Maafkan aku udah lama ga update. Mood kurang bagus karena kondisi tidak fit. Aku sering mual dan muntah. Biasanya aku nulis di waktu istirahat dikantor. Boro-boro nulis kerja aja susah. Masih sering mual dan muntah. Apa yang dimakan selalu dimuntahkan dan bikin fisik aku jadi lemes.
Pulang kerja juga ga bisa nulis karena ada anak 2 tahun yang butuh perhatian. Maafkanlah aku semenjak hamil jadi jarang update. Mudah-mudahan hanya 3 bulan pertamaย kondisi ga fit kayak gini.
Terima kasih bagi pembaca yang masih menunggu cerita ini. Maafkan aku ga bisa kenceng updatenya.
๐๐๐
Bara bangkit dari ranjang dan mencekik leher Egi hingga lelaki itu kesulitan bernapas. Egi sudah menantang dan memancing emosi. Lelaki tegas seperti Bara tidak suka di bantah.
" Jangan pernah menantang dan bermain api dengan Aldebaran jika kamu tak ingin terbakar."
Bara melepaskan tangannya dari leher Egi dan mendorongnya ke ranjang. Bara meninggalkan Egi dengan emosi.
Bara segera menuju kamar. Bara melihat Dila masih mengenakan mukena. Dila sedang berzikir. Bibir Dila komat kamit mengucapkan kalimat-kalimat zikir. Hati Bara gerimis menatap Dila. Kenapa wanita secantik dan sesolehah Dila bisa bersuamikan gay seperti dirinya?
Bara merasa tertampar dan tertohok. Dila tak pantas mendapatkan suami brengsek dan bajingan seperti dirinya. Ya Tuhan apa yang harus ia lakukan? Istrinya terlalu baik dan Bara tak tega menyakitinya. Perempuan baik seperti istrinya harusnya mendapatkan pasangan yang sepadan.
Bara mengenal Dila sejak lama. Semenjak ia menjadi nasabah prioritas di bank MBC. Waktu itu Bara bertemu dengan istrinya masih pegawai biasa, petugas funding officer.
Funding officer adalah petugas marketing penghimpun dana masyarakat. Waktu itu Dila datang padanya untuk menawarkan kerja sama antara perusahaannya dengan bank MBC. Perusahaan Bara meminjam kredit bank,ย Bara menbuat deposito, tabungan dan payroll gaji pegawainya di bank MBC. Selama ini Dian yang selalu mengurus kepentingan Bara di bank MBC sehingga Dian juga sangat mengenal Dila seperti dirinya.
Namanya jodoh itu rahasia Tuhan. Bara tak menyangka jika wanita yang dijodohkan orang tuanya adalah Dila. Orang tua Bara dan mertuanya ternyata sahabat baik.
Karier Dila di bank MBC cepat berkembang karena Dila pekerja keras dan selalu berhasil mencapai target. Di usianya yang baru tiga puluh tahun sudah menjadi kepala kantor cabang pembantu ( Capem ) MBC kelas C.
Dila mengadahkan tangan ke atas berdoa. Dila berdoa hatinya dilapangkan untuk menerima pernikahannya dengan Bara walau tak ada cinta untuk suaminya. Dila yakin kedua orang tuanya tak mungkin sembarangan mencarikan suami. Dila memasrahkan hidup dan matinya pada Tuhan. Semoga Tuhan segera menghapus ingatannya tentang Fatih.
Dila menangis dalam doanya. Ia mendoakan agar Fatih selalu dalam lindungan Tuhan dan berhasil mencapai cita-citanya. Dila tahu jika Fatih berjuang meraih cita-citanya untuk memantaskan diri bersanding dengannya. Fatih tidak mau Dila terhina dan malu dengan latar belakang keluarganya.
Dila melepas mukenanya karena sudah selesai sholat. Ia melihat Bara duduk di atas ranjang.
" Uda sejak kapan ada di kamar? Ga lanjut ngobrol sama Egi."
" Enggak Dil. Aku udah ngantuk. Mau istirahat. Besok aku mau surfing. Mau ikut? Ombak disini bagus- bagus. Pantes aja bule doyan kemari buat liburan."
" Kalo surfing aku ga bisa. Palingan aku berenang aja."
" Mau di ajarin?"
" Boleh."
" Tapi jangan diketawain ya kalo aku ga bisa."
" Tergantung sich." Bara mencandai Dila.
" Maksudnya?"
" Liat aja besok Dil."
" Uda udah sholat?" Tanya Dila karena Bara mengambil posisi tidur.
" Sudah tadi bareng Egi." Jawab Bara berbohong.
Sholat lima waktu mana ada dalam hidup Bara. Pengusaha muda itu hanya beragama islam dalam KTP. Jangankan sholat lima waktu, sholat jumat satu kali dalam seminggu saja tidak pernah.
