. X.E.L, Axel! Kamu ngerti!?" Ucap laki-laki itu penuh penekanan
"Emang aku peduli?" Jawab Clevo acuh. Membuat Axel hanya mendengus.
Tak lama setelah perdebatan itu, Agas masuk kedalam dan bergabung dengan ketiga sahabat nya. Dia melirik ke arah Freda yang tampak masih kesal.
"Freda, aku beneran deh, bukan aku yang ngasih nomer kamu ke Bramasta. Lagian handphone aku juga di kunci, ngga ada yang tau kuncinya selain aku." Jelas Agas.
"Affreda Yuanita Kristin, itu kan kata sandi di handphone kamu?" Ucap Axel, Agas mendelik kesal pada teman bobroknya itu. Bisa bisanya dia membocorkan kata sandi yang sangat rahasia itu pada semua orang, apalagi orang yang namanya menjadi kunci keamanan ponselnya ada di antara mereka.
"Diem deh! Dasar lambe turah!" Kesal Agas.
Hening, mereka terdiam seketika.
"Eh, dua minggu lagi pemilihan ketua OSIS baru yah?" Tanya Clevo mencoba mencairkan suasana.
"Hm, iya." Jawab Agas.
"Yah, temen kita bakal kehilangan jabatannya nih." Axel merangkul bahu Agas dari belakang sambil mengejek.
"Apaan sih, kan emang gitu. Lagian aku udah satu tahun jadi ketua OSIS, ya harus ganti lah." Jelas Agas, lalu melepaskan rangkulan Axel dari pundaknya.
"Hm, kira kira siapa aja yah kandidat nya?" Akhirnya Freda yang sedari tadi terdiam membuka suaranya kembali.
"Katanya sih adek aku mau nyalon jadi ketua OSIS." Ucap Agas.
"APA?!"
"Ngga bisa!!!!!!!!"