" Good night Dil," ucap Bara sebelum menutup tubuhnya dengan selimut.
" Good night to," balas Dila seraya melipat mukena.
Dila mengambil posisi tidur disebelah Bara. Namun ia membatasi diri dengan gulung. Seperti biasa mereka tidur berlawanan arah di ranjang yang sama.
Dila berjalan di suatu taman yang indah. Taman yang dilengkapi dengan bunga-bunga. Dila melangkah memasuki area taman. Ia tak hentinya memuji keindahan taman karena pemandangannya sangat indah dan ia tak pernah melihat taman seindah ini.
Taman ini juga di lengkapi danau buatan. Disamping danau ada burung-burung yang sedang meminum air. Dila tersenyum melihat burung-burung di depannya.
" Dila." Seseorang memanggil namanya. Dila menoleh tapi orang yang memanggilnya tidak kelihatan.
" Dila." Nama Dila dipanggil sekali lagi. Namun orang yang memanggilnya tak kunjung keliatan.
Dila mengabaikan suara yang memanggil namanya. Ia terus melangkah mengeksplor isi taman. Ia serasa berada di alam lain dalam film Alice in Wonderland. Semua serba indah. Dila sampai tak bisa berkata-kata untuk menggambarkan keindahan yang ada di depan matanya.
Dila melihat lelaki tampan yang sangat dikenal dan dirindukannya. Namun wajahnya terlihat pucat dan memutih.
" Uda Fatih," panggil Dila pelan. Ia tak percaya setelah delapan tahun tak bertemu dengan sosok suami idamannya.
" Dila," panggil Fatih pelan.
" Uda kenapa wajahmu pucat?"
" Aku sangat merindukanmu Dil. Kenapa kisah kita harus begini Dil? Mengapa kisah kita berakhir seperti kisah Layla Majnun. Apakah tak ada akhir yang indah untuk kita berdua. Aku berjuang disana demi kamu Dila. Aku memantaskan diri untuk bersama denganmu tapi kenapa kamu meninggalkanku Dil. Bukankah delapan tahun lalu kita sudah berjanji akan saling menunggu? Jika cita-cita sudah tercapai aku akan menjemputmu menjadi istriku? Tapi kenapa Dil setelah perjuangan ini akan berakhir aku mendapatkan kenyataan sepahit ini?"
Dada Dila terasa dicubit dan diremas. Perkataan Fatih lembut namun menusuk di sanubarinya. Mulut Dila terkunci tak sanggup berkata-kata.
" Jawablah pertanyaan aku Dil? Kenapa hanya diam?"
" Uda aku bagai burung digantung tanpa tali. Kamu memintaku menungguku selama ini tapi kamu tak memberikan aku pengikat seperti bertunangan dulu. Selama delapan tahun itu kamu tak pernah menghubungiku dan menanyakan kabar aku. Kamu menggantung diriku. Aku tak tahu sampai kapan harus menunggumu pulang. Usia sudah terlalu matang untuk menikah. Ayah dan bunda sudah pusing memikirkan diriku jadi bahan gosip orang lain. Aku masih single dan mapan. Aku menjadi aib bagi keluarga karena aku perawan. Aku menikah dengannya karena perjodohan orang tuaku. Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk berbakti pada orang tuaku."
" Tapi kamu tidak mencintai dia," potong Fatih.
" Walau aku tak mencintainya namun Allah mengirimkan dia menjadi suamiku. Maaf aku tak memberi tahu. Aku tidak tahu harus menghubungimu kemana. Kamu terlalu menjaga jarak dariku sehingga aku ragu dengan janji yang kita ucapkan," kata Dila dengan bibir bergetar.
" Dil aku menjaga jarak karena aku ingin menjaga kesucianmu. Tak ada pacaran dalam hidupku. Aku ingin taaruf denganmu."
Dila menangis terisak-isak. Ia tak dapat memendam perasaan dan gejolak dalam dadanya. Bukan hanya Fatih yang patah hati ia juga. Ia terlanjur mencintai Fatih dengan segenap jiwa raganya.
" Dila kamu jahat," ucap Fatih sebelum pergi meninggalkan Dila.
" Uda mau kemana?" Teriak Dila histeris.
" Kemana saja asal bisa melupakanmu. Hati ini terlalu sakit menerima kenyataan ini Dil."
" Fatih jangan pergi," pinta Dila memohon. Gadis itu berlutut di lantai.
" Sudah. Lupakan semuanya tentang kita. Ternyata aku memperjuangkan wanita yang salah," ucap Fatih ketus.
Fatih menghilang dari hadapan Dila. Sosok pria soleh itu telah menghilang.